Fiat Voluntas Tua

Sabtu Paskah (dari BS Mardiatmadja,SJ)

| 0 comments

Sudah lama, pesta Paskah baru dirayakan pada hari Paskah pagi; bukan Sabtu (bahkan kalau Sabtu sore/malam sekalipun). Hari Sabtu adalah Sabtu menjelang Paskah. Di sementara tempat disebut ’Sabtu Sepi’. Kontemplasinya diarahkan pada Sabbat Besar, ketika Tubuh Yesus sudah diturunkan dari Salib dan dibawa ke makam oleh beberapa orang; termasuk Josef Arimatea. Kata ’sepi’ diperuntukkan bagi keadaan dalam kesepian makam, yang memeluk tubuh Yesus, sesudah sekian lama ’dipakai’ untuk menyatu dengan Maria, dengan teman-temanNya, untuk berbuat baik, untuk makan bersama dan untuk berkeliling agar dapat menjumpai orang sakit, orang miskin dan orang berdosa. Dengan tubuh itulah Yesus menampakkan kasih Bapa, keramahtamahan tetapi juga duka cita serta sakit tidak terperi: sangat menyatu dengan semua umat manusia yang ditebusNya.

Pada Hari Sabtu Paskah itu, umat ingin lebih mengkontemplasikan kesendirian manusia Yesus yang sudah menyelesaikan pengutusanNya mengucurkan darahNya sampai ke titik terakhir dan mencurahkan air dari pinggangnya. Ia menjalankan pengutusan menebus manusia memang sendirian; maka disebut ’satu-satunya pengantara’. Dia sendiri harus menanggung seluruh dukacita itu. Justru kebaikan maksudNya untuk menemani manusia, kerelaan hatiNya untuk melakukan segalanya demi teman-temanNya, kemurahan hatinya memberikan diri habis-habisan menjalankan program mendidik para muridNya itu membuahkan derita tanpa dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kita hanya dapat mengkontemplasikan saja tanpa dapat membandingkan dengan apa pun dalam hidup kita. Seluruh penderitaan kita dalam bekerja bagi dan dengan sesama, segala kesedihan kita dalam menanggung kekecewaan cinta, semua kedukaan kita menyaksikan dicampakkannya upaya kasih kita, kalau dikumpulkan menjadi satu masih belum setitik pun mendekati kepenuhan dukacita Tuhan Yesus. Kesepian kita yang paling sendiri tidaklah mirip sedikit pun dengan kesepian Yesus di makam setelah disalib.

Orang sering mengkalimatkan ’Dia turun ke neraka dan pada hari ketiga bangkit dari mati’. Itu ungkapan yang memakai lambang agama masa silam. Pada latar belakang digambarkan ’neraka tempat yang jauh sekali dari Allah dan karena itu amat jauh dari kebahagiaan’. Itu gambar manusia yang menolak Allah. Dukacita Yesus masih tidak terlukiskan lebih jauh lagi karena Ia tidaklah menolak Allah dan malah mau memenuhi kehendak Bapa, sehingga kesepian itu lebih mencekam lagi. Ringkasnya: kesepian mutlak.

Sabtu Paskah adalah Saat yang amat sepi. Namun kita tahu juga, bahwa Yesus sudah tahu sebelumnya akan salib. Maka Dia juga tahu juga akan kekelaman Sabtu Paskah yang ditanggungNya bagi kita. Kita tidak mampu berbuat apa pun selain mengkontemplasikannya: mencoba merasa-rasakan ”jauhnya dari Allah” (apalagi bukan karena dosa melainkan karena melaksanakan Kehendak Bapa).

Marilah kita mengkontemplasikannya saja.

(B.S. Mardiatmadja, SJ)

Leave a Reply

Required fields are marked *.