“Apa yang dikerjakan Bapa itu juga yang dikerjakan Anak”
Penyakit datang memang tidak mengenal waktu, bisa tiba-tiba kita sakit perut pada pagi hari akibat salah makan pada malam harinya. Bisa juga mendadak pening ditengah malam. Datangnya pun tidak mengenal hari, bisa hari kerja atau hari libur. Maka tidak heran banyak berlomba klinik praktek dokter 7 x 24 jam. Intinya setiap saat boleh datang ke klinik, dokter akan tersedia… walaupun kenyataannya dokter baru akan dihubungi bila si pasien sudah datang. Selain itu dokternya tersedia, juga apoteknya pun juga siap melayani 7 x 24 jam. Naaah… pastinya kalau apoteker sulit untuk dipanggil sewaktu-waktu. Jadi pasti ada yang harus menunggu permintaan datangnya resep sepanjang hari, sepanjang waktu. Tidak berhenti disitu, klinik dan apotek yang 24 jam pasti membutuhkan petugas penjaga keamanan dan kebersihan – selain itu juga tukang parkir yang tidak akan melewatkan rejeki dari sekedar mendapatkan ongkos parkir selama 7 x 24 jam. Ini semua adalah akibat dari kompetisi bisnis yang menuntut semua orang yang hidup dari bisnis ini harus bertarung dalam 7 x 24 jam.
Hal yang sama terjadi pada toko/warung serba ada, tempat layanan fotokopi, kafe makanan siap saji bahkan warnet juga berani melayani selama 7 hari non stop 24 jam. Lelah? sudah pasti kalau ingin terlibat dalam kompetisi harus berani mengerahkan sumber daya lebih banyak dibandingkan mereka yang hanya beroperasi 40 jam seminggu. Itu semua adalah pilihan dalam kompetisi pasar.
Renungan hari ini mengingatkan kita bahwa kompetisi dalam hiduppun terjadi dalam 7 x 24 jam. Allah Bapa tidak pernah berhenti bekerja sepanjang waktu, dari dulu, sekarang dan nanti. Sepanjang waktu ada saja yang lahir, dan ada juga yang meninggal. Setiap waktu juga ada yang berdoa dan memohon kepadaNya. Semuanya tidak kenal waktu, tidak mengenal hari. Tetapi untuk menyatakan dan memberikan jawaban bagi banyak orang dibutuhkan tangan dan kaki manusia satu sama lainnya. Dibutuhkan orang-orang yang menanggapi panggilanNya, yang juga ikut tergerak hatinya oleh karena pimpinan Roh Allah dalam hidupnya. Itu semua memungkinkan Allah berkarya di bumi juga.
Selalu dibutuhkan tangan-tangan yang sigap membantu dan kaki yang siap melangkah bila ada kesulitan dan bahkan bila ada bencana, dibutuhkan telinga-telinga yang siap mendengarkan keluhan orang lain sehingga mereka tidak putus asa dan merasa hidup sendiri didunia – dan dengan demikian tidak jadi mengambil tindakan bunuh diri karena merasa sebatang kara di bumi. Selalu dibutuhkan mulut yang digunakan untuk mengucapkan kalimat -kalimat penghibur yang meneguhkan, bukan yang digunakan untuk mencaci maki dan menghina serta menyakiti orang lain.
Semua ini memberikan tanda bagi kita bahwa Allah tidak pernah berhenti bekerja. Kalaupun ada orang-orang yang tidak tergerak atau tidak mau digerakkan oleh Roh Allah, Allah tidak pernah berhenti bekerja. Ia dapat bekerja lewat segala sesuatu bahkan peristiwa dan situasi agar manusia mengetahui kehadiranNya dan merasakan kasihNya. Allah bisa bekerja lewat banyak orang-orang disekitar kita, lewat ide dan karya, hanya untuk menyatakan bahwa Dia mengasihi kita. Juga ingin menyatakan bahwa kita diajak untuk bekerja sama denganNya untuk berkarya menolong dan memperhatikan satu sama lain.
Oleh karenanya kitapun tidak bisa hanya berdiam diri dan memusatkan segala sesuatu pada diri sendiri. Kita diharapkan juga ikut melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukanNya yaitu mengajak sebanyak mungkin orang kembali kepadaNya – kembali merindukan untuk bertemu denganNya. Ia ingin sebanyak mungkin manusia menanggapi kasihNya dan mengenali kehadiranNya ditengah kehidupan dunia yang jahat sehingga sebanyak mungkin orang mengalami kehidupan di bumi seperti didalam Surga – dimana ada kasih dan pengharapan senantiasa.
Hidup kita adalah kompetisi yang juga 7 x 24 jam harus siap siaga. Siap membedakanmana yang baik, kurang baik dan tidak baik. Siaga menghadapi serangan si jahat yang juga bisa datang setiap saat. Godaan selalu datang justru di saat yang enak, disaat kita berada pada zona nyaman – dimana kita menjadi lengah karenanya. Kompromi sedikit-sedikit akhirnya kita menjadi terikat serta sulit melepaskan diri serta tidak menyadari ketika sudah menjadi kebiasaan buruk yang sulit ditinggalkan. Maka Yesus sering mengingatkan kita untuk senantiasa ‘berjaga-jaga’ karena kita tidak tahu kapan waktu itu datang, waktu untuk berbuat baik, waktu untuk menolong orang lain, waktu untuk mengenali kehadiran Tuhan dan waktu untuk kembali kepadaNya.
Semoga kita menyediakan diri untuk senantiasa siap menyediakan diri serta mempertanggungjawabkan setiap kesempatan yang telah diberikan dan ikut pula bekerja bersama Dia, dari pagi hingga malam, bahkan dari minggu sampai minggu kembali. Bekerja bagi semakin besarnya kemuliaan Allah di bumi seperti didalam Surga. Ad Maiorem Dei Gloriam.
==============================================================================================
Bacaan Injil Yoh 5:17-30
“Ia berkata kepada mereka: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.”