“Kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:17)
Melupakan peristiwa buruk masa lampau membuat manusia tidak bijak, dan tidak mengingat keindahannya mengakibatkan manusia mudah menjadi jahat ( J Kristiadi dalam “Anamnesis Tragedi Mei 1998″ Kompas 13 Mei 2008).
Berkeliling diantara foto dokumentasi tragedi mei 1998 mengenang 10 tahun Tragedi Kekerasan Mei 1998 di Goethe Institute, membuat saya teringat kembali kejadian mencekam di Jakarta. Saat itu saya sedang hamil 6 bulan dan masih bekerja di sebuah perusahaan konsultan asing. Karena kami sudah mendapat info dari Kedutaan maka para expat sudah dievakuasi terlebih dahulu. Ketika keadaan semakin tidak terkendali di ibu kota, maka demi pertimbangan keselamatan pimpinan perusahaan menawarkan mengevakuasi karyawan lokal berikut keluarganya, ke Singapura atau Bali atas tanggungan perusahaan. Teman-teman yang tinggal di daerah barat dan utara memilih mengungsikan keluarganya ke Singapura. Saya dan suami yang memilih tinggal di Jakarta dengan tetap membantu proses evakuasi di Pelud Halim Perdanakusumah, karena arah Cengkareng sangat berbahaya untuk dilewati. Kami saling bertangisan dan berharap masih bisa berjumpa kembali. Saya bersyukur bisa bekerja di perusahaan yang memperhatikan keselamatan karyawan dan keluarganya disaat genting seperti ini. Sambil membantu evakuasi teman-teman bersama suami, kami mensuplai makanan, air mineral serta baju ganti ke posko2 mahasiswa dan Ibu Peduli di sekitar senayan. Rasanya gak mungkin ikut turun ke jalan dengan perut buncit waktu itu, paling tidak kami berdua mendukung perjuangan mahasiswa dari belakang. Kekhawatiran masih timbul diantara doa yang tidak berhenti sepanjang jalan yang kami lalui.
Siang kemarin di Goethe Institut, mendengar para keluarga korban membacakan puisi mengenang tragedi Mei 10 tahun lalu, saya tidak bisa menahan air mata membayangkan para ibu melepaskan anak-anaknya yang dengan ceria pergi bermain dengan teman-temannya…dan beberapahari kemudian kembali sudah menjadi mayat terpanggang. Tidak hanya itu, bapak dan nenek yang mencari mereka tidak kembali pulang. Gambar sketsa yang terpampang hanyalah sebagian kecil dari ribuan korban yang terperangkap dalam kebakaran mal-mal saat penjarahan terjadi…..umumnya anak-anak usia belasan tahun. Bagaimana bisa kebakaran terjadi serentak di beberapa tempat? Ditemukan bekas2 jerigen yang tampak dipersiapkan disekitar lokasi kebakaran, Sengaja? Walahualam..
Yang tersisa setelah 10 tahun tetap perjuangan mencari keadilan, tentang hakikat kebenaran yang sampai sekarang belum terjawab. Faktanya semua nya tidak dapat mengembalikan buah hati mereka. Tetapi satu hal yang saya lihat, para keluarga korban disatukan oleh penderitaan, sama-sama kehilangan dan sama-sama berjuang mencari jawaban. Mereka disatukan menjadi satu ‘keluarga’ baru yang saling mengasihi satu sama lain, saling meneguhkan untuk tidak patah semangat dan saling mendoakan.
Disaat mengerikan seperti itu, disaat tipisnya harapan, justru disitulah dibutuhkan kasih. Cinta yang tulus yang sungguh-sungguh membuat para keluarga korban dan relawan terlibat satu sama lain. Media dan publik sudah lupa apa yang terjadi 10 tahun lalu, apalagi mau mengingat yang 100 tahun lalu, mungkinkah? Disaat tiada harapan itulah, Tuhan hadir karena Ia lah sumber Kasih itu sendiri. Perjuangan menuju keadilan masih panjang, kiranya kasih tetap melekat diantara kita yang masih berkehendak baik untuk saling memperhatikan, menghibur dan menemani mereka yang menderita akibat ketidakadilan.
===================================================================
Bacaan :Yoh 15:9-17
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”