“Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Menghadapi anak-anak yang sedang ‘sakit’ memang gampang-gampang susah. Dari yang kecil usia balita, usia SD sampai mahasiswa punya cara penanganan sendiri bila mereka sakit. Waktu masih kecil para ibu perlu mengetahui kalau anaknya sedang sakit; biasanya rewel terus dan tahu-tahu badannya panas. Nanti waktu usia sekolah, sakitpun bisa dimanipulasi. Pagi-pagi bilang perutnya sakit atau kepala pusing, ujung-ujungnya minta ‘dirumahkan’. Dan akhirnya ketahuan bahwa ‘morning sickness’ itu tadi hanyalah usaha untuk menghindari bertemu dengan ibu guru karena tugasnya lupa dikerjakan. Usia SMA mulai membandel, ada yang berani menuliskan surat orang-tua dengan tandatangan yang dipalsukan agar mereka bisa bolos dengan alasan ‘sakit’. Saat mahasiswa, kitalah yang harus memaksa mengajak mereka ke dokter karena ada yang terlihat ‘tidak beres’ sementara mereka menyangkal bahwa mereka sakit. Kejujuran dan kerendahan hati perlu untuk diajarkan sedari kecil agar anak-anak menyadari dan mau mengakui bahwa diri mereka sakit.
Orang dewasapun ternyata sama susahnya diingatkan bahwa mereka tidak sehat. Sebenarnya hal ini bisa dengan mudah terlihat dari gaya hidupnya saja, pola makan dan pola istirahatnya kacau dan umumnya banyak para pekerja keras kondisinya memang tidak sehat. Seperti biasa bakalan setengah mati mengajak mereka ke dokter, karena mereka merasa ‘fine-fine’ aja. Nanti kalau pernah merasakan tiba-tiba pingsan, blackout… naaah, baru ‘nyadar’ sudah lampu kuning. Atau bahkan sudah akut penyakitnya, baru mau diajak periksa diri ke dokter.
Cara terbaik sebelum terlanjur sakit parah tentunya adalah dengan tindakan preventif. Disalah satu lingkungan di paroki kami diadakan acara rutin sebulan sekali dimana diadakan kegiatan penimbangan badan dan pengukuran tensi. Yang boleh datang selain anggota lingkungan (kring) juga masyarakat yang tinggal disekitarnya. Sambil menunggu acara timbang badan, baik balita sampai dewasa, diadakan penyuluhan kesehatan. Pesan apa saja disampaikan disini, terutama tentang pola hidup sehat dan berbagai info penyakit masa kini, terutama di perkotaan. Awalnya yang datang hanya anggota lingkungan, tapi lama kelamaan tetangga kiri-kanan juga ikut hadir. Setelah berjalan beberapa waktu, hasilnya mulai terasa. Selain kesehatan diri terpelihara, para lansia juga menjaga pola makan, yang mudapun berhati-hati dalam menjaga jam kerjanya, kegiatan ini mengakrabkan anggota rukun tetangga dan rukun warga disekitarnya. Mereka keluar rumah sebulan sekali bukan lagi untuk menimbang badan saja, tapi juga bersilaturahmi. Walhasil badan sehat, lingkungan sehat, tetanggapun akrab.
Inilah penyakit yang harus diperangi bersama. Penyakit yang membuat kita menjadi individualis, memikirkan diri sendiri dan tidak perduli komunitas disekitarnya. Sibuk dengan ‘kalangan sendiri’. Repotnya lagi, jenis seperti ini paling sulit disadarkan bahwa mereka itu ‘sakit’ dan menyakiti masyarakat dengan menularkan virus ‘eksklusivisme’ – menjadi pribadi tak tersentuh di menara gadingnya. Sekali lagi menyadarkan orang sakit itu memang sulit, apalagi kalau yang menyadarkan sendiri ‘gak nyadar’ kalau dia juga sakit
Dibutuhkan kerendahan hati dan keterbukaan serta kesetiaan untuk senantiasa mengukur setiap hari dan setiap saat, apakah parameter ‘sehat’ dan ‘bersih’ masih dalam batas normal. Kita perlu juga mawas diri bahwa kitapun perlu mendengarkan saran orang lain yang mengingatkan bahwa kita menderita ‘sakit’ – bisa sakit jasmani maupun sakit rohani yang bisa menulari sekitar kita bahkan komunitas kita. Marilah kita memeriksa kesehatan batin kita dan berani mengakui bahwa ada bagian-bagian tertentu yang sebenarnya kita sembunyikan. Kita tidak ingin orang lain tahu bahwa kita sakit. Tapi Tuhan ingin kita terbuka dan mengakui bahwa kita sakit, kita tidak sempurna. Untuk itu kita mau datang dengan kerendahan hati serta mohon kemurahanNya untuk menyembuhkan kita dengan menjawab ” Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, Tapi bersabdalah saja maka saya PASTI sembuh!”
==============================================================================================
Bacaan Injil Markus (2:13-17)
Sekali peristiwa Yesus pergi lagi ke pantai danau, dan seluruh orang banyak datang kepada-Nya, lalu Ia mengajar mereka. Kemudian ketika Ia berjalan lewat di situ, Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah orang itu, banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya, sebab banyak orang yang mengikuti Dia. Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”