Pada suatu ketika, Rama Paroki mengadakan penyelidikan kanonik kepada calon pengantin. Satu persatu dari calon itu diminta omong-omong dengan pastor. Ternyata didapati bahwa salah satu calon pengantin tersebut belum menerima sakramen penguatan. “Sudah mau jadi manten, kok belum penguatan ta mas?” tanya Rama Paroki. “Lha tidak ngerti kapan harus menerima je, Rama” jawabnya. “Sudah menerima komuni belum?”, tanya Rama itu lagi. Jawabnya, “Sudah Rama, saya baptis dewasa, tapi penguatan kok ndak mudheng (tidak paham) kapan diterimakannya. Tahu-tahu saya lulus sekolah, kerja dan dapat calon bojo (jodoh)”. Inilah kejadian yang sering terjadi. Ada orang Katolik yang tahunya sudah menerima baptis dan sudah boleh komuni. Sementara sakramen lain, termasuk penguatan tidak masuk dalam hitungannya.
Sakramen krisma atau penguatan termasuk sakramen inisiasi, selain baptis dan Ekaristi pertama. Krisma (dari bahasa Yunani: chrisma = pengurapan) atau penguatan (terjemahan kata Latin: confirmatio) diterimakan oleh Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja yang resmi di keuskupan kita. Sakramen ini diterimakan dengan urapan minyak krisma oleh Bapa Uskup pada dahi penerima Krisma dengan kata-kata: “NN, terimalah tanda karunia Roh Kudus”. Dengan penerimaan sakramen krisma ini, seorang Katolik dilantik melalui pencurahan Roh Kudus menjadi warga Gereja yang penuh dan harus siap ikut bertanggungjawab dengan segala tugas dan kewajiban Gereja sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat!
Penerimaan sakramen krisma tentusaja selalu diupayakan dalam perayaan Ekaristi, apalagi biasanya Misa tersebut dipimpin oleh Bapa Uskup. Bagaimana pun juga Ekaristi menjadi pusat dan puncak hidup kita, sehingga penerimaan krisma pun secara paling ideal dirayakan dalam Misa Kudus. Dengan perayaan Ekaristi, seorang yang telah menerima Krisma ditopang dengan kekuatan rohani tiada tara sehingga menjadi seorang yang tangguh dan handal dalam mewartakan Injil di tengah dunia ini.