“Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”.
Menyimak apa yang terjadi di media beberapa waktu ini, banyak sekali kasus pelanggaran hukum yang pada akhirnya memakan waktu, enersi dan biaya yang pasti luar biasa mahal. Saling tuduh, saling klaim paling benar dan saling melemparkan ayat UU yang dipakai membuat suasana sidang tambah panas dan berlarut-larut. Kasus ganti rugi Lapindo dan perebutan lahan antara penduduk/petani atas tanah negara, kasus pelecehan TKW sampai Manohara, bahkan kasus Prita melawan Rumah Sakit dan berbagai malpraktek lainnya bisa memakan waktu tahunan. Rasanya proses sidang paling cepat hanya kasus-kasus perceraian. Mungkin lebih cepat diputuskan untuk kedua belah pihak pasangan untuk bercerai daripada proses PDKT sampai memutuskan sepakat untuk menikah. Tapi dampaknya bagi para korban perceraian seperti anak-anak dalam keluarga bisa melukai mereka dalam waktu panjang. Lalu hukum manakah yang paling utama ? Apakah hukum itu situasional, dulu pakai hukum cinta dan sekarang hukum saling tuntut menuntut?
Semua peraturan manusia dalam bermasyarakat dibuat dengan harapan memperhatikan kehidupan satu sama lain. Kalau kita tinggal di satu pulau tanpa penghuni lain, hukum tidak lagi diperlukan. Tapi begitu banyak penghuninya maka ada saja aturan diperlukan untuk memetakan hak kepemilikan, hak publik dsb. Peraturan itu semua harus mengakar pada roh yang sama agar tidak saling silang dan berbenturan. Peraturan daerah setempat tidak boleh lari dan keluar dari peraturan perundangan yang ada di atasnya, yaitu Undang-Undang dan bahkan UU mengacu pada UUD 45. Kita memiliki UUD 45 dan Pancasila yang rasanya masih ampuh dijadikan dasar dalam setiap peraturan dan perundangan yang dibuat. Walaupun kenyataannya apapun UU yang dihasilkan, kok rasanya masih lagu lama yang dinyanyikan : KUHP Kasih Uang Habis Perkara…
Injil hari ini mengingatkan kita bahwa kita memiliki satu hukum yang tertinggi dan terutama, mengatasi segala bahasa, teritorial dan waktu, yang membuatnya pun tidak menjadi situasional. Hukum kasih tidak terbantahkan dan dapat diterapkan dari ranah pribadi antara pasangan suami istri, bahkan agama apapun, sampai dengan tingkat RT/RW, sekolah dan bahkan UU di satu negara.
Prinsip mengasihi tanpa batas tanpa syarat, sungguh sulit diterapkan. Persis seperti cincin yang melingkar pasangan yang telah sepakat sehidup semati dalam perkawinan, polos tanpa syarat. Wah kalau semua pasangan memelihara komitmen nya seperti di awal janji mereka, mungkin di bumi ini tidak ada lagi anak-anak menangis menjadi korban broken home. Tidak ada lagi diktator menguasai dan menindas rakyat sebagai balas dendam kehidupan masa kecilnya. Tidak ada lagi perang di bumi….Ya justru untuk itulah kita masih ada di bumi, semoga kita menjadi saluran kasih Tuhan agar mampu menebarkan dan membagikan kasih untuk memulihkan luka-luka yang pernah ada di tempat disekitar kita. Only by God’s grace, we can love others more than we do…
*Selamat menunaikan ibadah puasa kepada Anda yang mengamalkannya. Semoga niat tulus, kehendak baik dan amal ibadahnya diridhoi Allah SWT.
=================================================================
Bacaan Mat 22:34-40
“Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”
August 22, 2009 at 12:12 pm
Dear Bunda Ratna,
Salam kenal Bunda,
“Falling Love…”
Enak didengar.., enak dilihat…, enak pula dirasakan. Senang rasanya mendengar sahabat yang sedang jatuh cinta, bahagia kita kalau sahabat yang sedang jatuh cinta, karena kita merasakan kebahagiaannya.
“Jatuh Cinta” pada Bunda, tulisan Bunda, Sikap Positif Bunda….
Setiap pagi ada beberapa koran terbit dengan “headline (HL)” yang kurang positif, berita-berita mengundang kemirisan dan kesedihan, berita-berita
yang membuat kita ketakutan atau marah, berita-berita yang bombastis dalam
analisa politik yang spekulatif.
Bayangkan pagi hari kita sudah disuguhi hal-hal yang kurang positif.
Anehnya, berita semacam itu LAKU, artinya dibeli, artinya disukai.
Apakah itu pilihan kita untuk menempatkan diri di sisi yang negatif?
Dengan membaca atau membeli koran-koran berisikan “negatif” maka kita membeli, menerima, kemudian menjadikannya sebagai “pola” dalam pikiran kita dan dalam sikap kita.
HEART, (Jantung atau “HATI”) sudah ditinggalkan digantikan “MIND” (otak).
Mind terbatas pada rasionalitas dan logika.
Heart, bebas ke atas, ke bawah, ke samping, maju atau mundur.
Dan Heart selalu jujur (positif), sangat cerdas, dan mampu ber”pikir” beberapa milyar kali lebih cepat dan teliti dibanding “Mind”.
Yesus sudah membuktikan itu !
“Hati” Yesus sudah berbuat dalam karyaNya.
“LOVE” hanya ada karena “HEART” bukan “MIND”.
Heart tidak memiliki bendahara dalam bekerja,
Heart tidak mengarapkan “pahala” dalam bekerja.
Bunda,
Sepertinya kita harus “memungut” Hati yang sudah ditinggalkan. Kemudian meletakannya kembali dalam kehidupan manusia.
Salam Damai dalam Allah Tuhan Kita