“Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Memusatkan pikiran, mau disebut konsentrasi, vision or apapun, adalah satu exercise yang mampu menggerakkan seluruh daya upaya, kreativitas, bahkan energi yang tersisa menjadi suatu karya yang fenomenal. Contohnya mujizat lima roti dan dua ikan, memberikan contoh sederhana kalau saja kita mau menyerahkan apa yang kita miliki, walaupun sedikit, dan memusatkannya untuk memuliakan Tuhan. Maka yang terjadi kemudian justru hal-hal yang tidak pernah direncanakan, dan tidak pernah diperhitungkan secara logika.
Perencanaan dan strategi memang perlu dilakukan karena kita telah diberikan akal untuk dipergunakan. Tetapi di atas itu semua kepandaian dan keahlian bisa menyesatkan kalau kita tidak mengarahkan pada tujuan yang benar. Benar menurut siapa? Benar menurut diri sendiri atau benar menurut rencana Allah? Yang mendatangkan kebaikan bagi orang banyak? Yang menghasilkan kesejahteraan untuk pribadi saja kah? atau juga memberikan kesempatan bagi orang lain untuk berkembang?
Maka kalau kita hidup di dunia usaha, tetapi yang menjadi center point adalah diri sendiri, kita akan terjerumus pada paham kapitalisme sempit. Menjalankan bisnis untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya, dengan jalan apapun termasuk memeras para karyawan dan ngemplang supplier. Tetapi kalau bertujuan memberikan lapangan pekerjaan maka kita mengarah kepada socio-entrepreuner atau menjadi pengusaha yang memiliki kepedulian sosial.Waktu yang berjalan akan membuktikan ‘buah’ seperti apa yang dihasilkan para pengusaha ini. Mereka yang berjiwa sosial akan tampak dalam karya kemasyarakatan, sementara yang egois dan kapitalis sudah tertutup hatinya mendengar jeritan para buruhnya.
Hari ini kita diingatkan dimanakah kita akan meletakkan center point kehidupan kita. Profesi yang dijalankan ini mau menuju kemana? Kalau arahnya saja sudah salah, tidak heran kalau ditengah perjalanan sering tersandung-sandung, bahkan semakin menjauh dari rasa damai sejahtera. Itulah yang dilakukan si Iblis untuk mencuri dan akhirnya membunuh damai sejahtera. Tapi kalau arahnya benar, walaupun tidak mulus jalannya, pasti maju mendekat ke tujuan dan membawa damai sejahtera senantiasa. Tidak ada ketakutan karena percaya bahwa kita melangkah ke jalan yang benar, mendekati apa yang Yesus lakukan. Kalau kita sendiri mampu mendeteksi dan senantiasa memeriksa apakah kita tidak menggeser center point itu, maka kita pun mampu mengajak orang-orang disekitar kita menuju center point yang sama. Baik itu pasangan kita, anak-anak kita bahkan teman-teman sekerja kita. Bisa dibayangkan multiplier effect yang disebabkan oleh satu orang saja yang memiliki center point yang benar. Tapi juga bisa dibayangkan dampak negatifnya bila seseorang, apalagi seorang pemimpin, yang menempatkan dirinya sebagai fokus perhatian dalam kehidupannya. Bukan hanya kehidupannya yang menjadi korban workaholic misalnya, tapi seluruh keluarga bahkan apa yang dimilikinya bisa ikut terkena dampaknya. Semoga kita setia dan mengijinkan Dia memimpin dan menjadi pusat kehidupan kita.
=================================================================
Bacaan Mrk 8:27-33
“Kemudian Yesus beserta murid-murid- Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid- Nya, kata-Nya: “Kata orang, siapakah Aku ini?” Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.” Ia bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!” Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia. Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid- Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
February 19, 2009 at 8:09 am
Saya setuju sekali, ‘tuk tidak mengikuti alur pikirnya SETAN, yg telah mencelakakan MANUSIA, cuma KITA ini masih suka enggan membaca apa maunya TUHAN, sedang dalam konteks pemerintahan saat ini pemerintah bukan tidak tahu mau rakyat cuma belagak” ‘gak tau” atau tidak mampu, cuma TUHAN yang tahu, nah kalau mbak terpilih(mudah2an) bisa mengajak “konco2″ ‘tuk mencoba melihat dari kacamata rakyat ‘tuk mendalami keinginan mereka dari hati rakyat dan me wanti2 tuk tidak berpikir menurut SETAN(kalau ndak salah ya mbak saiki banyak pejabat2 atau wakil rakyat yg berperilaku seperti syaiton) kebenaran pasti menang, HANURA mudah2an bisa menyelami hati rakyat( lha koq namanya cucok ya)
February 19, 2009 at 8:14 am
Terima kasih untuk dukungannya mas zulfan. Pada intinya semua pihak yang sungguh memiliki kehendak baik pasti lah akan dipertemukan dengan jalan dan cara apapun, karena kita tahu sumber kebaikan kan datangnya hanya dari Sang Khalik. Maka saya selalu terbuka untuk bekerja sama dengan siapapun yang memiliki ketulusan dan kehendak baik, agar apa yang tersisa yang kita miliki sungguh bermanfaat dan tidak sia-sia. Kalau saja semua orang mengedepankan hati nurani, siapapun mereka, apapun profesi nya bahkan parpolnya, Indonesia ini masih bisa diselamatkan kok. Pasti ada jalan keluar dari krisis kalau tujuannya itu mulia.