Fiat Voluntas Tua

Renungan Natal – Dialog yang Mencerahkan (Mgr I. Suharyo Pr)

| 0 comments

Suatu hari seorang guru mengajak murid-muridnya berjalan-jalan. Mereka sampai di lapangan. Di tempat itu, banyak anak sedang bermain.
Melihat anak-anak yang sedang bermain itu, seorang murid berkata, “Guru, lihat betapa anak-anak itu tampak senang.” Sang guru menjawab, “Ya, mereka kelihatan senang, tetapi sebenarnya mereka tidak bahagia.” Murid itu bertanya, “Yang guru maksudkan?” Sang guru menjawab, “Coba kamu kumpulkan keping-keping uang yang ada padamu. Lalu, lemparkan ke tengah mereka dan lihat apa yang terjadi.”

Mereka melakukannya. Anak-anak yang sedang ramai bermain itu meninggalkan permainan mereka, berebut uang, berteriak saling memaki, dan berkelahi. Sang guru berkata,
“Kamu mengerti?” Murid-murid itu mengangguk, paham.
Dialog pendek ini mencerahkan, para murid memahami perbedaan hakiki antara rasa senang dan bahagia.

Dialog

Hari-hari ini, umat Kristiani merayakan Natal, kelahiran Yesus. Salah satu nas — dari sekian banyak yang lain — yang menggambarkan kelahiran Yesus mengatakan, “Walaupun dalam rupa Allah… telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2:6-7).
Ia menjadi sama dengan manusia agar dapat berdialog dengan manusia.
Dengan perantaraan Yesus, “Allah menyapa manusia sebagai sahabat (bdk Kel 33:11; Yoh 15:14-15) dan bergaul dengan mereka (bdk Bar 3:38).”

Melalui dialog itu, manusia dibawa kepada yang sejati, yang hakiki. Kisah-kisah di sekitar kelahiran Yesus kaya dialog, membawa orang kepada yang sejati dan hakiki. Dialog antara Gabriel dan Maria menuntun Maria kepada
kesadaran bahwa dirinya hamba yang seutuhnya tersedia bagi rencana Allah (Luk 1:26-38). Dialog antara Maria dan Elisabeth membawa mereka kepada pengalaman akan kebahagiaan sejati (Luk 1:39-45).

Halaman-halaman Injil juga banyak mengisahkan berbagai dialog yang mencerahkan. Percakapan Yesus dengan Nikodemus (Yoh 3:1-21) — yang boleh disebut dialog iman — memuat pesan, penghayatan iman harus selalu diperbarui. Dialog Yesus dengan perempuan Samaria (Yoh 4:1-42) — yang boleh disebut dialog antarkebudayaan — membongkar pola berpikir eksklusif yang menimbulkan berbagai ketegangan.

Pertanyaan Yesus yang diajukan kepada Bartimeus (Mrk 10:51), “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” — yang bisa dipahami sebagai dialog dengan kaum marjinal — mengungkapkan penghormatan akan martabat manusia sebagai landasan dasar setiap pergaulan yang mencerahkan. Berbagai lapis dialog seperti inilah yang menjadi tiang-tiang penyangga peradaban baru,
peradaban manusia yang luhur.

Akar rumput

Pada tataran internasional, dinamika peradaban dialog menjadi amat nyata, misalnya, dalam pertemuan para tokoh berbagai agama di Nikosia, Siprus, bertema, “Peradaban Damai, Agama, dan Budaya dalam Dialog”.

Sebelumnya, Raja Abdullah dari Arab Saudi melakukan langkah spektakuler dalam dialog dengan berkunjung ke Vatikan, kemudian menggelar dialog antaragama di Arab Saudi. Selain itu, Vatikan juga mengundang tokoh-tokoh Muslim, termasuk dari Indonesia, untuk mengadakan dialog pada awal November.

Sebelumnya, Rabi Kepala dari Haifa diundang berbicara dalam Sinode Para Uskup di Vatikan. Semua ini memberi harapan kepada umat manusia sedunia akan munculnya peradaban baru yaitu, peradaban dialog.

Pada tataran akar rumput, kerelaan untuk berdialog pun mampu mencerahkan dan memberdayakan. Credit Union “Mardi Rahayu” yang kini sedang berkembang  pelan-pelan di lingkungan komunitas di salah satu wilayah di Klaten merupakan buah dari dialog pula.

Melalui CU itu, komunitas di tempat itu ingin mengambil sikap terhadap tantangan aktual dengan membangun habitus baru, cara berpikir dan bertindak baru. Semboyan-semboyan yang dihapalkan anak-anak dalam komunitas itu sederhana, tetapi mempunyai daya mengubah paradigma. “Ayo teman-temanku menabung di CU untuk masa depanmu, jangan ragu-ragu; sisihkan uang jajanmu, hindari pemborosan yang tidak perlu.”

Semoga Yesus yang datang untuk menyapa kita sebagai sahabat mendorong kita untuk menyapa sesama sebagai saudara.

Selamat Natal dan Tahun Baru 2009.

Kompas 24-12-2008  (Oleh Mgr I. Suharyo Pr — Uskup Agung Semarang)

Leave a Reply

Required fields are marked *.