“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.”
Di berbagai tempat rawan bencana, seharusnya sudah dibentuk budaya siaga dan waspada. Tempat-tempat seperti di sekitar gunung berapi, daerah rawan banjir dan rawan tanah longsor, perlu dilakukan latihan evakuasi agar setiap orang tahu apa dan kemana harus pergi bila bahaya ada di depan mata. Bila tidak pernah diajarkan dan dilatih maka bila kepanikan terjadi saat bencana, akan lebih banyak korban berjatuhan.
Disatu sisi kita memang harus membentuk budaya waspada agar kita tidak shock, tidak terkejut dengan bencana dan bahaya yang diprediksi akan datang. Tapi disisi lain kita pun juga harus memiliki sikap waspada dan siaga untuk terus bekerja dan menjadi produktif. Mencari dan berusaha maksimal ‘mumpung’ hari masih siang, mumpung tidak ada bencana. Mumpung kita masih muda, mumpung kita masih sehat, mumpung masih ada waktu, mumpung ada kesempatan.
Boleh saja kita punya attitude ‘prepare for the worst’ atau ‘worst come to worst’ yang maksudnya baik, mempersiapkan segala alternatif terburuk bila asumsi-asumsi tidak berlaku. Dunia bisnis biasa melakukannya, sehingga mereka menumpuk cadangan yang kadang menjadi mubazir. Kalau-kalau nanti susah, maka ada cadangan cukup. Hari ini kita diingatkan untuk tetap membangun sikap “prepare for the best”, sikap ‘alert’ atau waspada untuk setiap kesempatan yang datang. Jangan sampai kita membuang kesempatan untuk berbuat yang terbaik, memberikan yang maksimal, bukan untuk perusahaan tapi semua yang dilakukan – it has to be the best – untuk kemuliaan Tuhan.
Sikap dimana kita harus mengencangkan ikat pinggang seperti layaknya pelayan pesta orang Yahudi adalah sikap siap bekerja menyambut dan melayani tamu di perjamuan makan – makanya para romo pasti pake tali untuk mengikat albanya sebelum menyelenggarakan Perjamuan Ekaristi. Tali pengikat jubah ini adalah tanda bahwa mereka siap ambil bagian dalam melayani umat melalui berbagai Sakramen. Kalau romo siap dengan mengikatkan single pada jubah albanya sebagai simbol pelayan Tuhan, bagaimana kita menyikapinya dalam tindakan keseharian kita?
Memiliki sikap siap melayani adalah kemampuan mengenali kesempatan-kesempatan dimana Tuhan hadir melalui orang-orang disekitar kita. Kebiasaan ini dimulai dari kepedulian kita untuk mengenali kebutuhan orang lain serta mencari alternatif jalan keluar untuk memenuhinya. Bila mendengar ada yang sakit, tanyalah apa yang kita bisa lakukan. Kalau kita tidak mampu memberikan, adakah yang kita bisa mintakan tolong, atau adakah cara lain menolongnya. Saat mendengar ada yang kesulitan, waspadalah jangan-jangan disitulah Tuhan hadir dan datang menyapa kita. Mereka yang lapar fisik dan lapar kasih sayang, haus perhatian, dipenjara, telanjang dan dipermalukan, tersisihkan karena berbagai hal – bukankah disitu juga Tuhan hadir?
Maka marilah kita mempersiapkan dan melatih diri untuk setia dan terus menerus ‘mengencangkan ikat pinggang’, tak hendak melonggarkannya. Karena dengan melatih diri untuk menjaga kepekaan atas keadaan sekitarnya dan menunjukkan kepedulian nya bagi mereka yang menderita, kita akan menemukan kebahagian. Kepedulian dan kepekaan bisa terus dilatih bila kita senantiasa mengutamakan pimpinan Roh Kudus, laksana pelita yang dijaga agar tetap menyala dalam hati dan pikiran kita.
Semoga kita bisa menemukan kehadiran Tuhan dalam mengenali kesulitan orang lain, dan melayani Tuhan dengan membantu mereka mengatasi kesulitannya.
===================================================================
Bacaan Luk 12:35-38
12:35 “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.
12:36 Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya.
12:37 Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka.
12:38 Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka