Saat bro Samsi memintaku untuk menulis kenanganku terhadap mas JD, saya masih belum percaya bahwa dia benar-benar sudah berpulang. Berbahagialah mereka yang tidak melihat tapi percaya. Ah, saya sudah melihat jenazah mas JD terbaring gagah dengan jas lengkap didalam peti dirumahnya. Tapi yang saya lihat dia tertidur dengan senyumannya. Senangnya elu mas, bisa ketemu pujaan hati Sang Kristus dan Bunda Maria.
Beberapa tahun lalu saya gak kenal siapa JD yang sering disebut-sebut teman-teman pengurus FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia). Wah rat, elu mesti ketemuan sama dia (JD) pasti cocok deh buat tukar pikiran. Entah kenapa saat saya ada, mas JD gak bisa datang meeting FMKI. Saat dia ada, giliran saya gak bisa hadir. Saat itu tahun 2009 saya baru bergabung dengan salah satu parpol. Keputusan nekad dalam hidup saya mencemplungkan diri pada dunia yang asing dan menakutkan buat orang yang buta politik dan perempuan lagi. Tau dong, politik itu dunia laki-laki banget. Rapat dan acaranya aja puanjang dan full asep rokok.
Kondisi saya saat itu yang baru kembali dari keliling indonesia mengunjungi berbagai tempat untuk mengadakan kegiatan baksos dan doa bersama Jaringan Doa Nasional seolah membuka mata rohani saya. Seperti Yeremia matanya dicelikkan Tuhan saya melihat betapa miskin dan menderitanya rakyat Indonesia di beberapa pelosok yang saya kunjungi. Sejak saya kembali, firman Tuhan pada Yesaya6:8 terus bergema tanpa berani saya jawab ” Siapa yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Saya belum seberani menjawab seperti Yesaya, saya masih berdoa “Utuslah anak-anakMu bagi bangsa ini” (jangan saya deh, saya bukan orang yang tepat). Tetapi akhirnya setelah melalui suatu pergumulan dalam doa dan puasa saya memutuskan untuk memberi jawaban seperti Yesaya. “Ini aku, utuslah aku” – Tapi jangan Kau ijinkan aku sendiri ya Tuhan, berikan kawan-kawan seperjuangan seperti para murid yang Kau utus pergi berdua-dua. Maklum saya tidak kenal siapa-siapa di ranah politik, apalagi yang katolik. Saya hanya melangkah dengan restu almarhum bapak yang saat itu masih ada dan suami tercinta...and that is more than enough for me to stay up to this point. Ternyata Tuhan menjawab doaku, satu persatu Tuhan pertemukan dengan mereka yang kemudian hari bisa dikatakan ‘konselor’ saya di bidang politik, baik para klerus dan awam. Salah satunya mas JD yang aktif sebagai pengurus FMKI KAJ.
Awalnya agak sengak juga lihat gaya mas JD waktu pertama kali jumpa di rapat FMKI disalah satu resto. Saat diperkenalkan teman, dia bilang ” Naaah, akhirnya ada juga perempuan katolik di kepengurusan parpol !” Arrrgh… memang kenapa kalau perempuan masuk parpol? Soalnya nada suaranya kedengarannya rada melecehkan gitu. Rasanya saya mau bales ” Masih beranian gw daripada elu-elu pada cuma jadi pengamat politik, kagak berani nyebur ke parpol!” Hahaha… kalau inget waktu itu, darah muda saya panas tiap kali ketemu mas JD. Serasa saya ini kayak di tes gitu, pertanyaan-pertanyaannya tajam banget. Waktu itu males banget tukeran nomer HP. Boro-boro…
Tapi justru dari kesan pertama yang rada sengak itu saya jadi penasaran, ah … ini orang pasti ada apa-apanya. Soalnya saya tanya para romo pengamat politik semua berpendapat positif tentang JD. Yowis… mungkin saya aja yang rada sensi dan harus menerima pernyataan dan pertanyaan mas JD dengan hati yang lapang seluas lapangan bola.
Dalam sebuah seminar saya ajak sahabat saya Debbie Tampubolon sebagai sesama pengurus parpol, hadir disalah satu diskusi FMKI. Saat ketemu mas JD baru ketahuan bahwa mereka sudah lama saling kenal sebagai sesama pegiat Autism. Wah… gambaran saya terhadap mas JD yang nyebelin langsung berubah, hanya orang yang punya hati lembut memiliki kepedulian pada kelompok autism. Baru deh saya mau tukeran nomor HP dan mas JD bilang, kapan-kapan kita ngobrol ya jeng… Itulah pertama kali, mas JD mulai memanggil saya dengan ‘jeng’.
Sejak saat itu komunikasi dengan mas JD semakin sering lewat SMS, kemudian FB. Lalu mas JD mengundang saya bergabung dalam milis RenunganPagiJD setelah beberapa kali saya kirimkan renungan harian saya via japri. Komen saya via email, Ih.. mas JD narsis amat, milis Renungan Paginya pake buntut JD. Dan ia gak marah malah ketawa ngakak… dia bilang : gpp kan jeng, nanti kalau gw udah gak ada milis ini akan jalan sendiri. (Gila lu mas, beneran apa yang elu bilang kejadian sekarang !).
Mungkin karena sama-sama anak pertama, saya dan mas JD punya karakter yang mirip, sama-sama choleric keras kepala, Pe De habis dan persisten. Tapi juga melancholis mudah tersentuh hatinya. Jadi kalau saya komunikasi via japri bisa ledek-ledekan tanpa hard feeling, tapi tidak dihadapan orang banyak.
Dari renungan-renungannya serta mengenali kegiatan hariannya, saya semakin mengenal siapa mas JD sebenarnya. Ia begitu keras dalam hal prinsip tapi juga lembut sekaligus dan murah hati. Sambil ketawa saya bilang : Wew….. gak banyak laki-laki kayak elu mas. Gak heran kalau elu masih dikejar-kejar perempuan juga abis kadang rada genit gitu hahaha… Berbahagialah mbak Ira yang memiliki suami setia dan taat beribadah seperti mas JD. Walaupun kebayang bengalnya seperti apa tuh saat masih muda. Mbak Ira pasti mbatin, untungnya mbak Ira juga tekun dalam doa. Pasti JD berubah juga karena doa seorang perempuan, minimal istrinya dan mamanya.
Sering saya melewati jam-jam diskusi dengan mas JD sambil ngopi sore membicarakan banyak hal, dari bagaimana peta politik saat itu dan apa yang kita bisa lakukan sebagai umat katolik. Daaaan… ujungnya pasti cerita tentang keluarga. Saya menangis mendengar perjuangan mas JD dan mbak Ira membesarkan anak berkebutuhan khusus. Saya bisa memahami karena sahabat sayapun demikian, ia ajak saya mengunjungi bagaimana ortu di desa menanganinya. Tidak banyak yang sanggup bertahan dan berujung pada perceraian. Mas JD dan mbak Ira benar-benar jadi motivator para ortu anak berkebutuhan khusus. Tuhan memang mempersiapkan mereka secara khusus melalui air mata perjuangan yang akhirnya berbuah manis.
Mas JD yang saya kenal sangat menjaga ritme hidup dan pola makannya. Kalau gendut sedikit pasti sudah sewot. Ada aja yang dilakukanNya saat saya SMS. Bentar ya jeng, aku lagi di gym. Nanti aku balas selesai lari sekian putaran. Waah… minder deh kalau urusan beginian. Tapi yang bikin lebih minder lagi kalau pagi-pagi saya SMS balesannya : maaf ya jeng baru selesai misa pagi di kedutaan. Kebiasaan misa pagi mas JD bikin saya angkat topi. Ini menyangkut komitmen luar biasa lho secara saya sendiri pernah melakukannya. Dia hafal tuh misa pagi di blok Q jam berapa, di Blok B dan Tere juga. Paling sering dia misa di kedubes Vatican. Duuuh… urusan satu ini sungguh gak salah kalau kita sering panggil mas JD “Uskup”.
Beberapa kali saya datang kerumahnya, entah saat misa ulang tahun juga saat berduka ketika Opi berpulang, saya rasakan betapa hangatnya keluarga mas JD. Yang jelas kental banget darah menadonya, doyan makan dan doyan nyanyi. Tentu saja kita teman-temannya kebagian senanglah, kebagian makanan yang pasti enak dan belajar nyanyi-nyanyi juga. Hobby musik itu rupanya dipelihara sampai Nikita benar-benar jadi artis lho! Secara mas JD hobby motret, kegiatan Nikita benar-benar bisa diikutin di FBnya. He is really proud of his son! Mas JD selalu hadir di kegiatan anaknya, entah itu Oscar, Nikita dan Dimmy. Gw belajar satu hal ini dari elu mas, ngikutin bakat anak-anak yang memang berbeda satu sama lain.
Rumahnya selalu terbuka bagi para pastor, sudah seperti mess perwira Kristus. Ada saja SMS mas JD mengabarkan : ” jeng kenal romo anu gak, lagi nginep dirumahku nih. Weew… endang bambang, bisa misa harian dan ngaku dosa dirumah dong! Asli bikin gw ngiri elu mas hahaha.. demikian balasan SMS saya.
Mas JD pernah cerita bagaimana ia mendidik anak-anaknya untuk menjadi laki-laki yang bertanggungjawab untuk kehidupannya, tetapi juga menjadi bapak didalam keluarga. Saat mas JD SMS memberi kabar akan menikahkan anaknya Nikita “Jeng, mohon doanya ya, kami mau berangkat ke tanah suci menikahkan Nikita dan Arini disana”, saya balas ” You are the best father for Nikita, he is blessed having a father like you mas. I pray to God that you will also be a best grandpa .. siap-siap bobo sama oma-oma ya hahaha..!”
Begitulah pertemanan dan persaudaraan saya dengan mas JD, sampai pernah suatu saat saya katakan : ” Mas, kayaknya gak ada temen gw yang gak elu kenal ya. Gw cerita sana sini, eh kenal juga sama mas JD. Buset deh. Gw ngiri sama elu mas. Bandelnya gak kira-kira waktu muda, eh tuanya juga tobatnya gak kira-kira sudah kayak uskup gitu.” Dan seperti biasa mas JD ketawa ngakak, makanya jeng jangan jauh-jauh ya. Jangan sombong jadi orang! Hahaha…
Saat mendengar mas JD kena DBD langsung saya SMS dan rupanya sudah seminggu di RSPI. Dasar sifatnya mas JD gak mau nyusahin orang, dia gak bilang kalau dia sudah sekian lama di RSPI. Toh cuma DB, gpp kok jeng gak usah di bezoek, besok juga sudah pulang, demikian SMSnya. Tapi saat beredar SMS mencari darah untuk kebutuhan mas JD saya sempat panik juga. Sayangnya saya sedang flu berat sehingga tidak berani bezoek, saya sampaikan doa untuk mas JD lewat BB sampai akhirnya diputuskan untuk dibawa ke Singapore.
Komunikasi terakhir saya dengan mas JD adalah saat mengucapkan selamat ulang tahun ke 54. Dia masih membalas “Terima kasih doanya jeng. Doakan aku ya agar bisa cepat pulih, sekarang dalam proses recovery.” Betul mas, sekarang kamu benar-benar dipulihkan dan disempurnakan dalam Kristus. Wajahmu sudah meling-meling semakin kinclong berhadapan muka dengan muka dengan junjunganmu Kristus Yesus. Kamu bisa berhalo-halo langsung dengan idolamu Bunda Maria. Dan tentunya berjumpa dengan Opi dan Nikita tersayang di atas sana.
Vaya Con Dios mas Jeff. Go with God bro… may you rest in peace. Terima kasih untuk pertemanan dan khususnya bimbingan dan perhatiannya selama ini. Doakan kami semua dari atas sana agar kami setia sampai garis akhir.
Ad Maiorem Dei Gloriam- ratna