Hari-hari ini kita melihat banyaknya berita dan kisah sedih ditayangkan berbagai media elektronik dari musibah gempa Padang dan Tasik serta gempa lainnya yang menelan banyak korban jiwa. Mereka terjepit diantara reruntuhan gedung dan bangunan. Diperlukan usaha berjam-jam untuk menolong satu korban. Musibah memang tidak kenal usia, suku, ras dan agama. Semua menderita.
Dengan beruntunnya gempa yang terjadi di bumi Indonesia, mau tidak mau, suka tidak suka, kita terpaksa mengingat kembali pelajaran Ilmu Bumi di Sekolah Dasar. Kita tinggal di negara yang subur makmur dengan kekayaan alam dan laut yang jarang dimiliki negara lain. Tetapi diantara keindahan gunung dan laut serta palung-palungnya, itu semua terbentuk sebagai akibat dari lipatan-lipatan bumi yang terus bergerak dari utara ke selatan dan sebaliknya. Gunung-gunung api yang ada masih aktif, dan yang sudah mati pun bisa aktif kembali sebagai dampak dari gempa tektonik yang terjadi belakangan ini. Indonesia berada dalam cincin gunung berapi, dikenal dengan Pacific Ring of Fire, bersama Filipina, Jepang dan sepanjang pantai barat Amerika. Walaupun demikian yang membuat posisi Indonesia menjadi paling rawan diantara semua negara, adalah karena Indonesia merupakan pertemuan dari 3 patahan lempeng dunia. Lempeng Indo-Australia yang mendesak ke timur laut dan utara, Lempeng Eurasia yang relatif statis tetapi bergerak ke arah tenggara, dan Lempeng Pasifik yang mendesak ke arah barat daya dan barat laut.
Maka wajar bila UU Bangunan dan Gedung th 2002 sudah ditetapkan bahwa kantor dan rumah harus dibangun mengikuti ketentuan tahan gempa dan kebakaran, setiap praktisi harus mematuhinya untuk menghindari jatuhnya korban bila terjadi gempa bumi. Apa yang terjadi di Aceh, Padang dan Tasik dapat diprediksikan mengingat wilayah tersebut ada di zona 6 yang paling rawan karena berada di jalur patahan. Gempa bumi tidak pernah membunuh manusia, tapi yang menjadi korban adalah mereka yang tertimpa bangunan ‘buatan’ manusia. Korban selamat umumnya mereka berada diluar bangunan pada saat terjadi gempa.
Faktor koefisien gempa dalam Peraturan Bangunan Tahan Gempa yang telah ditetapkan untuk semua wilayah Indonesia, bisa ‘ditawar’ dan ‘dinegosiasikan’ demi kepentingan sesaat. Apalagi faktor intrusi air laut yang parah di Jakarta bisa mempengaruhi kekuatan fundai gedung yang sudah berusia puluhan tahun. Maka peran para kontraktor dan pemberi ijin bangunan, dalam hal ini pemda setempat, adalah orang yang paling bertanggungjawab bila korban berjatuhan pada fasilitas publik tersebut. Faktor pengawasan menjadi titik kunci dalam memastikan bahwa setiap bangunan yang layak huni juga telah memenuhi syarat pendirian bangunan tersebut.
Selain kualitas konstruksi bangunan yang harus memenuhi syarat diatas, Pemda perlu melakukan ‘cek dan ricek’ apakah para pengelola gedung tinggi, mall dan bangunan publik lainnya telah rutin melakukan ‘fire drill’, latihan evakuasi untuk kebakaran, gempa dsb. Perlu pula di periksa bagaimana kesiapan satuan pengamanan dan fasilitas pengamanan setempat. apakah mereka terlatih dalam memberikan pertolongan pertama bagi kecelakaan? Dimanakah ’safe zone’ atau zona aman bagi para warga kota bisa berkumpul? Adakah helipad atau reservoir cadangan air untuk pemadaman kebakaran? Sehingga pengelola gedung tidak hanya mengejar keuntungan dengan sewa gedung, tapi juga mengutamakan keselamatan seluruh penghuni gedung.
Kalau hal di atas merupakan tugas tanggung-jawab kontraktor, pemilik/pengelola gedung dan pemda, maka DPR/DPRD tinggal memonitor mana yang ‘nakal’ dan tidak melakukan tugasnya. Mereka kan sudah kita pilih menjadi wakil rakyat yang harus mengawasi pemda/pemerintah. Lalu apa tanggung jawab kita apa sebagai warga negara? Keselamatan kita adalah tanggungjawab pribadi, keselamatan keluarga pun adalah tanggungjawab para orang tua.
Maka penting sekali setiap orang dewasa memahami prosedur penyelamatan diri yang paling mendasar, bahkan mengajarkannya kepada setiap anggota keluarga di rumah. Bisa dibayangkan dengan terjadinya gempa di Tasik yang sempat menggoyang Jakarta, hubungan komunikasi lumpuh dalam waktu 2 jam karena jutaan orang berusaha menelpon kesana-sini. Semakin tidak bisa menghubungi orang-orang tercinta, semakin sering menelpon. Jaringan telekomunikasi seluler manapun pasti kolaps bila dipakai diatas kapasitas normal. Kepanikan justru bisa membuat kita semakin cemas, kepanikan bisa membunuh juga…… untuk yang memiliki penyakit jantung dan tensi tinggi sangat berbahaya.
Marilah kita masing-masing mulai sering membaca dan belajar bagaimana proses penyelamatan diri yang paling sederhana. Di Jepang , yang frekwensi gempanya di peringkat 4 dunia, lebih sedikit dari Indonesia (peringkat 2) dan China (peringkat -1), setiap orang wajib mempelajari prosedur penyelamatan diri sendiri. Latihan evakuasi rutin dilakukan baik di komunitas tempat tinggal, sarana publik dan sekolah-sekolah. Sehingga anak-anak kecilpun sudah tahu harus melakukan apa bila terjadi gempa. Mengapa kita tidak belajar dari mereka?
Beberapa hal sederhana yang bisa kita lakukan:
- Bila anda bepergian, sadarlah dimana anda berada, apakah masuk zona rawan gempa atau tidak. Kalau ya, maka pilihlah bangunan yang memenuhi syarat keamanan gedung tahan gempa. Salah satunya adalah memiliki tangga darurat. Perhatikan adakah prosedur evakuasi yang mudah terbaca. Bila tidak tersedia, jangan ragu untuk memilih gedung lain yang lebih menjamin keselamatan diri anda.
- Saat berada di gedung tinggi, pastikan anda mengetahui dimana ‘fire escape’. Kalau perlu pastikan anda tahu cara mencapai tangga darurat. Sempatkan melongok apakah tangga tersebut penuh dengan barang-barang. Banyak tangga darurat di beberapa gedung difungsikan seperti gudang karena ‘jarang’ digunakan. Biasakan juga untuk memarkir kendaraan anda dengan posisi siap jalan (parkir mundur), sehingga memudahkan saat keluar untuk emergency.
- Bila terjadi gempa, jangan panik, jauhi jendela bila anda di gedung tinggi dan merapatlah ke kolom terkuat – biasanya didekat lift. Jauhi jendela supaya terhindar dari pecahan kaca dan benda2 yang terlempar/terdorong ke jendela. Setelah agak tenang, pastikan anda membawa alat komunikasi, ID card, dompet serta jaket untuk pelindung kepala saat menuju tangga darurat. Untuk para wanita lepaskan dan jinjing sepatu tinggi Anda saat turun. Jangan berlambat-lambat tapi juga jangan saling mendorong saat turun. Turun dengan diam bila tidak ingin kehabisan tenaga, dan tidak menimbulkan kepanikan dengan berteriak-teriak. Menjauhlah dari gedung dengan cepat sambil melindungi kepala dg jaket anda agar tidak terkena benda-benda yang jatuh. Tunggulah dengan tenang di ‘zona aman’ yang telah diarahkan petugas gedung. Anda bisa kembali ke atas gedung bila sudah ada tanda-tanda aman dari pengelola gedung.
- Bila terjadi gempa saat anda didalam kendaraan, maka cepatlah menepi dan keluar dari mobil. Carilah tempat terbuka yang aman dari papan reklame/tiang listrik disekitarnya.
- Bila anda sedang berada didalam rumah, menjauhlah dari benda-benda tinggi yang bisa jatuh, seperti lemari kayu/kaca. Berlindunglah dibalik meja. Begitu goyangan berkurang, gunakan sepatu/sandal, periksa kompor, kran air dan matikan listrik sebelum meninggalkan rumah. Jangan lupa mengunci pintu rumah. Pergilah ketempat terbuka yang aman untuk berkumpul dengan tetangga lainnya sambil menunggu instruksi berikutnya.
- Bahaya terhadap Kebakaran. Bila anda tinggal didaerah padat penduduk, perhatikan dimana ada reservoir air untuk supply pemadam kebakaran. Baik juga anda memiliki 1-2 tabung pemadam kebakaran ukuran rumah tangga untuk berjaga-jaga. Gunakan keset handuk didekat pintu masuk dapur untuk dapat digunakan bila terjadi kebakaran didapur. Basahi keset handuk dan lemparkan untuk menutupi sumber api.
Pengamanan Lingkungan dan Keluarga
Kalau diperhatikan saat terjadi bencana yang besar, bala bantuan seperti Tim SAR tidak selalu siap datang untuk menolong warga. Karena bisa jadi akses jalan terputus, alat berat dan tenaga SAR terbatas untuk melayani cakupan area yang luas. Maka penting sekali setiap komunitas memikirkan cara terbaik untuk pengamanan lingkungan sendiri. Pemerintah di negara manapun tidak akan sanggup melayani seluruh warganya bila musibah meluas. Seperti Jakarta yang rawan banjir, seharusnya ada perahu, tenda dan peralatan masak yang selalu siap pakai baik untuk penampungan sementara atau dapur umum. Selain itu perlu dilengkapi dengan gergaji besi, gergaji beton dan genset dengan bahan bakar cukup.
Kebutuhan logistik minimal tiap keluarga juga perlu dipikirkan kita sendiri, seperti makanan bayi (untuk yang memiliki bayi), pakaian kering, lilin , senter dan payung, selimut, pembalut wanita, air mineral dan makanan kering. Anggap aja menyediakan keperluan camping untuk 2-3 hari yang dapat disimpan dalam satu ransel ditempat yang mudah dijangkau bila dibutuhkan.
Kalau saja setiap orang menyadari apa yang harus dilakukan dan apa yang menjadi tanggunjawabnya, baik mulai dari pemerintah pusat/pemda, kontraktor, dan pengurus wilayah serta para warganya, maka kita berani berharap agar korban jiwa tidak akan berjatuhan karena kelalaian manusia.
Menang dibutuhkan dana extra untuk penyediaan sarana diatas. Tetapi apa yang paling penting kalau bukan keselamatan jiwa? Maka kalau sampai dana mitigasi bencana, dana bagi sarana pengamanan lingkungan, masih dikorupsi juga, rasanya korupsi jenis ini harus masuk pelanggaran berat karena menyangkut keselamatan jiwa. Hal ini sudah jelas dalam hukum internasional penerbangan. Kalau kita kedapatan mengambil pelampung yang ada di dalam pesawat terbang, maka kita akan mendapat ancaman hukuman berat.
Marilah kita berhenti saling menyalahkan orang lain atau pemerintah, dan mulai melakukan apa yang bisa kita penuhi sebagai warga negara yang baik agar terbentuk masyarakat Indonesia yang Sadar Bencana. Berdoa dan beribadah perlu, karena kita umat yang percaya akan kekuasaan Tuhan. Tapi Tuhan juga memberikan akal bagi manusia untuk berjaga-jaga dan menggunakan segala upaya untuk menyelamatkan diri sendiri dan melindungi orang-orang yang kita kasihi. Ikuti setiap peraturan pengamanan tanpa pengecualian seperti merokok disembarang tempat, matikan mesin kendaraan saat mengisi bensin dsb. Karena belum tentu kita lolos dari bencana, sehingga tidak ada kompromi untuk keselamatan jiwa. Zero accident. [Ratna Ariani]
Berikut tulisan menarik bila gempa menghantam Jakartayang ditulis th 2006, tapi masih relevan untuk dibaca kembali
http://ngbmulty.multiply.com/journal/item/176/Bila_Gempa_Menghantam_Jakarta