Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?
Di saat saudara-saudara umat muslim berpuasa, tidak ada yang menyelenggarakan pesta pernikahan. Demikian pula pada masa pra-Paskah dan masa adven, ajaran Gereja Katolik meminta umat tidak menyelenggarakan Sakramen Penikahan. Walaupun akhirnya kembali kepada kebijakan pastoral karena pada prakteknya ada juga pasangan menikah pada masa prihatin ini. Umumnya pastor mensyaratkan agar pesta resepsinya dirayakan setelah Paskah/Natal. Kemungkinan besar para pengantin ini tidak memahami apalagi menjalankan ‘puasa’ yang seharusnya. Yang penting gedungnya ‘available’ dan tanggalnya bagus, langsung ‘dibooking’.
Aturan tradisi Yahudi mewajibkan puasa 2 kali seminggu pada hari-hari tertentu. Ajaran tersebut masih dipegang dan diikuti oleh para murid Yohanes pembaptis seperti layaknya orang-orang Farisi, tapi tidak diikuti murid-murid Jesus. Sementara yang namanya pesta kawin tradisi Yahudi itu bisa memakan waktu berhari-hari sehingga bisa jatuh di hari-hari wajib puasa tadi. Pada saat menghadiri pesta kawin umat Yahudi yang jatuh pada hari puasa tersebut, mereka diijinkan untuk tidak menjalankan puasa karena tentunya sang tamu ikut datang untuk menunjukkan sukacita dan mendoakan kebahagiaan sang pengantin dan keluarganya. Teguran para ahli Farisi pada Jesus pada bacaan hari ini menunjukkan bahwa tradisi itu harus dipegang teguh, jangan nyeleneh dari pakemnya.
Maka ilustrasi Jesus kali ini dengan menyatakan bahwa para murid tidak perlu menjalankan tradisi puasa Yahudi, mengingatkan bahwa puasa jangan dilakukan hanya karena aturan dan ritual semata. Kita perlu menyadarai apa hakekat puasa dan apa artinya kehadiran Yesus beserta Roh Kudus dalam hidup kita. Secara tidak langsung kita diingatkan bahwa kita harus senantiasa merasakan sukacita bila sungguh yakin bahwa Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Dengan kata lain pula, kita juga perlu ada saat-saat untuk mundur dari kesibukan harian, untuk sejenak melihat kehidupan kita selama ini serta kembali menata masa depan yang penuh harapan. Dengan merefleksikan dan mencari makna kehidupan di masa pantan/puasa atau saat retreat, kita perlu membuat tekad-tekad yang baru untuk mewujudkan harapan dan impian yang lebih baik. selain juga menumbuhkan kepedulian bagi mereka yang lebih menderita dari kita. Komitmen untuk meninggalkan kebiasaan lama harus segera ditunjukkan. Untuk mendapatkan hal yang berbeda mencapai hasil yang lain, kita harus membangun kebiasaan-kebiasaan baru dengan semangat yang baru.
Di masa puasa ini kita tidak terpaku pada apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Tetapi kita perlu menyadari mana yang lebih penting untuk dikurangi serta tidak dilakukan sebagai tanda penguasaan diri dan penyerahan diri kepada kuasa Ilahi dalam menyempurnakan kehidupan kita.Kalau di masa puasa kita diajarkan orangtua kita untuk mengurangi kesenangan kita misalnya dengan berpantang daging, berpantang tidak merokok dan nonton atau sekedar mengurangi jajan/makan diluar rumah.
Mungkin di abad teknologi internet saat ini, kita perlu merefleksikan bentuk pantang yang lain, misalnya mengurangi update status di FB/BB dan twitter. Mengurangi waktu untuk chatting dengan orang lain dan menggantinya dengan ngobrol dengan anggota keluarga atau teman disekitar kita. Bisa juga mematikan BB beberapa jam dalam sehari untuk melatih diri lebih menggantungkan diri kepada Tuhan daripada BB. Kebetulan kantor saya menempati ruangan di lantai 40 dimana sinyal sangat lemah sehingga tidak bisa menggunakan HP dan BB disaat jam kerja. Jaringan kantor juga dibuat tidak bisa mengakses socmedia disaat jam kerja. Sehingga tanpa diminta berpantangpun memang aksesnya nyaris tidak ada. Hhhm… perlu mencari bentuk berpantang lainnya. Kalau dulu berpuasa kita diajarkan menahan rasa lapar sebagai latihan penguasaan diri, sekarang kita menggantinya dengan menahan diri dari alat-alat komunikasi tersebut dan lebih sering berkomunikasi dengan Tuhan.
Jangan kita terlena dengan pesta-pesta pora, kemabokan dan kenikmatan serta ketergantungan akan berbagai hal yang ada disekeliling kita sehingga kita lupa bahwa kita sebenarnya senantiasa bersama Yesus disaat senang dan susah. Kita sebenarnya sedang bersama-sama Sang Mempelai Allah. Tidak lagi hanya mencari Yesus saat susah, tapi juga kita mensyukuri ada penyertaan tangan Tuhan dalam segala sukacita dan damai sejahtera yang ada. Tidak ada gunanya menjadi pengikut Kristus yang ‘katanya’ memperbaharui hidup kita, kalau kita tidak mau meninggalkan kebiasaan buruk dan berbagai ketergantungan dan mulai membangun kebiasaan-kebiasaan baru yang positif.
===============================================================================================
Bacaan Injil, Mat 9:14-15
Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.