“Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. “Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.”
1 vs 99
August 14, 2012 | 0 comments
“Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu ia menyambut Aku.”
Tahta, wanita (sex) dan harta adalah tiga hal menurut pepatah jawa yang paling berbahaya bagi seorang pemimpin. Saya agak kurang setuju dengan kata wanita, mungkin lebih tepat digantikan dengan sex karena bukan wanitanya yang menggoda tapi justru prialah yang mengijinkan nafsunya diumbar. Di jaman sekarang sudah banyak pemimpin juga wanita dimana mereka juga bisa jatuh dalam godaan seksual. Maka baik pria maupun wanita, sebagai pemimpin mereka bisa mengalami kejatuhan ataupun kekalahan karena lemah dalam menghadapi ketiga godaan tersebut.
Untuk menghadapi godaan seksual tentu kita harus belajar setia, setia dari hal yang kecil-kecil untuk sekedar memperhatikan pasangan hidup kita. Untuk menghadapi godaan akan kekayaan perlu disertai rasa ‘cukup’ dengan apa yang kita terima dan kita miliki termasuk bertanggung-jawab untuk setiap sen yang kita terima dan kita keluarkan. Kita senantiasa mengucapkan syukur untuk setiap kemampuan dan talenta dan rejeki yang kita terima. Seorang yang tamak seperti para koruptor pasti jauh dari rasa ‘cukup’ apalagi bersyukur.
Injil hari ini mengingatkan kita bagaimana godaan akan kehormatan dan keinginan mendapatkan posisi tertinggi juga dialami para murid yang setiap hari terus bersama Yesus. Mereka ingin tahu siapa dari 12 orang murid utama tersebut yang akan mendapat ‘posisi’ terhormat di Surga. Mereka mulai saling mengukur dirinya terhadap satu sama lain. Saya lebih baik dari si ini, karena kemarin Yesus meminta saya melakukan itu. Saya lebih rajin dari yang lain karena saya ikut menemani Yesus berdoa. Saya lebih suci dari semua murid karena saya tidak pernah mengomel dan berdebat dengan orang farisi, dsb, dsb.
Bukankah hal ini juga terjadi diantara pelayan Tuhan disekitar kita? Ada yang tidak mau jadi Ketua Panitya karena lebih cocok jadi Penasehat yang tidak perlu kerja keras tetapi namanya bakal tercatat di kepanityaan. Ada juga yang tidak mau jadi pengurus tetapi kerjanya merecoki apa saja yang dilakukan para pengurus. Lebih sedih lagi kalau ketemu orang yang paling sering mengkritik, tetapi begitu diminta untuk membantu bersama ikut memperbaiki karya pelayanan maka ia akan menjawab ” wah… jangan saya, saya sedang sibuk ini dan itu…” Capee deeeh…
Akibatnya kita sudah pasti tah kalau hal ini berlanjut dan tidak ada pendampingan maka rontoklah para pelayan pekerjaan Tuhan. Gak bisa bertahan karena korban perasaan, dikritik dan disalahkan. Korban materi dan waktu sudah biasa, tetapi kalau sudah menyangkut perasaan…. wah bisa saling melukai satu sama lain. Gak heran banyak komunitas yang sempat dibentuk belum tentu bisa bertahan lebihd dari 3 tahun. Kenapa? Karena tidak diupayakan untuk memelihara kasih didalamnya. Karena Kristus tidak dihadirkan melalui perkataan dan perbuatan. Saat ada yang dilukai tidak dirawat, bahkan didiamkan. Wajar saja kalau mereka meninggalkan kawanan daripada lukanya lebih dalam lagi.
Injil hari ini mengingatkan kita bagaimana seorang pemimpin perlu memiliki kerendahan hati untuk mendengar dan juga memiliki sikap yang mau terus belajar – teachable attitude. Persis sikap seorang anak yang ingin tahu dan ingin belajar. Seorang anak juga tulus terbuka mempelajari segala sesuatu dan tidak berprasangka buruk. Seharusnyalah seorang pemimpin memiliki telinga lebih banyak untuk mendengarkan dan memperhatikan orang lain. Ia gunakan mulutnya lebih sedikit dari telinganya. Ia mau merawat dan memperhatikan setiap anggota komunitasnya. Iapun juga terbuka menerima umpan balik untuk menjadi lebih baik lagi dan mau belajar dari orang lain.
Bagi seorang pemimpin kedudukan atau wewenang yang dipercayakan kepadanya adalah tugas yang harus dipertanggungjawabkan. Adalah kesempatan menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan sampai tuntas. Tetapi seorang pemimpin perlu memiliki kerendahan hati, menyadari dia tidak dapat melakukan tugasnya sendiri. ia harus dengan cerdik dapat memilih orang-orang yang dapat bekerjasama menuntaskan tugas yang diterima.
Maka Yesus mengingatkan para murid yang saat itu masih bersama-sama dengan Dia agar senantiasa saling melayani dan memiliki kerendahan hati. Kalau diantara mereka saja tidak solid, tidak memiliki sikap anak-anak yang tulus dan mau belajar, bagaimana mereka bisa menuntaskan panggilan perutusan melalui Amanat Agung? Demikian pula dengan kita, seyogyanya kita kembali menyadari dan juga bertanya, untuk apakah semua talenta kepemimpinan dan kekuasaan yang Tuhan percayakan kepada kita.
Marilah kita merenungan apakah ada hal yang bisa kita lakukan lebih banyak lagi untuk memperluas Kerajaan Allah dengan menghadirkan kasihNya melalui karya kita? Adakah kita masih saling melukai dan meninggalkan tugas pelayanan yang Tuhan percayakan? Mungkin inilah saatnya kita kembali pada Tuhan, mengakui kesalahan dan bertobat. Tidak lagi saling melukai sehingga menambah domba-domba yang tadinya sudah rukun justru menjadi terluka. Bukannya mencari satu ekor yang terhilang, tetapi kelakuan kita malah mencerai-berai yang 99 ekor.
Lebih baik daripada membuang waktu saling melukai dan menyakiti orang-orang disekitar kita karena kita merasa terancam takut akan hilangnya posisi dan jabatan kita, maka waktu yang tersisa kita gunakan untuk mencari dan merawat mereka yang membutuhkan kasih dan uluran tangan Tuhan. Toh kita gak akan bawa semuanya itu saat dipanggil pulang nanti.
===========================================================================================
Bacaan Injil Mat 18:1-5.10.12-14