“Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” –”Bawalah ke mari kepada-Ku.”
Saat homili di Misa perdananya, Romo Bei Witono SJ mengisahkan pengalamannya saat masih menjadi frater di Nabire. Sebagai pendamping murid SMA disana suatu saat ia memimpin sidak pemeriksaan tas para murid. Kalau sidak dilakukan di Jakarta mungkin akan menemui berbagai alat tawuran, seperti pisau lipat, rantai, juga rokok dan berbagai hal terlarang. Nah di kolese ini, ia menemukan hal yang aneh. Hampir disemua tas anak-anak ditemukan beberapa bungkusan sebesar bola tennis. Ternyata isinya singkong. Apa yang mereka lakukan? Saat istirahat maka anak-anak berkumpul dibawah pohon ketapang membawa bungkusan singkong ini. Lalu sambil duduk mereka membuat tanda salib dan membagikan singkongnya pada anak-anak lain. Mereka bukanlah anak orang kaya, mereka anak-anak petani miskin yang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai di sekolah. Tapi toh ditengah ketidakmampuan, mereka mampu berbagi dengan teman-temannya.
Saat reuni dengan teman-teman SMA Tere kemarin ternyata banyak yang membaca dan bertanya tentang blog ini. Seorang kawan yang tinggal di Amrik cerita bahwa ia sering membaca renungan harian ini, bahkan pastor nya sering mengutip juga dan memforward ke umat yang lain via milis paroki. Ada lagi yang bertanya, bagaimana caranya membuat renungan dan kapan membuatnya. Ada lagi yang merasa tidak punya waktu untuk pelayanan karena bekerja dsb. Saya sendiri tidak menyangka bahwa melalui blog yang sederhana ini, yang tadinya juga tidak ‘diniati’ dan ‘diminati’ untuk diteruskan, telah terjadi multiplikasi. Lewat milis di forward ke milis lain, lewat blog di copy bahkan dijadikan bahan homili. Banyakjuga yang gak sengaja mampir disini, gara-gara ketemu Mr Google. Saya bersyukur gak perlu pergi jauh-jauh untuk membawakan renungan, tapi lewat internet banyak juga yang bisa ikut menikmati ‘roti hidup’ disini. Ini hanya karena penyertaan Allah semata.
Apa yang kita bisa tangkap dari perikop pelipatgandaan rahmat Allah melalui lima roti dan dua ikan yang sering kita dengar dari kecil? Karya Allah yang luar biasa dalam pelipatgandaan bisa bekerja dalam hidup kita, bahkan mampu membuat mujizat melalui semangat berbagi selama kita memiliki hati yang welas asih. Saya lebih senang menggunakan Compassion dibandingkan ‘belas kasihan’ dalam kosa kata bahasa Indonesia. Gak ‘tegel’ kalau bahasa Jawa, gak tega-an kalau bahasa betawinya. Hati yang mudah tergerak saat melihat dan menyadari kesulitan orang lain di sekeliling kita.
Sebagai manusia wajar kalau para murid juga hopeless saat diminta memberi makan ribuan orang, uang dari mana dan kemana bisa mendapat makanan begitu banyak? Disisi lain Jesus sendiri sedang dalam suasana duka dan kehilangan yang mendalam karena wafatnya Johanes Pembaptis dengan mengenaskan. Tentu bukan suasana ideal untuk mengadakan mujizat. Tapi saat Ia melihat orang banyak yang begitu setia tidak beranjak mendengarkan ajaranNya, Ia pasti juga lapar tapi Yesus tidak tahan untuk meninggalkan mereka tanpa makanan. Ia tidak memikirkan perutnya sendiri saja, tapi Ia peduli akan orang banyak yang juga lapar.
Dalam ketidak mampuan para murid sekolah di Nabire tetap ingin berbagi dengan teman-temannya. Miskin harta dan miskin fasilitas, tidak membuat mereka miskin hati. Hati yang welas asih membuat mereka mampu berbagi dengan yang lain walau hanya berbagi singkong dan hanya cukup untuk menyenangkan 1-2 anak lainnya. Demikian juga kita, kalau memang kita ingin berbagi dengan banyak orang, memberi makanan jasmani ataupun rohani, hanya dibutuhkan hati yang welas asih. Hati yang sama yang dimiliki Tuhan Jesus, hati yang tergerak melihat orang kelaparan dan kesusahan, kita hanya perlu memiliki hati yang ingin berbagi.
Kalau sudah ada compassion, hati yang ingin berbagi, Tuhan hanya minta apa yang kita miliki untuk dipersembahkan bagiNya. Yang bawa singkong ya bawalah kepadaNya, berdoa bersyukur seperti anak-anak miskin di atas. Yang gak punya waktu banyak untuk berbagi kasih, ternyata Tuhan juga berkarya dengan teknologi untuk melakukan pelipatgandaan berkat. Kita sendiri sering merasa tergerak membaca berbagai email tentang kisah yang menyentuh hati dan akhirnya menggerakkan orang untuk berbagi membantu sesamanya. Mungkin kita pikir kita ‘hanya’ memforward, tapi untuk bisa memforward diperlukan hati yang welas asih, hati yang mau berbagi… hati yangberkata ” ah siapa tahu ada yang tergerak hatinya dan ikut membantu yang kesulitan”. Hati yang tidak tergerak hanya berkata ‘bagus juga’ dan kemudian delete, atau tidak peduli dan malah langsung delete.
Maka kalau kita ingin ambil bagian dalam memperbesar Kerajaan Allah, mari kita meminta hati yang dimiliki Tuhan Jesus, hati yang welas asih, yang mudah tergerak dan selalu ingin memberi dan ingin berbagi. Bukan hati yang mengeluh dan sering berkata saya tidak bisa, saya tidak punya uang, saya tidak punya waktu untuk pelayanan. Hehehe… jangan salah kita sama-sama diberi waktu 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Punya dua tangan, mata dan kaki. No more, no less, no excuses. Its not about time, it’s about priority in life.
Sehingga dengan memiliki hati yang welas asih, kita akan disadarkan untuk menggunakan dan memberikan apa yang ada pada kita untuk dipersembahkan bagi Dia. Semoga kita juga memiliki ketulusan hati seperti seorang anak yang mau membagikan bekal yang ada padanya. Dengan menahan laparnya sendiri ia melangkah datang kepada Yesus, sehingga akhirnya Tuhan memberkati dan mengubahkannya menjadi berarti bagi banyak orang. Yesus sendiri juga telah memberikan apa yang ada padaNya bagi kita, bahkan seluruh hidupNya sampai sengsara, wafat dan kebangkitanNya Ia bagikan kepada sebanyak mungkin orang. Siapkah kita juga berbagi? Tidak menahan berkat Tuhan tapi siap meneruskannya kepada yang lain termasuk memberikan sisa hidup kita bagi kemuliaan Tuhan?
===================================================================
Bacaan Mat 14:13-21
14:13 Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka.
14:14 Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.
14:15 Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.”
14:16 Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.”
14:17 Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.”
14:18 Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.”
14:19 Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.
14:20 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh.
14:21 Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak