Memikul salib adalah satu idiom yang paling mudah untuk dipahami oleh setiap pengikut Kristus karena salib adalah lambang penderitaan, salib adalah jalan berat menuju kebangkitan dan keselamatan. Tetapi kita sering lupa bahwa salib itu diberikan sebagai konsekwensi sebagai pengikut Kristus, bukan salib penderitaan akibat perbuatan sendiri. Kita selalu memiliki pilihan untuk menerima atau menolak ‘salib’ yang diberikan, tetapi kita tidak bisa menolak salib yang kita buat sendiri. Kita selalu punya pilihan untuk mengambil keputusan tapi juga bisa memilih untuk berdiam diri dan tidak mengambil keputusan. Dan karenanya kita umumnya memilih tetap merasa ‘aman’ dengan berdiam diri agar tidak dituntut apa-apa.
Setiap keputusan yang kita buat selalu ada konsekwensinya, ada tanggungjawab yang dituntut serta ada ‘harga’ yang harus dibayar. Termasuk didalamnya ada konsekwensi pula bila kita berdiam diri, tidak mengambil sikap. Hal ini sama halnya dengan mereka yang tidak berani bertanggungjawab, yang memilih menunggu dan melihat situasi, yang mengutamakan ‘zona nyaman’nya dan dengan ragu-ragu berpikir ‘jangan-jangan saya salah ya? lebih baik diam saja’.
Dunia tidak membutuhkan orang pintar lagi, rasanya sudah sangat banyak. Tetapi disaat krisis seperti ini, yang dibutuhkan adalah keberanian mengambil sikap dan berani bertindak serta siap menanggung resiko. Berani bersuara manakala ketidakadilan terjadi, berani berbicara saat ada ketimpangan, berani berteriak saat orang lain terinjak. Jangan berteriak hanya saat kakinya dan harga dirinya sendiri yang terinjak-injak.
Injil hari ini diharapkan dapat menguatkan kita untuk kembali fokus pada panggilan Tuhan untuk menciptakan dunia baru, dunia yang memiliki harapan. Tunjukkan dengan sikap semakin profesional dengan tugas dan tanggungjawab kita, bukan hanya untuk diri kita dan keluarga sendiri. Tapi juga bagi orang banyak terutama mereka yang tidak berani bersuara, yang miskin, yang tersisihkan, yang terzolimi dan menjadi korban kekuasaan.
=====================================================================
“Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian.Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku. Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”