Day by day, Oh dear Lord! Three things I pray: To see Thee more clearly, love Thee more dearly, and follow Thee more nearly –Peringatan St. Fransiskus Assisi
Saat ini, saya sedang bersama dengan seorang sahabat Yesuit. Rama Sardi, namanya. Meskipun kami bersama ketika memasuki novisiat, tetapi saya ditahbiskan lebih dulu. Sejak tahun 1997, kami tidak pernah lagi bertemu dan mengobrol sana-sini dengan akrab. Bahkan, saya belum pernah mengikuti misa yang ia persembahkan. Demikian pula sebaliknya, ia belum pernah mendengarkan kotbah saya dalam suatu misa. Saat ini terjadilah misa pertama Rama Sardi untuk saya. Sahabat Jesuit ini, ketika kami menjalani masa pendidikan, selalu bersama. Dalam suatu experiment di novisiat pernah pula kami berantem dan saling mendiamkan. Ini sepenggal pengalaman yang selalu kami ingat. Sekarang badannya gemuk. Jidatnya sudah mulai botak.
Yang berbeda lagi adalah kalau ia mulai berbicara. Sardi yang saya kenal dulu sangat berbeda dengan sekarang. Dulu, kalau ia berbicara kalimatnya tidak pernah lengkap. Saya mengejeknya dengan sebutan “ahli kalimat elips”. Subyek atau predikat kalimatnya sering hilang. Sekarang tidak lagi. Berhadapan dengannya, saya menyadari bahwa pengenalan terhadap seseorang hanya sebagian kecil yang bisa saya tangkap. Tetapi, semakin lama berkembang. Secara fisik, Sardi yang dulu masih belum banyak bedanya (kecuali jidatnya yang kempling dan perutnya yang mulai buncit). Sekarang, kedalaman sahabat itu mulai saya kenal. Layaklah kalau ia menjadi magister untuk para novis Serikat Yesus. Kedalam itulah yang menarik banyak orang untuk datang kepadanya. Pengenalan saya dengan sahabat saya itu bukan karena saya membuat analysis dengan pertolongan ilmu-ilmu psikologi atau ilmu manusia tentang dia tetapi karena kedekatan. Kedekatan membuat saya kenal bahkan kenal sampai dalam, meskipun kadang-kadang tempat tugas berjauhan.
Manusia memang sangat terbatas. Kalau ia berhadapan dengan materi (benda-benda, makhluk baik hidup maupun mati)), ia hanya bisa menangkap sebagian kecil dari materi itu. Ia tidak akan bisa menangkap keseluruhan esensi materi itu, demikian kata fisika quantum. Seakan-akan materi itu merupakan “misteri”. Meskipun tidak bisa menangkap secara keseluruhan tetapi bukan berarti statis. Manusia bisa semakin mengenal lebih jauh dan mendalam materi yang dihadapi. Demikian juga cara manusia memahami
“misteri” materi itu tidak bisa hanya dengan sebagian kemampuan yang dimilikinya. Realitas hidup manusia tidak bisa dibedah hanya dengan satu ilmu saja. Realitas itu begitu kompleks, demikian orang sering
menyebutnya. Pemahaman manusia dengan seluruh realitasnya kadang-kadang dipersempit oleh manusia sendiri karena terlalu fanatik dengan satu ilmu yang dimilikinya. Sama seperti kalau kita ingin mengenal Tuhan, kita harus belajar Teologi. Dengan Teologi seolah-olah Tuhan bisa dipahami.
Waktu saya belajar Teologi muncul pertanyaan dalam hati, mengapa teologi justru membuat Tuhan jauh dari kehidupan saya. Padahal, dalam setiap doa, saya merasakan Tuhan itu begitu dekat. Pembimbing rohani mengatakan bahwa sebenarnya teologi berawal dari kontemplasi dan bukan merupakan hasil olah pikiran. Kontemplasi itulah yang dibahasakan oleh teologi. Tuhan yang dekat dalam kontemplasi menjadi runtut dan sistematis serta mudah dipahami orang lain karena bantuan teologi. Maka, tidak bisa dibalik, karena
teologi saya memahami Tuhan. Awalnya adalah suatu kontemplasi. Di situlah manusia berdekatan dan mengenal Tuhannya.
Apa yang terjadi dalam kontemplasi? Manusia meninggalkan semuanya dan membuka hati terhadap kehadiran Tuhan. Dalam bacaan Injil hari ini (luk10:17-24) , Yesus berkata,”Aku bersyukur kepadaMu, ya Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Kausembunyikan bagi orang bijak dan pandai,
tetapi Kaunyatakan kepada orang kecil.” Kalau Yesus mengatakan “Kausembunyikan bagi orang bijak dan pandai”, bukan berarti berbahagialah yang bodoh karena akan lebih mengenal Tuhan. Dalam kontemplasi terjadi pelepasan segala kepandaian yang dimiliki, dan manusia menghadapNya dengan penuh kepasrahan terhadap apa yang akan terjadi. Karena yang dihadapinya saat itu adalah Sang Mahatahu. Hati tidak lagi ditutupi oleh kemampuan, kekayaan, keinginan, dan kepentingan kita sendiri. Sehingga, hati mampu memandang Sang Khalik dengan leluasa. Dalam hal ini dibutuhan suatu kemampuan dan latihan. Persis relasi saya dengan Rama Sardi, kedekatan membuat orang mengenal. Kedekatan inilah yang dipupuk dalam
kontemplasi. Kedekatan itulah yang membuat orang mengenal mendalam tentang Allahnya.
Dengan berpegang pada fisika quantum, kita menyadari bahwa pengenalan akan Allah tidak aka nada habisnya dan tidak pernah mutlak sampai kita mati. Pengenalan kita hanya sebagian kecil tetapi akan terus-menerus berkembang dan mendalam. Itulah misteri! Suatu pengenalan yang tak pernah habis digali.
Saat saya ditahbiskan diakon di Dili oleh Mgr. Basilio do Nascimento, saya diminta menuliskan motto tahbisan. Saya minta seorang seminaris untuk membuat tulisan:
Lor-loron Nai Maromak.
Buat tolu hau hakarak husu:
Hatene Ita Boot diak liu tan
Hadomi Ita Boot ho laran tomak
Tuir Ita Boot besik liu tan.
Kata-kata dalam bahasa Tetum ini sama artinya dengan judul di atas. Dan, doa itulah yang hendaknya menjadi permohonan kita setiap hari.
Salam untuk Saudara-saudari ku yang merayakan pesta pelindung: St.Fransiskus Assisi. [R. Maryono, SJ]
=====================================================================
Bacaan Luk 10:17-24
10:17 Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.”
10:18 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.
10:19 Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu.
10:20 Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga.”
10:21 Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.
10:22 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.”
10:23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat.
10:24 Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”