Fiat Voluntas Tua

Dari Tunjuk-Menunjuk jadi Tuntun-Menuntun

| 0 comments

“Keluarkanlah dahulu balok dari matamu”

Mata manusia yang diberikan Tuhan berfungsi untuk melihat secara fisik apa yang ada disekitar kita sehingga kita bisa memutuskan akan bergerak kemana dan berhenti bila kita menghadapi halangan didepan kita. Mata tidak dapat mengenali obyek disekitar kita bila dalam keadaan gelap gulita. Biarpun melotot sekuat tenaga, tetap saja gelap. Kecuali mata burung hantu dan binatang malam lainnya, mereka memiliki kemampuan menangkap panas seperti kamera berinfra merah. Tentu tujuannya untuk mengenali sasaran entah musuh atau makanannya untuk bertahan hidup.

Sebagai mahluk berakalbudi, dari apa yang kita tangkap oleh mata akan diolah di otak, dicerna dan dipikirkan. Sayangnya logika manusia lebih mudah memproses hal yang negatif dan buruk. Mesti butuh latihan ekstra dari kecil untuk mengolah segala sesuatu yang masuk kedalam otak menjadi segala yang positif. Tidak perlu diajari anak-anak bisa dengan mudah irihati melihat mainan atau baju milik temannya. Orangtualah yang bertugas mendidik dan mengarahkan bagaimana anak-anak mengolah perbedaan-perbedaan dan berbagai hal yang dilihatnya.

Kita sebagai manusia dewasapun melakukannya. Memang lebih mudah melihat hal yang negatif dari orang lain daripada hal yang positifnya. Sebaliknya kita mudah sekali melihat hal baik dari diri kita (walaupun tidak sepenuhnya baik) dan buta terhadap kekurangan yang ada. Mata rohani sering terpengaruh dengan mata jasmani sehingga mudah tergoda untuk menghakimi dan mengingini seseuatu yang bukan milik kita. Mungkin menjadi orang buta jasmani hidupnya lebih damai karena tidak ‘terganggu’ dengan berbagai hal fisik disekitarnya.

Injil hari ini mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan mata rohani dan mata jasmani kita sendiri. Dengan mudah kita menghakimi orang-orang disekitar kita, tetapi kita tidak mau ‘melihat’ diri kita sendiri apakah kita juga sudah layak dengan ukuran yang sama. Siapakah kita sehingga kita bisa ‘menghakimi’ seseorang? Kita sama berdosanya dengan para penjahat karena dihadapan Tuhan tidak ada dosa kecil maupun dosa besar. Tidak ada kotor sedikit atau kotor sekali. Semua dosa hukumannya maut, semua yang tidak kudus tidak dapat masuk kembali kepada Kerajaan Allah. Hanya kasih karunialah yang melayakkan kita mendapatkan Jalan Keselamatan melalui Yesus Kristus.

Jadi bedanya kita dengan para pendosa lainnya hanyalah sejauhmana kita melihat kasih karunia Allah yang ditawarkan kepada kita. Ada yang menolak tawaran keselamatan yang ditawarkan, ada juga yang menanggapi tetapi tidak berusaha untuk menjaga kekudusannya dengan terus-terusan menghakimi orang lain. Hanya pendosa yang mau bertobat dan kembali memandang wajah Tuhan dapat melihat kembali terang Kristus dalam kehidupannya. Maka bila kita ingin mengajak orang lain mendapatkan dan menerima Kabar Sukacita, apakah kita sendiri sudah mengalaminya? Bagaimana kita menuntun orang lain kepada Sang Juru Selamat, kalau kita sendiri juga tidak mau mengikuti teladanNya dan tidak berupaya untuk menjadi lebih baik dari hari kehari? Bahkan orang yang menyangka dirinya sudah suci, diam-diam terperosok dalam lubang kesombongan tanpa disadarinya. Tidak ada pertolongan karena ia tidak merasa perlu untuk bertobat dan tidak merasa bersalah.

Mari menghentikan kebiasaan untuk senantiasa mengkritisi kelemahan orang lain karena kitapun manusia yang belum sempurna, terkadang kita juga tidak bisa mengekang mulut dan tangan kita. Tetapi dengan segala ketidaksempurnaan yang kita sadari, kita mau bertindak bersama-sama untuk mengajak orang lain, saling menuntut agar menjadi lebih mengenal Sang Kristus dan menjadi muridNya yang setia.

==========================================================================================================================

Bacaan Injil Luk 6:39-42

“Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk  mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.