Ia tidak waras lagi.
Dengan meningkatnya kegiatan didalam dan diluar kota akhir-akhir ini, saya merasa agak sensi, rasanya mudah tersinggung, sering menjadi melow bahkan terkadang sampai menangis sendiri. Dari berbagai telpon, sms , email bahkan melalui obrolan, saya mendapat dukungan yang positif dan membangunkan semangat, tapi kadang ada juga yang membunuh semangat. Begitu sedihnya sehingga saya sempat bertanya ” apa betul yang saya kerjakan ini benar? Benar menurut ukuran siapa? Berhargakah perjuangan ini kalau harus sering meninggalkan anak-anak dan suami bahkan seolah mereka seperti dinomor duakan? Jangan-jangan saya sudah tidak waras lagi. Tidak normal – karena melakukan yang tidak umum dilakukan orang banyak, tidak umum dilakukan teman-teman bahkan didalam keluarga besar saya sendiri. Bahkan tidak umum dilakukan seorang ibu dan sebagai istri. Yang terkadang membuat lebih sedih justru komentar orang-orang yang paling dekat yang seharusnya saya harapkan dukungannya.
Injil hari ini meneguhkan saya, bahwa di masa Yesus melakukan pekabaran Injil bahkan sampai menyembuhkan banyak orang dimana-mana, Ia dikenal dan dicari banyak orang. Apapun motivasinya Ia sudah menjadi milik publik. No privacy at all. Semua orang tidak mau kehilangan kesempatan berharga saat berjumpa dengan Yesus. Untungnya Yesus tidak membiarkan kepopuleranNya menjadikannya tinggi hati. Ia tetap low profile dengan menjaga hubunganNya dengan Bapa melalui doa harian. Ia terus berjalan dari kota ke kota memberitakan Injil sebagai misi utamaNya.
Rupanya kaum kerabat atau sanak familiNya, merasa bahwa Yesus yang juga menjadi bagian dari kelompok mereka melakukan hal yang tidak umum, bahkan menentang kelompok Farisi dan Ahli Taurat yang disegani. Mereka kurang memahami ajaran Yesus karena memang mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengerti mengapa Yesus melakukan aktivitas ‘nyeleneh’ itu. Mereka tidak memiliki kesempatan seperti para muridNya yang mengenal apa dan bagaimana ajaran Yesus sebenarnya. Maka untuk menjaga martabat keluarga di mata pemuka agama, mereka justru mengatakan Yesus lah yang tidak waras. Sehingga tindakan kerabat Yesus justru menjadi jangat jauh dan bertentangan dengan misiNya.
Kita sering juga menghadapi hal serupa. Saat kita memiliki visi dan berjuang keras mencapai visi itu dengan segala daya upaya, justru tantangannya datang dari orang-orang disekitar kita. Mereka yang diharapkan mendukung kita justru menarik kita dan menahan kita untuk bergerak menuju impian kita. Bisa jadi teman se paroki, teman sekomunitas atau sanak famili bahkan keluarga sendiri. Mereka mungkin bermaksud baik agar kita tidak terjerumus atau salah arah bahkan terperangkap situasi buruk. Lalu apa yang akan kita lakukan?
Pentingnya komunikasi dalam membangun relasi yang berkualitas sangatlah diperlukan, terutama antara kita dengan orang-orang disekitar kita. Waktu adalah kendalanya, sehingga skala prioritas harus dibuat. Yesus pun juga memiliki skala prioritas, Ia memilih meneruskan pelayananNya walau keluargaNya meminta Ia pulang. Tetapi Ia juga menemui dan menjelaskan kepada mereka mengapa Ia harus melakukannya.
Orang lain bisa berpendapat bebas bahkan menghakimi kita, tapi selama kita memiliki dukungan keluarga maka disitulah kekuatan kita seutuhnya. Maka orang-orang yang ditolak oleh keluarganya adalah sungguh orang paling menderita didunia. Tidak heran banyak yang memilih bunuh diri karena merasa tidak ada lagi siapapun yang berarti baginya, bahkan harapannya terakhir yaitu keluarganya pun menolaknya. Bila kita memahami apa rencana Allah dalam hidup kita, maka kitapun akan diberi kemampuan untuk menjelaskannya kepada orang-orang yang kita kasihi dan serta merta memohon doa restu mereka untuk melaksanakan misi panggilanNya dalam hidup kita. Demikian juga kita diberi kemampuan menerima setiap anggota keluarga kita dengan segala kelemahan dan kekurangannya karena Allah pun mengasihinya.
Untuk seluruh keluargaku terkasih, suami dan anak-anakku, adik-adik dan para iparku, thanks to all of you who keep praying on me during this tough times. Tidak ada lagi bapak dan ibu yang mendampingiku, hanya kalian disekelilingku yang dengan sabar menanggung segala tantangan dan menghadapinya bersama-sama demi menyambut datangnya Kerajaan Surga di bumi tempat kita tinggal. Kalian ada dekat di hatiku walau kita berkali-kali harus terpisah jauh. May the love of Good keep us together.
===============================================================
Bacaan Mrk (3:20-21)
Sekali peristiwa Yesus bersama murid-murid- Nya masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka, “Ia tidak waras lagi.”
January 24, 2009 at 9:06 pm
Hai Nana, be strong ya.
Dalam segala sesuatu pasti ada dua sisi yang bertolak belakang. Ada hitam dan putih, ada baik dan jelek, ada pujian dan cacian.
Apa pun yang kita lakukan, lakukanlah itu seperti kita melakukannya untuk Tuhan. Aku sering baca note kamu dan blog kamu…2 thumbs up buat kamu.
So, do the best ya sist… Tuhan yang melihat hasil karya kamu.
January 27, 2009 at 12:26 am
Thanks Sara, kita saling mendoakan ya. Saya bukan orang yang sekuat kamu kira, tapi saya tahu diantara kelemahan saya Tuhan telah melengkapi dengan rahmatNya. Kalau saat ini saya sampai di titik seperti sekarang, itu juga karena kemurahanNya. Semoga kita dimampukan bertahan sampai garis akhir kemenangan dalam perjuangan hidup ini. AMDG