Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
Dalam tradisi Yahudi, yang didominasi laki-laki, maka kedudukan perempuan ada dibawahnya. Apalagi janda, mereka termasuk perempuan tidak berdaya. Jarang ada laki-laki yang mau menikahinya karena bila mendapatkan keturunan maka anak tersebut justru meneruskan garis keturunan almarhum suaminya, bukan menjadi anak dari suami barunya. Bahkan bisa dikatakan pembawa sial karena dianggap membawa kematian bagi suami. Maka kalau dalam bacaan lalu orang Saduki menanyakan posisi laki-laki yang mengawini seorang perempuan dan selalu mati, secara tidak langsung menghakimi bahwa perempuan tersebut pembawa sial karena membut para laki-laki tidak jelas statusnya.
Status diberkati Allah juga dinyatakan dengan ‘keberadaan’ harta duniawi dalam tradisi Yahudi. Mereka yang kaya saluran berkat Allah mengalir (Ulangan 28). Sehingga orang miskin dinyatakan terkutuk, tidak mendapat berkat Yahwe. Sehingga kedudukan orang miskin adalah paling belakang dalam pandangan orang Yahudi.
Maka bila Yesus mengajak para murid memperhatikan perilaku seorang janda miskin, Yesus mengajak kita untuk melihat seseorang yang dalam pandangan orang Yahudi amat sangat tidak terpandang, orang-orang yang tidak masuk dalam hitungan. Mungkin juga dijauhi orang-orang dan tidak disapa,tapi ia berharga dimata Allah. Janda miskin ini tidak peduli dengan pandangan orang lain, ia hanya mengarahkan batinnya kepada Allah yang memberinya hidup dan kemampuan bertahan menghadapi penderitaan. Untuk itu ia mensyukurinya dengan memberikan persembahan. Persembahan yang terbaik yang ia miliki, hatinya dan seluruh kekayaannya. Ia tidak memberi untuk dilihat orang, toh ia juga tidak punya apa-apa. Tapi ia memberi dengan rasa syukur akan penyertaan Allah dalam hidupnya.
Injil hari ini mengingatkan kita untuk tidak terpaku pada aturan-aturan agama, pada devosi yang dilakukan tanpa disertai relasi yang intim dengan Allah. Akhirnya hanya dilakukan karena “JA’IM” Jaga Image, supaya dilihat taat beribadah, dilihat diberkati Tuhan dsb. Kita diingatkan untuk bertindak karena kita memiliki mata batin yang tertuju pada Allah. Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17). Iman tidak dapat dilihat oleh orang lain, hanya Tuhan yang tahu, tapi perbuatan dapat dilihat an dirasakan oleh orang lain. Tapi jangan “JA’IM” kita sengaja berbuat sesuatu dengan harapan untuk dilihat orang, dan dengan demikian kita dinilai “beriman” oleh orang lain. Gak usahlah marah kalau sumbangan kita salah ketik dalam berita paroki, atau nama kita tidak disebut dengan benar bahkan lupa disebut sebagai donatur. Orang-orang yang sering protes masalah kolekte biasanya juga yang memberi persembahan dengan tidak tulus, mereka merasa bahwa dengan memberikan kolekte ia bisa mengatur segalanya. Tuhan Allah tidak memerlukan uang kita, Ia lebih butuh hati dan penyerahan kita. Tapi betul bahwa untuk mendukung operasional ibadah tentu tidak gratis, ada karyawan dan listrik yang harus dibayar sesuai dengan standardnya.
Don’t judge a book by its cover, jangan juga kita menghakimi seseorang dari ‘bungkus’nya, dari penampilan fisik. Persis si janda miskin tadi, yang sudah pasti tidak ditengok dan disapa oleh orang-orang sekitarnya. Karena justru Allah mengasihi hati janda yang tulus ini, sementara kita tidak memperdulikannya. Kalau kita memiliki mata yang tajam dan hati yang peka seperti Allah, kita juga mampu menyapa orang-orang yang ‘tidak berharga’ disekeliling kita. Siapa tahu jauh didalam hati mereka, ada ketulusan akan kasih Allah dimana kita bisa belajar daripadanya.
===============================================================
Bacaan : Mrk 12:38-44
“Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.” Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid- Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang
memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”