Saudara-Saudari terkasih,
Saya mau mengawali kotbah pada hari Raya Kristus Raja semesta alam dengan bercerita tentang “Dokar Pak Trembel”.
Pak Trembel memiliki dokar sebagai mata pencahariannya setiap hari untuk menghidupi 1 isteri dan 3 anaknya. Ia menetapkan tarif naik dokar dari Desa Gemah Ripah sampai Pasar Artomoro (sekitara 10 km) dengan tarif kelas VIP: 10.000, tapi kalau roda rusak, tidak perlu turun dan ikut memperbaiki, tarif kelas II: 7.500 kalau kereta rusak, harus turun tetapi boleh lihat saja, kelas III: 5000, harus ikut turun, harus ikut memperbaiki dan harus mendorong. Panurata pilih tarif kelas VIP, Jerawati kelas II, dan Trimbil kelas III.
Kira-kira, apakah Bapak Ibu, anak-anak, mau memilih kelas III? Pasti rasanya kita enggan memilih kelas III, kita lebih suka kelas I, meski mahal, tapi nggak masalah, jadi nggak kerepotan. Masak sudah bayar masih mau disuruh ikut memperbaiki, enak aja!!
Saudara-Saudariku terkasih, mungkinkah dalam “kelompok para penumpang dokar” tadi ada getaran hati untuk saling menolong antara penumpang dan kusir dokar, Pak Trembel? Trimbil mungkin terpaksa harus ikut menolong, karena ya bagaimanapun juga dia orang pas-pasan dari segi keuangan. Ataukah kita mau berperan sebagai Jerawati, yang pinter jadi “pengamat” saja, toh memang sudah membayar sebagaimana tawar menawar dengan kusir. Apalagi Panurata, ia mengatakan tidak akan menolong, kan dia sudah menepati janji sebelum naik, mau naik kelas 1 dengan syarat tidak usah turun dan memperbaiki kalau kereta rusak. Diri kita mau pilih berperan sebagai Panurata, Jerawati atau Trimbil?
Saudara-Saudara terkasih, kelompok penumpang tadi yang tercipta karena “ketentuan tarif kelas utama, kelas II dan kelas III”, menutup kemungkinan untuk mendengarkan jeritan kusir yang butuh pertolongan, meski kusir itu ada di depan matanya. Orang seperti Trimbil, membantu karena terpaksa, dan sikap macam begitu juga sikap “terbelenggu”, kalau punya uang, ia pun barangkali tidak akan memilih kelas III.
Janganlah heran, barangkali komunitas kita kerap kali dibentuk dan dihidupi berdasarkan aturan-aturan yang menghambat “hadirnya cinta Tuhan” yang memberi kesegaran hidup. Aturan itu kita buat sedemikian rupa seolah-olah itu benar adanya. Cobalah perhatikan ungkapan ini, “Jangan berharap yang misa banyak yang datang, kalau dia sendiri tidak mau aktif di lingkungan! Jangan harap ada pertolongan kalau dia sakit, padahal waktu mereka sehat, tidak juga pernah mau terlibat pendalaman iman di lingkungan! Jangan harap, aku mengampunimu kalau kamu tidak mengampuni aku lebih dulu! Kalau kamu mau dihargai, ya hargai dong orang lain dulu, aku juga menghargai kamu kalau kamu mau menghargai aku!” Hukum balas jasa macam begitu, amat mewarnai bahasa pergaulan di lingkungan, paroki dan masyarakat. Padahal banyak orang miskin, banyak orang lemah dan tersingkir tidak akan pernah bisa membalas kebaikan bapak ibu dan saudara-saudari.
Justru karena orang miskin tidak bisa membalas kebaikan kita itulah, mereka memanggil kita, untuk menjadi tanda kehadiran Tuhan dalam diri orang miskin, lemah dan tersingkir. Mereka memanggil kita agar kita terlibat, sehingga kehadiran kita pun, apapun bentuknya, menjadi “sahabat dalam derita”. Dalam bacaan hari ini, Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan orang yang hina. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40).
Di lain sisi, “keterbatasan” orang miskin untuk membalas kebaikan kita, sebenarnya tidak hanya sekedar panggilan untuk menghadirkan kasih Tuhan, melainkan juga mereka memberikan berkat berlimpah, yakni : Tuhan juga hadir dalam diri kita untuk mengalami pemurnian diri, yakni Tuhan mencabuti akar akar egoisme yang mencari kepuasan batin dalam perbuatan baik dan saleh sekalipun. Dengan kehilangan kepuasan batin, kita belajar untuk memiliki motivasi murni dalam menolong orang lain karena apalah artinya kita terlibat dalam penderitaan sesama, kalau hati kita “penuh dengan egoisme rohani”! Kalau masih mencari kepuasan rohani, sebenarnya kita masih merasa berhak untuk menguasai diri kita sendiri. Kita masih ingin menjadi raja bagi hidup kita. Akibatnya, kita belum memberi kesempatan Kristus menjadi raja atas hidup kita.
Marilah kita belajar untuk mempercepat hadirnya Kristus Sang Raja Semesta Alam dengan “mengubah kelompok dokar Trembel” menjadi “komunitas dokar Trembel”. Artinya, kita tidak sekedar membangun kelompok orang berdasarkan minat, status, jabatan yang selevel, melainkan membangun sebuah kelompok orang yang dibangun karena sadar, bahwa kita ini adalah anggota Tubuh Mistik, dan Kristus Sang Kepala. Dalam Tubuh-Nya, kita bisa menjadi “satu saudara”. Dengan “persaudaraan” itu, akan tercipta banyak kesempatan yang membuat orang kecil, lemah dan tersingkir menjadi pribadi yang dapat hidup layak: punya penghasilan, kebutuhan pokok terpenuhi, terlayani kesehatan dan pendidikan mereka, serta diberi kesempatan pula untuk menentukan hidupnya sendiri.
Kalau kenyataan itu terjadi, semakin nyatalah hanya Kristus yang menjadi raja semesta alam bagi kita, bukan diriku, bukan juga manusia lain. [Blasius Slamet, Pr]
=================================================================
Bacaan Mat 25:31-46
25:31 “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya.
25:32 Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing,
25:33 dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.
25:34 Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.
25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;
25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?
25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?
25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?
25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
25:41 Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.
25:42 Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum;
25:43 ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku.
25:44 Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?
25:45 Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.
25:46 Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”