Fiat Voluntas Tua

Keluargaku sebagai Gereja (Jansi Kuntag)

| 0 comments

Keluarga adalah gereja kecil dan masyarakat kecil. Dalam keluarga sebenarnya kita bisa memulai segala sesuatu sebelum terjun kepada kelompok yang lebih besar. Ayah dan ibu yang berhasil menjadi orang tua yang baik, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang baik dan berhasil di kantor, di masyarakat pun dalam organisasi gereja.

Seperti sharing Bu Ratna, akan menjadi lucu ketika kita tampil menawan di luar tetapi kacau dalam rumah yang kecil itu. Rumah dan keluarga adalah tempat kita melatih diri dalam banyak aspek kehidupan. Anak-anak tidak bisa melihat kebaikan Tuhan yang nyatanya memang tak terlihat, jika Papa-Mama di rumah tidak menampakkan kebaikan. Bukankah sapaan kepada Bapa di surga adalah Bapa, Ayah? Dan Bunda Maria dengan Bunda, ibu? Bagaimana anak-anak bisa mengatakan Bapa di surga itu baik, jika mereka melihat bapa di rumah kerjanya marah melulu, pulang kantor baca koran, nonton TV, anak2 tak disapa. Bagaimana anak-anak bisa mengatakan Bunda Maria baik, lemat lembut, penyayang, sederhana jika ibunya di rumah dandan menor melulu dan keluar terus, tak ada waktu dengan anak2? Kapan anak2 di belai, dipeluk, disapa, diperhatikan jika ibu tak pernah di rumah?

Pernah ada jawaban seorang murid dalam test di sekolah dasar, dimana ada gambar wanita menggendong bayi. Ada pilihan jawaban, gambar ini adalah gambar ibu, ayah atau pembantu; Jawaban sang murid adalah pembantu. Itu pasti rekaman yang ia dapati di rumah. Bahwa sang anak lebih mendapat kasih sayang ‘mbak’ daripada ibunya sendiri.
Okelah kalo sang ibu ikut bekerja, tapi apakah sehari penuh kerja? Kalo lembur mbok ya dirumah saja. Kalo meeting, sekali2 ajak si buah hati menemani agar merekapun tetap merasa punya ibu dan tahu ibunya bekerja untuk mereka; bukan bekerja untuk menghabiskan waktu saja agar tidak bersama mereka.
Pernah ada kisah di milis tentang seorang anak yang menabung agar bisa menggaji ibunya satu jam saja agar ibunya ada waktu untuk bermain bersama mereka.

Beberapa minggu lalu saya tanya anak saya, kalian ingin berapa jam mama bisa duduk bermain bersama kalian. Mereka menjawab, 3 jam, yang lain 4 jam, yang lain 6 jam. Ternyata walau Mamanya sudah full time di rumah, mereka tetap saja merasa kekurangan waktu bersama ibunya. Usia anak dibawah 12 tahun ternyata masih meminta kebersamaan dengan ibunya. Kita tidak bisa lagi mengganti masa2 indah ini jika mereka telah remaja. Akan tiba masanya mereka merasa tidak ingin berada dekat mamanya lagi karena kesibukan dan tarikan dunia luar sudah lebih kuat.

Sewaktu saya bekerja (part time) di Indo, kemana2 saya pergi membawa ke 4 putri saya ini. Saya menyetir sendiri, mobil sudah seperti rumah; ada TV, bantal, rantang, aqua galon, kotak baju. Jika saya turun dari mobil anak2 siap menonton TV. Bukan acara TV yang ditonton tapi kumpulan film anak2 dan lagu rohani. Saya tidak ingin anak2 menonton acara TV yang jarang memberikan tayangan yang mendidik. Membawa mereka di mobil bagi saya lebih banyak untungnya daripada meninggalkan mereka berada dirumah dengan orang lain.

Usia anak adalah usia dimana sebanyak mungkin hal baik terekam oleh indera mereka. Kita kadang berusaha menghindarkan mereka dari tontonan kekerasan, tontonan keributan. Tapi tanpa kita sadari mereka justru menonton langsung kekerasan itu dalam lingkungan keluarga dan rumah mereka.
Bagaimana anak2 bisa bersyukur atas kehidupan jika dirumah penuh keributan?
Bencana alam di TV begitu mengerikan, dimana2 kacau, porak-poranda dan kita ngeri melihatnya. Jika kita tidak mawas diri bencana alam di TV itu bisa ada dalam rumah kita, dan anak2 kita sendiri mengalami porak-porandanya hati setiap melihat orangtua mereka ribut sendiri.

Mari sebelum terlambat, ciptakan rumah dan keluarga yang nyaman dan aman bagi pertumbuhan anak2 kita. Bukankah untuk mereka juga kita lelah bekerja?
Salam dari Manila,
Jansi
Nb. Terima kasih sekali jika tulisan saya bisa meramaikan blog Fiat Voluntas Tua. Silahkan dimuat bu Ratna jika tulisan saya cocok untuk tema yang ada. Saya sertakan foto keluarga kami, bersama Bapak Uskup Manado sewaktu kunjungan ke Manila bulan lalu.

Catatan: Mbak Jansi meninggalkan Manado untuk menemani suami yang sedang tugas belajar di Manila. Mereka memboyong seluruh anak-anaknya tanpa disertai pembantu. Sebagai full time mother, mbak Jansi mendidik anak-anaknya dengan program home school. Salut untuk anda, berkat Tuhan menyertai senantiasa. AMDG – RA

Leave a Reply

Required fields are marked *.