Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia
Tadi pagi anak-anak di kelas Bina Iman kedatangan bule-bule dari berbagai bangsa dan gereja. Mereka berusia 20an tahun berasal dari Australia, Brasil, Korea, Amerika dan Norwegia. Bingung juga mau dikasih tugas apa, gak bisa bahasa Indonesia sih. Ya udah deh, buat role play aja, bikin drama dari kutipan Injil hari ini. Jadi ada bule yang jadi Yesus, muridNya, orang buta dan tetangga dari si buta. Untungnya anak-anak enjoy aja, ikut nyanyi dan menikmati ‘drama’ dadakan sambil tertawa-tawa. Setelah selesai kita kumpul dan bahas perikop ini bersama anak-anak.
Enak gak sih jadi orang buta? Jalan kemana-mana gak bisa kalau gak ada yang menuntun. Cari kerja gak ada yang mau menerima, akhirnya jadi pengemis tergantung pada belas kasihan orang. Itupun gak cukup, masih juga diomongin dan diledekin orang. Dia buta karena kutuk keturunan, karena dosa orang tuanya, padahal dia gak minta lahir buta lho.
Buat sibuta gak penting hari biasa atau hari sabat, semua hari sama-sama ‘gelap’ , sama-sama gak ada yang peduli sama dia, gak ada yang menolong. Cuma satu harapan dia, yaitu pengen bisa melihat. Makanya dia gak peduli juga mau ‘diapain’ aja sama Yesus, dia nurut aja. Padahal kan jorok banget , udah diludahin, pake tanah lagi, wah.. wah.. jijay ih… Udah gitu dia disuruh pergi ke kolam Siloam maka sambil jalan meraba-raba untuk sampai tepi kolam, ia diledekin orang-orang karena melanggar aturan hari Sabat dengan membasuh muka. Maklum pada hari Sabat , orang Yahudi sama sekali tidak boleh bekerja dan berkegiatan lain kecuali ibadah. Setelah melek, si bule yang jadi orang buta ini lupa aturan hari Sabat, ia teriak-teriak sukacita, meloncat-loncat dan lari keliling kelas mencari Yesus yang menyembuhkan dia untuk menyembahNya. Gak heran orang Farisi bukannya seneng lihat si buta bisa melek, tapi makin sebel melihat si buta melanggar hukum Taurat dobel-dobel.
Kutipan Injil hari ini mengingatkan kita untuk seperti si bule, juga anak-anak ‘bermain peran’ menjadi orang buta. Kadang dalam kehidupan kita juga sering merasa dalam ‘kegelapan’ tanpa harapan. Minta saran orang lain malah disalah-salahin, bukannya malah menolong. Tuhan bisa berlaku dengan berbagai cara dan situasi untuk membawa kita keluar dari kegelapan. Bahkan keluar dari pemahaman kita sendiri. Bukan lumpur dari tanah dan ludah yang menyembuhkan si buta, tapi Yesus dan cinta Kasih Allah lah yang menyembuhkannya. Bukan juga karena ‘takdir’ orang berdosa, membawa kutuk orang tua, bukan juga salah Tuhan dalam mencipta. Tapi kuasa Allah harus dinyatakan melalui si buta, maka setelah sembuh ia tidak dapat ditahan lagi dengan aturan manusia. Ia berteriak-teriak memuliakan Allah dan menyembah Yesus dihadapan semua orang.
Kitapun yang sudah dibaptis, juga selayaknya membawa terang Tuhan dalam kehidupan sekitar kita. Seharusnya kita menjadi terang ditengah kegelapan, bahkan menuntun orang-orang ‘buta’ untuk melihat terang rahmat Tuhan datang bagi mereka. Untuk memperlihatkan kasih Tuhan yang melimpah bagi mereka yang lemah, yang tidak berdaya dan tidak berpengharapan, melalui kehadiran dan karya kita. Kalau kita sendiri tidak bisa melihat dan merasakan kasih Tuhan, bagaimana kita bisa menuntun orang lain kepada kasih itu sendiri? Berarti kita juga orang ‘buta’ yang tidak bisa melihat kasih Tuhan. Mana bisa sih orang buta menuntun orang buta?
Atau jangan-jangan kita masih seperti orang Farisi, lihat orang susah malah dibahas siapa yang paling bersalah. Kerja kabinet gak bener, pemda gak becus, hukum dan politik yang serba bisa dikacaukan dengan segepok uang, dan segala litani tak habisnya menyalahkan segala sesuatu…. tanpa bertindak dan berbuat nyata bagi orang-orang yang susah ini agar mereka pun bisa ikut memuliakan Allah. Padahal kita seharusnya menyadari bahwa terang Tuhan ada pada kita sejak dibaptis, tapi kita pelan tapi pasti justru memadamkannya.
Ada ratusan anak-anak muda yang telah menabung dan mempersembahkan masa cutinya 1-3 bulan, bukan untuk hura-hura, tapi justru melibatkan diri di daerah “samaria sampai keujung bumi” pergi ke negara yang jauh dari tempat asalanya, agar bisa mewartakan Terang Tuhan ditengah pemulung, orang jompo, gelandangan, orang gila dsb. Banyak juga lainnya termasuk para rohaniwan/wati, gimana dengan kita?
Marilah kita juga membawa terang Tuhan dengan melakukan yang terbaik bagi anak-anak disekitar kita, bagi orang-orang yang kita sayangi dan juga bagi sekitar kita, terutama mereka yang kesusahan, lemah dan tersingkir agar mereka tidak ‘buta’ akan cinta kasih Allah pada mereka.
=============================================
Bacaan
Yohannes 9:1-41 atau 9:1-9, 13-17, 34-38
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”
Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja.Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.”
Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. Tetapi tetangga-tetanggany a dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: “Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?” Ada yang berkata: “Benar, dialah ini.” Ada pula yang berkata: “Bukan, tetapi ia serupa dengan dia.” Orang itu sendiri berkata: “Benar, akulah itu.” Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: “Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.” Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Sebagian pula berkata: “Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?” Maka timbullah pertentangan di antara mereka. Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: “Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?” Jawabnya: “Ia adalah seorang nabi.” Jawab mereka: “Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?” Lalu mereka mengusir dia ke luar. Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.” Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.