Fiat Voluntas Tua

Kasih Hukuman Dengan Hukum Kasih

| 0 comments

“Hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”

Setiap hari mengikuti media semakin banyak kasus pelanggaran hukum yang lahir di negeri ini. Semuanya ini pada akhirnya memakan waktu, enersi dan biaya yang pasti luar biasa mahal. Saling tuduh, saling klaim paling benar dan saling melemparkan ayat UU yang dipakai membuat suasana sidang tambah panas dan berlarut-larut. Kasus  ganti rugi Lapindo dan perebutan lahan antara penduduk/petani atas tanah negara, kasus pelecehan TKW sampai narkoba, bahkan kasus malpraktek lainnya bisa memakan waktu tahunan. Rasanya proses sidang paling cepat (dan katanya paling banyak mendatangkan fulus bagi para pengacara) hanya kasus-kasus perceraian. Mungkin lebih cepat diputuskan untuk kedua belah pihak pasangan untuk bercerai daripada berlarut-larut – lha kalau sudah tidak cocok apa ya mau dipaksakan?  Tapi dampaknya bagi para korban perceraian seperti anak-anak  bisa melukai mereka dalam waktu panjang. Lalu hukum manakah yang paling utama ? Apakah hukum itu situasional, dulu pakai hukum cinta dan sekarang hukum saling tuntut menuntut?

Semua peraturan manusia dalam bermasyarakat dibuat dengan harapan memperhatikan kehidupan satu sama lain. Kalau kita tinggal di satu pulau tanpa penghuni lain, hukum tidak lagi diperlukan. Tapi begitu mulai banyak  jumlah penghuninya maka diperlukan aturan untuk memetakan hak kepemilikan, hak publik dsb. Peraturan itu semua harus mengakar pada roh yang sama agar tidak saling silang dan berbenturan. Peraturan daerah setempat tidak boleh lari dan keluar dari peraturan perundangan yang ada di atasnya, yaitu Undang-Undang dan bahkan UU mengacu pada UUD 45. Kita memiliki UUD 45 dan Pancasila yang rasanya masih ampuh dijadikan dasar dalam setiap peraturan dan perundangan yang dibuat. Walaupun kenyataannya apapun UU yang dihasilkan, kok rasanya masih lagu lama yang dinyanyikan : KUHP Kasih Uang Habis Perkara…

Injil hari ini mengingatkan kita bahwa kita memiliki satu hukum yang tertinggi dan terutama, mengatasi segala bahasa, teritorial dan waktu, yang membuatnya pun tidak menjadi situasional. Hukum kasih tidak terbantahkan dan dapat diterapkan dari ranah pribadi antara pasangan suami istri, bahkan agama apapun, sampai dengan tingkat RT/RW, sekolah dan bahkan UU di satu negara.

Prinsip mengasihi tanpa batas tanpa syarat, sungguh sulit diterapkan. Persis seperti cincin yang melingkar pasangan yang telah sepakat sehidup semati dalam perkawinan, polos tanpa syarat. Wah kalau semua pasangan memelihara komitmen nya seperti di awal janji mereka, mungkin di bumi ini tidak ada lagi anak-anak menangis menjadi korban broken home. Tidak ada lagi diktator menguasai dan menindas rakyat sebagai balas dendam kehidupan masa kecilnya. Tidak ada lagi perang di bumi….Ya justru untuk itulah kita masih ada di bumi, semoga kita menjadi saluran kasih Tuhan agar mampu menebarkan dan membagikan kasih untuk memulihkan luka-luka yang pernah ada di tempat disekitar kita. Kalaupun ada yang bersalah dan menyakiti hati kita, mari beramai-ramai menghukumnya dengan hukum kasih.  Seperti Mother Theresa mengatakan – Mencinta secara sejati adalah mencinta hingga terluka. Sekali memberi diri, cinta harus tuntas tanpa kembali.

==============================================================================================
Bacaan Injil Mat 22:34-40
“Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.