Para Pahlawan-2 Kristus akan bersaksi atas kebesaran dan kasih Tuhan dalam acara Andy – MetroTV, dgn tema ‘Mereka yg Terpanggil’ yang akan ditayangkan Jumat 16 Apr 21.30 dan Minggu 18 Apr 15.30. Mereka adalah: Anne Avantie (designer ternama), Capt. Budi Soehardi (pilot SQ penerima CNN Hero Award) dan Pdt. Daniel Alexander (hamba Tuhan pendiri 35 sekolah di papua). Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua…..
“Seorang Ibu itu secara tiba-tiba datang ke rumah saya sambil menggendong seorang bayi yang kepalanya membesar. Dan, secara reflek saya pun hanya mengulurkan uang sebesar Rp 100 ribu saja,”ujar Anne Avantie seorang perancang busana kebaya yang cukup terkenal di negeri ini. Dan, sejak itu Anne yang berdomisili di Semarang Jawa Tengah itu pun mengaku, pertemuan dengan seorang ibu dan bayi yang kemudian diketahui bernama Aris Masori itu menjadi titik balik dalam kehidupannya. Hati Anne saat itu benar-benar terpanggil untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkannya. Walaupun ia sudah punya nama besar dan harta melimpah, ia sering merasakan kekosongan atau kehampaan dalam hati. Terlebih ibundanya tercinta seakan mendapat mukzizat karena sembuh dari serangan kanker mulut rahim. Anne yang terpanggil kemudian membuat rumah singgah yang ia beri nama Rumah Singgah Kasih Bunda.
Awalnya, menurut Anne rumah singgahnya menampung anak-anak yang menderita hydrocepalus atau kekurangan cairan di kepala. Namun kini. Rumah Singgah Kasih Bunda juga menampung anak-anak penderita radang otak, bibir sumbing dan lainnya. Anne mengaku, sering mendapat cibiran dan tuduhan mencari popularitas ketika mendirikan rumah singgah itu. Namun ia tak peduli, dan hingga kini sudah ratusan anak yang berhasil telah ia tolong.
Kisah lain yang tak kalah menyentuh adalah yang dialami Budi Soehardi. Kala itu, Budi yang seorang pilot maskapai penerbangan Singapore Airlines itu hendak merencanakan liburan keliling dunia bersama keluarga. ”Sebagai pilot memang saya berhak mendapat cuti dan liburan keliling dunia dengan fasilitas first class,” ujar Budi mengenang. Ketika sedang makan malam, matanya tertuju kepada sebuah tayangan di televisi. Ia pun tertegun manakala melihat tayangan penderitaan anak-anak korban kerusuhan pasca jajak pendapat Timor Timur pada 1999 lalu. Hatinya menangis dan menjerit ketika melihat anak-anak itu makan seporsi mie instan yang dibagi berdelapan. Ia dan istrinya kemudian saling pandang. Mereka kemudian memutuskan membatalkan acara liburan keliling dunia.
Budi dan istrinya, Peggy kemudian bahu membahu mengumpulkan bantuan untuk para pengungsi itu. Upaya Budi dan Istrinya ternyata mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan terutama teman-temannya. Setelah menyalurkan bantuan itu, Budi yang tinggal di Singapura itu kemudian membuat rumah panti asuhan di Kupang, Nusa Tenggara Timur bagi korban kerusuhan pasca jajak pendapat Timor Timur. Akibat upaya Budi dan istri yang tak kenal lelah itu tahun 2009 lalu ia mendapat penghargaan CNN HERO dari stasiun televisi berita CNN.
Kisah Daniel Alexander lain lagi. Pria separuh baya asal Babad, Jawa Timur itu sudah menjelajahi belahan dunia. Mulai dari Eropa, Amerika hingga Australia ia jelajahi untuk memberikan pelayanan di bidang agama. Namun suatu ketika ia secara tidak sengaja membaca sebuah buku yang berjudul From Jerusalem to Irian Jaya. Dan, sejak itu ia selalu terngiang-ngiang untuk datang dan melihat pulau paling timur di Indonesia itu. Ternyata, setelah ia melihat sendiri Pulau Irian Jaya, ia sangat sedih karena pulau yang kaya akan sumber daya alam itu ternyata penduduknya terbelakang terutama di bidang pendidikan. Dan sejak saat itu ia dan istrinya bertekad untuk membantu warga Papua terutama di bidang pendidikan.
Setelah melalui perjuangan dan rintangan, Daniel Alexander ditemani istrinya Loise yang warga negara Kanada telah berhasil mendirikan sekolah mulai jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Sekolah sistem asrama yang didirikan Daniel itu tersebar di berbagai pelosok antara lain, Jaya Wijaya, Kerom, dan Nabire. Kadang kita tak habis mengerti apa yang dilakukan orang-orang itu yang katanya hatinya ”terpanggil”. Mereka bisa hidup tenang-tenang dan ongkang-ongkang di rumah, karena secara materi memang cukup. Tetapi mereka tidak melakukan itu. Karena hidup itu bagi mereka harus berarti. Dengan memberikan pertolongan kepada sesama menurut mereka bisa menyirami jiwa. Dan itu menurut mereka tidak bisa dibeli dengan harta dan popularitas.