Fiat Voluntas Tua

Salib : Dari Batu Sandungan Menjadi Batu Lompatan

| 2 Comments

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal– Pesta Salib Suci

Seluruh isi Alkitab, baik Perjanjian Baru, Lama serta Deuterokanonika, intinya mengacu pada 10 Perintah Allah. Tapi kalau diperes lagi, seperti apa yang Yesus katakan hanya tentang : 2 perintah utama yaitu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”(Mat 22:37).  Bila di ringkas lagi maka, intinya hanyalah tentang kasih, kasih yang dicurahkan Bapa bagi kita melalui AnakNya Yesus Kristus yang dikorbankan di atas kayu salib karena mengasihi kita, agar kita mendapatkan hidup kekal.  “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16)

Dalam tradisi Yahudi, orang-orang yang sangat terkutuk, yang dosanya sudah tidak dapat diampuni, akan mendapatkan hukuman dengan digantung di kayu salib. Mereka ditempatkan di piggir jalan masuk kota, sehingga setiap orang yang lewat akan melihat orang-orang ini untuk ikut mengutukinya. Yang sudah mati pun bisa didiamkan sampai menunggu datangnya Sabat, sehingga mayat mereka yang tergantung dimakan burung-burung.

Karena cintaNya pada kita, maka Yesus merelakan diriNya mengambil posisi menjadi yang terkutuk dan mengalami sengsara sampai wafat di kayu salib. Tetapi bila salib dianggap kehinaan yang memalukan, dianggap batu sandungan di mata orang-orang Yahudi, bagi Yesus salib adalah batu loncatan menuju jalan kebahagiaan. Yesus rela melalui wafat dan sengsara bahkan rela mati di kayu salib, agar kita mengalami kebahagiaan abadi. Maka salib bagi kita seharusnya adalah batu loncatan juga bagi kehidupan selanjutnya yang lebih bahagia dan lebih baik.

Setiap orang sebagai pengikut Kristus, baik selibat atau tidak, menikah atau tidak, pasti memiliki ‘salib’ dalam kehidupannya. Keputusannya di tangan kita apakah akan terus menghindari ‘salib’ penderitaan dan menganggapnya sebagai batu sandungan. Atau berani menghadapinya, menguraikan permasalahan satu persatu dan percaya bawa ‘salib’ penderitaan ini adalah batu loncatan untuk menuju keadaan yang lebih baik. Yesus telah memberikan teladan bahkan  mengingatkan kita untuk siap memanggul salib penderitaan kalau mau disebut pengikut Kristus. “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:38)

Didalam kekayaan dan kemiskinan pun ada salib nya, demikian juga dalam susah dan senang, sakit maupun sehat, kita perlu menyadari bahwa semua itu perlu dihadapi dan dijalani agar kita menjadi semakin layak sebagai pengikut Kristus. Salib hanya kita gunakan untuk menyeberang agar sampai pada kehidupan rohani yang semakin baik, untuk meninggalkan manusia lama kita. Saat kita mengalami beban berat, kita bersyukur bahwa kita menerima kesempatan memanggul salib sebagai pengikut Kristus, dan percaya bahwa pasti dengan pimpinan Roh Kudus, kita akan mampu menerima kelepasan dan kebangkitan hidup menjadi lebih baik. Salib penderitaan kita saat ini hanyalah batu loncatan untuk menjadi semakin layak sebagai pengikut Kristus. Ad Maiorem Dei Gloriam.

===================================================================

Bacaan Yoh 3:13-17
3:13 Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.
3:14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
3:15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
3:17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia

2 Comments

  1. terima kasih atas renungan-renungannya. sangat bermanfaat untuk menuntun orang menjadi lebih beriman. semoga semakin hari renungannya semakin baik, mendalam, dan menyemangati para pembaca dalam menghayati imannya.
    apa boleh menyumbangkan renungan? kalau ya, kapan mesti dikirimkan dan dalam bentuk apa? minimum atau maksimum panjang tulisan berapa kata? god bless you all.

  2. Salam kenal juga romo Albert, terima kasih sudah mampir disini. Mohon doanya agar api pekabaran Injil tetap berkobar.
    Tentang sumbangan renungan tentu dengan senang hati diterima, bisa kirim via japri ke ratna_ariani@yahoo.com. Kalau berupa renungan harian mohon dikirim sebelum jam 12 WIB pada hari H max 200 kata dalam bentuk email biasa atau MS Word. Kalau ada foto boleh disertakan dalam format JPG – web format ; diubah dg Picture Manager. Bisa juga kirim pengalaman karya keasulan di tempat romo bertugas sehingga bisa dibagikan kepada pembaca. Kesaksian biasanya bisa lebih panjang, tidak masalah kok mo. Saya tunggu kirimannya. AMDG

Leave a Reply

Required fields are marked *.