Fiat Voluntas Tua

Anakmu Bukanlah Anakmu

| 1 Comment

“Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka terlahir melalui engkau, tapi bukan darimu. Meskipun mereka ada bersamamu, tapi mereka bukan milikmu. Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri. Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh, bukan jiwa mereka. Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi.” (Kahlil Gibran).

Dari hasil polling yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak melalui website www.komnaspa.or.id tentang “Mengapa Anak Melakukan Kekerasan Terhadap Anak” menunjukkan sekitar 37% anak melakukan kekerasan akibat dari tontonan atau pengaruh tayangan Televisi yang bermaterikan kekerasan; 26% akibat dari kurangnya perhatian orang tua dalam melakukan pengawasan anak; 24% menyebutkan akibat dari pengaruh lingkungan yang membudayakan kekerasan dilingkungan sekitar; dan sebanyak 13% responden menyebutkan kalau anak melakukan kekerasan terhadap anak ini disebabkan meniru perilaku kekerasan yang dilakukan orang lain.

Definisi ‘anak’ menurut UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka bisa dibayangkan betapa seramnya dunia yang dihadapi anak-anak Indonesia saat ini. Belum lagi data child trafficking di www.komnaspa.or.id yang sudah masuk pada taraf kejahatan kemanusiaan. Kesulitan hidup pun membuat mereka berkeliaran di jalan-jalan mengambil peran orang tuanya mencari nafkah dan akhirnya rentant dengan kehidupan jalanan. Anak bukan lagi subyek dalam pandangan orang tua, tapi menjadi obyek ekonomi. Bahkan di dunia media pun anak menjadi tambang emas lewat berbagai acara Idola dan berbagai tayangan sinetron cinta remaja ber background sekolah. Sekolah bukan lagi tempat belajar, tapi tempat untuk TP Tebar Pesona.

Saya sempat terperangah saat si bungsu, 9 tahun, bertanya apa artinya ‘perawan’ saat kami sedang makan bersama beberapa aktivis gereja. Saya tanyakan dimana ia mengenal perkataan itu. Ternyata ia membaca dari T-Shirt seseorang pengunjung resto : I am still a virgin ! Untung juga ada teman yang membantu saya yang sedang mencari jawaban yang tepat. Katanya, Perawan itu artinya belum menikah, seperti Bunda Maria yang disebut Santa Perawan Maria Ratu nama gereja kita. Saya tidak bisa membayangkan jawaban apa yang ia dapat kalau ditanyakan ke pembantu dan teman2 sekolah nya.

Yesus yang tidak memiliki anak, sangat memperhatikan anak-anak disekitarNya, yang selalu mencari dan mengelilinginya. Ia punya harapan besar akan masa depan anak-anak ini dalam meneruskan karya pewartaanNya. Ia menganggap anak-anak ini adalah subyek yang perlu amat sangat diperhatikan, dan dijauhkan dari berbagai hal yang menyesatkan. Maka Ia akan sangat marah bila orang tua sang anak tidak melakukan apa yang tertulis dalam Taurat. Mereka harus diajari dari kecil, saat hendak tidur, saat berjalan, saat makan, pokoknya dikenalkan akan Yahwe. Gak heran deh kalau bangsa Yahudi termasuk bangsa yang paling sedikit persentase perpindahan agama, karena dari kecil sudah diajarkan ‘takut akan Tuhan” seperti yang tertulis dalam Kitab Ulangan 6:6-7 :Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun

Injil hari ini mengingatkan betapa jahatnya mereka yang memanipulasi kepolosan dan ketulusan anak-anak dan membawa mereka pada hal-hal buruk, pada akhirnya menyesatkan anak-anak dari pengenalan akan Allah. Mereka dalam kepercayaannya pada orang tua nya, belum tahu apa arti dosa. Anak adalah serupa kertas putih polos, yang siap menerima apapun yang dituliskan dalam awal mula kehidupannya. Apa yang akan ditulis bapak ibunya, oma-opa, baby sitter bahkan para pembantu serta TV yang menemaninya sepanjang hari-harinya akan direkam dalam pikirannya sampai besar. Belum lagi teman-teman sebaya dan orang lain disekelilingnya. Bila ditulis dengan cinta, ia akan mengasihi. Bila ditulis dengan bentakan, ia akan bicara dengan bahasa kekerasan. Anak usia dibawah 5 tahun menyerap dan merekam paling banyak informasi kaena pertumbuhan otaknya sangat pesat di usia balita. Oleh karenanya wajar kalau para bandar narkoba itu memang harus mendapat ganjaran berat karena menyesatkan anak dengan narkoba jenis baru berbentuk permen. ck ck ck… Orang tua harus mengajari anak-anak untuk curiga dan tidak menerima pemberian apapun termasuk permen dari org yang dikenalnya sekalipun;  padahal kita maunya anak-anak memiliki sikap ramah ya.

Maka marilah saling mengingatkan untuk memelihara anak-anak di sekitar kita agar tetap berani punya impian dan memiliki karakter kuat. Bagi mereka yang berkarya di periklanan, media cetak dan elektronik, beranikah kita membawa nilai-nilai moral bagi anak-anak dalam membuat programnya? Betul ada tuntutan pasar,tapi tuntutan Sang Pemilik Kehidupan akan dipertanggung jawabkan kemudan.

Bagi kita para orang tua, seberapa jauh kita mengambil tanggung jawab menempatkan fundasi iman dan etika bagi anak-anak? Siapkah mereka berkata TIDAK pada setiap tawaran menggiurkan yang menyesatkan seperti narkoba, pornografi, child abuse serta hedonisme. Saya sering miris mendengar anak-anak yang hidup terpisah (or sengaja dipisahkan ‘demi’ masa depan) diusia remaja bahkan ada yang masih sepuluh tahun sudah masuk boarding school (asrama). Yakinkah para orang tua ini telah cukup membuat dasar iman yang kokoh selama anak tersebut masih tinggal serumah? Cukupkah tanggungjawab kita atas janji mendidik anak secara katolik dalam Sakramen Pernikahan?

Apa tindakan kita menghadapi anak-anakyang berkeliaran di lampu merah? Yesus yang tidak punya anak, peduli akan masa depan anak-anak lain. Pedulikah kita dengan anak-anak Indonesia yang menjadi harapan bangsa ? Mungkin lebih baik memberi mereka buku cerita seperti Laskar Pelangi atau buku motivasi lainnya, dari pada memberi mereka uang yang akhirnya membuat mereka dipekerjakan kembali terus menerus. Paling tidak dengan memberikan buku bacaan bermutu akan memberi kesempatan anak-anak jalanan ini berani bermimpi kembali untuk memiliki cita-cita, Mungkinkah membantu? May be Yes …May be No, Aniway… mereka juga anak-anak Indonesia, anak-anak kita juga kan.

=================================================================

Bacaan : Mrk 9:41-50

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena
lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati,
dan apinya tidak akan padam.] Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam. Karena setiap orang akan digarami dengan api. Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”

One Comment

Leave a Reply

Required fields are marked *.