Fiat Voluntas Tua

Gak Mudah Jadi Janda

| 1 Comment

“Janda ini memberi dari kekurangannya”

Dalam sebuah milis aktivis perempuan  dan HAM terjadi perdebatan mengapa ada kata janda  kembang, janda muda dsb. Kata ‘janda’ selalu dikonotasikan negatif di masyarakat timur. Sehingga siapapun perempuan berpredikat janda, baik janda cerai atau ditinggal mati suami, biarpun dia profesional dan berprestasi tetap terkesan miring. Bahkan ada yang dijauhi perempuan bersuami, takut ‘digoda’ sang janda. Hal yang serupa tidak terjadi bila sang pria adalah duda, mungkin mereka malu jadi duda  lama-lama sehingga lebih mudah memutuskan merubah status menjadi ‘suami’ daripada menduda.  Walaupun ada juga rekan aktivis janda yang cuek bebek dengan apa kata orang, sebagai perempuan keadaan (menjadi janda) ini pasti akan dihadapi di masyarakat paternalistik ini.

Hari ini saya merenungkan perikop ini dan belajar banyak dari seorang janda yang saya kenal dekat. Di hari tuanya ia memberikan segalanya untuk Tuhan, sehabis-habisnya …. dan itu ia lakukan sejak suaminya masih hidup. Sebagai seorang bidan ia tidak kenal lelah menolong orang, sampai akhirnya ia mampu membuka klinik bersalin di rumahnya demi menolong orang tidak mampu untuk melahirkan. Walaupun sudah pensiun dan tidak berpraktek lagi sebagai bidan, ia tidak pernah berhenti memberikan dirinya bagi orang lain.

Setelah suaminya meninggal semangat pelayanannya semakin total ia berikan, bahkan  bersedia menjadi ketua lingkungan kami padahal ibunya masih membutuhkan perhatian karena sakit tua. Ia juga menyediakan diri membuka apotik murah “Serba Seribu”. bagi umat  lingkungan dan sekitarnya. Anaknya, Marini, yang masih single ikut sibuk mengantar ibunya kemana-mana. Dan saat ibunya menjadi ketua lingkungan, Marini pun ‘terpaksa’ menjadi Sekretaris Lingkungan. Mereka ikut juga datang latihan koor lingkungan.

Lima bulan lalu anaknya perempuan meninggal karena kanker, lalu karena tidak mau merepotkan dan juga mungkin kesulitan ekonomi, menantunya menitipkan kedua anak balitanya di panti asuhan. Sebagai seorang nenek, yang juga lansia, pensiunan tanpa penghasilan berlebih, tidak tega dan meminta untuk boleh mengasuh si bungsu dirumahnya.

Kemarin pagi saya mendapat kabar duka, kali ini Tuhan meminta anaknya Marini, yang sedang mempersiapkan pernikahan, pulang kerumah Bapa.  Yang membuat saya sedih, adalah Marini meninggal justru di rumah sakit saat ia sedang dirawat. Kejadiannya tidak jelas persisnya bagaimana, tetapi Marini terjatuh dari tempat tidur. As simple as that?  Gak ada yang percaya, termasuk sang ibu tercinta. Ia menuntut untuk otopsi, tapi setelah berdoa dan ‘berbicara’ dengan Marini, alih-alih menuntut pihak RS karena keteledorannya, ia memutuskan untuk membatalkan otopsi dan  menerima jenazah anaknya.

Pagi ini menjelang misa requiem, sang janda yang saya kenal gigih ini, dipelukan saya tidak kuasa menahan tangis dan berkata “Saya tidak kuat lagi bu, bantu saya menghadapi hidup.” Romo paroki yang juga dekat dengan Marini pun serasa tidak percaya menghadapi kenyataan ini. Marini sang gadis batak tapi halus seperti orang Jawa, dipanggil Tuhan diusia 32 tahun saat akan mempersiapkan pernikahannya. Sekarang ia sudah bertemu dengan ‘kekasih’nya yang juga kita nanti-nantikan  untuk berjumpa.

Dari ketulusannya, kepolosannya dan kecintaannya pada Yesus, ia serahkan semua yang ia miliki. Suaminya, anak-anaknya satu persatu dipersembahkan kembali ke tangan Tuhan, kehidupannya pun ia berikan untuk memperhatikan orang-orang yang lebih miskin dan lebih susah darinya. Tidak ada yang ia tolak bila ada tamu datang kerumahnya meminta bantuan medis atau apapun.

Kita tidak mengerti saat kelahiran dan kematian, ini semua misteri ilahi. Tapi satu hal yang pasti, Ia tidak pernah meninggalkan kita, termasuk tidak pernah meninggalkan sang janda ketua lingkungan kami ini. Ada banyak umat lingkungan yang datang membantu dan memberikan perhatian padanya. Rasanya sebagai perempuan dan belum menjadi janda, saya malu melihat pengorbanannya yang total bagi Kristus.

Bapa, kami antarkan Marini kembali kepadaMu dan terimalah dia dengan sukacita surgawi. Gantikanlah airmata ibunya dengan penghiburan melimpah sehingga ia melihat bahwa Engkau tetap mengasihinya dan menyertainya.

Selamat jalan Marini, selamat berjumpa Kristus, kami akan menggantikanmu menjaga mama dan menemaninya melayani umat dan masyarakat.

============================================================================

Bacaan   Mrk 12:38-44

“Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.” Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

One Comment

  1. saya sangat salut bagi para janda katolik yang berprinsip dan memegan teguh ajaran katolik sebagai landasan fundamental untuk menhadapi semua permasalahan yang berkaitan dengan stasusnya.

Leave a Reply to Domingos Savio Cancel reply

Required fields are marked *.