Pada suatu ketika pergilah Yesus ke sebuah kota bernama Nain. Para murid serta banyak orang pergi bersama Dia. Ketika Ia mendekati pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, yaitu anak-anak laki tunggal seorang ibu yang sudah janda. Banyak orang kota itu menyertai janda tersebut. Melihat janda itu tergeraklah hati Tuhan oleh belas kasih. Lalu Tuhan berkata kepadanya, “Jangan menangis!” Dihampiri-Nya usungan jenazah itu dan disentuh-Nya. Maka para pengusung berhenti. Tuhan berkata, “Hai Pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah pemuda itu, duduk, dan mulai berbicara. Yesus lalu menyerahkan kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan, dan mereka memuliakan Allah sambil berkata, “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah mengunjungi umat-Nya.” Maka tersiarlah kabar tentang Yesus ke seluruh Yudea dan ke seluruh daerah sekitarnya.
Bangkitkan rohku ya Tuhan
August 27, 2012 | 0 comments
“Hai pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”
Ngobrol jaman sekarang memang sudah tidak perlu tatap muka, bahkan tidak perlu telpon sehingga ngobrol via BBM dan SMS bisa dilakukan sambil tiduran dan sambil makan. Tetapi jangan lakukan saat kita sedang makan bersama dengan teman-teman dan keluarga kita. Mereka berhak atas perhatian kita juga. Juga jangan BBMan sambil mengendarai mobil dan motor karena sudah banyak kecelakaan terjadi bila konsentrasi pengendara terpecah.
Dulu bahan obrolan sering membicarakan teman-teman dan lainnya, tetapi semakin lama obrolan semakin menjurus ke arah rohani. Mungkin karena kita juga bertambah dewasa (cieee…) atau ingin terlihat lebih spiritual? Kalau hubungan kita dengan teman sudah begitu dekat, kadang seorang teman bisa curhat tentang hal-hal yang rohaniah; kenapa ya hidup doa gw kering ? Masih berdoa sih tapi semangatnya tidak seperti dulu lagi, hanya sekedarnya sebelum tidur malam, bangun pagi dan tentunya doa makan.
Penyakit spiritual memang tidak jauh dari kemalasan akibat dijepit rutinitas sehingga dirasakan tidak ada gairah dan akhirnya merasa bahwa berdoa tidak membuat kita bersemangat. Errr…. bukannya yang tidak membuat semangat itu cinta? Kalau jatuh cinta wah serasa 24 jam ngobrol tidak cukup ya. Padahal buat pasangan yang sudah puluhan tahun menikah, tiap ketemu ya serasa biasa saja… kemana desiran panas dan deg-degan yang dulu pernah ada? Apalagi kalau jarang bertemu, maka harus diupayakan waktu untuk hanya sekedar diluangkan berdua saja.
Injil hari ini mengisahkan bagaimana kesedihan seorang janda yang ditinggal mati anak satu-satunya. Bagaimana tidak sedih, sudah janda pun tidak punya anak lagi, waah… sudah pasti jadi warga negara tersisihkan ditengah orang-orang Yahudi. Dalam adat yahudi, wanita tidak mendapatkan hak waris. Seorang perempuan akan menjadi tanggungjawab ayahnya, suami atau anak laki-lakinya. Maka kalau ikut tradisi Yahudi, janda ini bakalan sebatang kara hidupnya, tidak ada yang memperdulikannya. Sedih karena kehilangan anak semata wayang, lebih takut lagi menghadapi masa depan yang suram.
Yesuspun tergerak hatinya karena melihat kesedihan seorang janda ini. Ia berinisiatif untuk menghidupkan kembali sang anak yang tentunya tidak terpikir oleh sang ibu untuk meminta Yesus menghidupkan anaknya kembali. Sungguh suatu mujizat yang melegakan sang ibu. Ia tidak lagi takut akan masa depan.
Kita mungkin juga tidak berani berharap seperti sang ibu bila menghadapi kematian orang-orang terkasih. Tetapi ada satu hal yang bisa kita persiapkan saat mereka masih hidup bersama kita. Apakah orang-orang terkasih disekitar kita sungguh memiliki pengharapan akan kehidupan kekal didalam Kristus? Kalau tidak, kita bisa ikut meratapi roh-roh yang mati didalam tubuh yang masih hidup. Sama seperti Santa Monika yang kita rayakan hari ini; iameratapi suami dan anaknya Agustinus (yang akhirnya juga menjadi orang kudus) karena hidupnya jauh dari Tuhan. Tiap malam ia menangis setiap mendoakan suami dan anaknya, ia mohon kemurahan Tuhan untuk mendengarkan doanya. Apakah kita juga meratapikeluarga dan kerabat kita yang hidupnya jauh dari Tuhan? Tidakkah kita ingin mereka juga merasakan rahmat karunia kebangkitan Kristus? Dengan demikian bila berpisah dengan mereka suatu saat nanti, kita hanya sejenak berduka tetapi kita punya pengharapan karena kita tahu dimana mereka akan berada karena kasih Allah Bapa.
Disisi lain kalau kita sendiri merasa roh kita pelan-pelan meredup, maka sudah harus mencari P3K. Pertolongan Pertama Pada Kedosaan/Kelemahan. Allah Bapa tidak pernah kekurangan mencintai kita, tetapi jangan-jangan kitalah yang mulai kehilangan api cinta kita pada Tuhan. Kapan kita terakhir merasakan sapaan Tuhan melalui kehadiranNya saat Ekaristi? Kapan kita terakhir kali menyingkir dari kegiatan harian dan berdiam diri di dalam suatu retret ataupun adorasi? Kapan kita terakhir mendapatkan pengampunan akan kesalahan dan dosa kita? Terus terang saat yang paling tepat bagi saya untuk mengaku dosa adalah saat dimana saya merasa tidak perlu mengaku dosa. Wuih… itu bener banget, sukacitanya mungkin seperti si janda yang melihat anaknya hidup kembali. Roh kita kembali dihidupkan dengan cinta Allah Bapa. Tidak terasa airmata pasti mengalir tanpa bisa ditahan lagi setiap saat akan menerima Ekaristi.
Marilah kita memeriksa diri kita masing-masing, sejauhmanakah roh kita tetap menyala-nyala didalam Tuhan? Tidakkah kita rindu untuk bercerita banyak hal bersamaNya? Kalau sedang jatuh cinta sering tanpa kata-katapun kita sudah tenang asal bisa berdekatan. Demikian pula saat adorasi. Tanpa sepatah kata tapi dengan diam kita merasakan kehadiranNya. Kalau kita sudah tidak bisa lagi merasakannya, maka bukan Tuhan yang menjauh dari kita, jangan-jangan kita sudah menjauh dari Tuhan.
Semoga sebagai sudara seiman kita saling mendukung dan mendoakan setiap anggota komunitas dan keluarga kita. Kalau bukan kita yang tergerak melihat pertumbuhan iman mereka, lalu siapa lagi? Mujizat pasti terjadi bila kita merindukan saudara-saudara seiman kembali bersemangat dalam melayani Tuhan.
===========================================================================================
Bacaan Injil Lukas (7:11-17)