“Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama dengan dia di tengah jalan”
Saya masih ingat sewaktu kecil, kami sering pergi keluar kota sekeluarga saat akhir pekan. Waktu itu belum lengkap 7 orang, masih 5 orang, saya perempuan sulung dan empat adik laki-laki. Tidak mudah membuat perjalanan ke puncak membawa lima anak dibawah 10 tahun nyaman dalam waktu 3 jam. Saya termasuk yang paling sering membuat tidak nyaman karena suka mabok di jalan. Hehehe…Mungkin kurang gizi ya, soalnya termasuk golongan anak yang susah makan. Anak-anak laki paling sering bikin ribut didalam mobil lah.
Bapak-ibu punya cara jitu agar perjalanan lancar, anak-anak diminta membuat perjanjian sebelum berangkat. Semua akan berlibur bersama, semua akan senang-senang dan berenang sesampainya di puncak. Tapi kalau ada yang bikin ribut di jalan, kita akan berhenti di jalan karena bapak tidak bisa konsentrasi mengemudikan mobil. Kalau perlu anak-anak yang membuat ribut ditinggal saja atau semua pulang ke rumah. Hhm… akal yang cerdik juga. Gak perlu marah-marah, kan? Akhirnya setelah semua mau berjanji perjalanan dimulai. Sekali dua kali masih ada yang melanggar dan bapak pun menepikan mobil. Anak yang iseng duluan harus minta maaf, anak yang dijahilin juga memaafkan dan janji tidak mengungkit-ungkit lagi. Kalau kesorean sampai di puncak kami tidak boleh berenang, harus menunggu besok nya lagi, jadi rugi kan?
Rupanya shock therapy begini manjur banget. Perjalanan ke puncak beberapa kali memang terganggu. Tapi lama kelamaan semua anak terbiasa untuk menjaga suasana agar lebih cepat sampai di puncak. Yang saya ingat saat kami remaja, jarang sekali terjadi perselisihan antar saudara. Dan sampai sekarang 6 dari 7 anak sudah berkeluarga, kami masih rukun walaupun sudah tidak memiliki orang tua.
Bacaan Injil hari ini mengajak kita merefleksikan perjalanan hidup kita juga. Hari demi hari yang kita lalui adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk membereskan hal-hal yang mengganggu bahkan bisa menghalangi perjalanan hidup kita bertemu dengan Tuhan. Ia yang lebih dulu mengasihi kita tanpa syarat, juga berharap kita mengasihi saudara dan sesama kita seperti Dia mengasihi kita. Ia ingin kita juga bertumbuh memiliki cinta yang all-out pada sesama kita seperti Dia mencintai semua manusia.
Apa gunanya kita menjalankan segala tatacara ibadah, aturan agama dan berbagai devosi tapi kita tidak melakukannya dengan totalitas penuh. Tidak mampu merefleksikannya dalam hubungan antar sesama manusia. Maka saya gak habis pikir kalau melihat ada orang yang memberikan donasi besar pada karya kemanusiaan, mengadakan Misa megah dirumahnya dengan konselebrasi beberapa romo tapi dalam kesehariannya sering bertindak tidak adil kepada karyawannya. Demikian juga mereka yang mengaku beragama, bahkan mampu melakukan ibadah ke tanah suci - dimanapun itu - tapi tidak mampu menjaga perjalanan hidup kesehariannya. Dimanakah Tuhan kita tempatkan?
Kalau tindakan kita membuat orang lain berduka, meratap, bahkan marah serta mengutuk kita, rasanya memang lebih baik kita berhenti sejenak. Kembali menghampiri mereka untuk memperbaiki hubungan, baiklah kita minta maaf dan juga memaafkan yang lain, agar tidak ada halangan apapun baik di hati kita juga di hati saudara kita sebelum kita semua berhadapan dengan sang Khalik. Kapan? Who knows, yang jelas Tuhan masih memberikan kesempatan hari ini bagi setiap orang yang ingin memperbaiki dirinya agar semakin serupa dengan Kristus. Jangan tunggu sampai ada penyesalan, karena penyesalan selalu terlambat datang. Kenyataannya, semakin lama tidak diperbaiki maka semakin sering dan semakin mudah juga kita melukai orang lain … For this shake, Heaven can wait.
==================================================================
Bacaan: Mat 5:20-26)
“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala- nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”
June 12, 2008 at 1:06 pm
Email dari mbak Jansi di Manila:
Bu Ratna, tk sharingnya.
Saya ingat ke 4 anak putri saya. Selama mereka di Indo, selalu mengandalkan Mbak yang kerja untuk beresian semua.
Selama kami di perantauan, kami tak pakai tenaga kerja untuk membantu kami di rumah, saya mengatur jadwal agar ke 4 putri saya ini bisa bahu membahu menyelesaikan pekerjaan rumah, diantara waktu belajar mereka.
Kadangkala selisih paham tapi yang menarik lebih banyak kesempatan mereka bahu membahu, sampai yang paling kecil yang masih 3 tahun, mendapat tugas mengangkat barang2 yang tercecer di lantai. Dan mereka lakukan dengan senanghati.
Mereka punya kecenderungan agar pekerjaan bisa selesai dalam waktu bersamaan, sehingga tidak ada yang masih kerja sedangkan yang lain sudah duduk nonton film kartun (ini hadiah jika mereka selesai kerja tepat waktu).
Dalam kesempatan pelajaran Kitab Suci, saya pernah menceritakan teks KS ini: Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”
Agar gampang anak2 saya menangkap maksud teks ini saya memberi contoh peristiwa yang mereka ketahui.
Beberapa waktu yang lalu kerabat kami meninggal dalam suatu kecelakaan. Mobil yang dibawa almarhum ditabrak frontal oleh mobil lain yang lagi ngebut mengejar jam untuk menonton pacuan kuda, rupanya mereka taruhan. Kerabat kami meninggal dalam usia 39 tahun.
Saya menanyakan kepada anak2, apakah Om yang meninggal itu siap waktu meninggal? Seandainya waktu berangkat kerja terjadi selisih paham dengan istrinya dan belum sempat baikkan, apa yang akan terjadi?
Bukankah setelah meninggal Si Om akan ketemu hakim dan akan menanyakan segala perkara yang terjadi di dunia. Jika semasa hidup tidak sempat baikkan dan tiba2 meninggal, kita tak punya kesempatan untuk baikkan lagi.
Maka selagi masih hidup, jika terjadi salahpaham satu dengan yang lain, cepat2lah meminta maaf, agar jika tiba2 kita di jemput malaikat untuk kembali pada Tuhan, kita tak punya hutang di dunia.
Bukankah kita tak pernah tahu kapan kita akan kembali pada Empunya hidup.
Saya bersyukur, anak2 sekarang gampang sekali memberi maaf dan mereka saling mengingatkan jika ada saudarinya yang belum sempat baikkan.
Begitupun jika mereka melihat Mama-Papanya diam2an, itu berarti belum damai. Maka anak2pun rajin mengingatkan untuk cepat baikkan sebelum terlambat.
Salam,
Jansi