Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.”
Ketika terjadi bencana alam, entah itu gunung meletus atau tsunami, banyak korban meninggal. Sebagian orang percaya bencana itu adalah hukuman Tuhan, sebagian lainnya menganggap bencana itu sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri.
Saya sulit menerima pemahaman bahwa bencana itu adalah hukuman Tuhan, karena saya yakin ada orang-orang baik yang juga menjadi korban, dan saya yakin Tuhan tidak akan menghukum orang-orang yang telah berbuat baik. Pemahaman itu tak ubahnya dengan merendahkan martabat Tuhan karena menyamakan perbuatan-Nya dengan perbuatan teroris, melakukan pengerusakan dengan diam-diam.
Bencana alam merupakan bagian dari rancangan kaidah duniawi yang diciptakan oleh Tuhan. Meskipun Tuhan tetap memiliki kuasa untuk membelokkan, merubah atau pun membatalkan kaidah yang dirancang-Nya itu, tentu Tuhan akan lebih mementingkan memelihara rancangan-Nya itu ketimbang mengubah-ubahnya.
Maksud saya begini, kalau Tuhan kecewa karena manusia berbuat dosa dan tidak mau bersekutu dengan-Nya, mudah sekali bagi Tuhan untuk memusnahkannya lalu menciptakan manusia baru yang lebih sesuai dengan keinginan-Nya, misalnya manusia tidak memiliki kemampuan berbuat dosa.
Jika perilaku Tuhan seperti itu, artinya Tuhan menganggap manusia itu hanya mainan-Nya saja. Tuhan tidak melakukan hal itu karena kasih-Nya yang besar kepada manusia, dan menjadi harapan yang besar dari Tuhan agar manusia mau mengasihi-Nya. Tuhan merindukan kasih yang tulus dari manusia, bukan kasih hasil rekayasa yang dibuat-Nya sendiri. Sebagai manusia, kita berpeluang untuk memberikan sukacita Allah itu, karena manusia memiliki kemampuan untuk mewujudkannya tetapi belum tentu memiliki kemauan untuk mewujudkannya.
Hukuman Tuhan itu memang ada, tetapi tidak dapat diartikan bahwa Tuhan itu gemar menghukum. Hukuman itu muncul sebagai konsekuensi dari keputusan manusia terhadap langkah dan tindakannya selama hidup di dunia. Akan ada penghakiman sebelum hukuman itu dijatuhkan, ranting yang kering akan diturunkan ke dunia orang mati, dan ranting yang menghasilkan buah akan diangkat ke langit. Tuhan telah menyatakan kaidah ini kepada kita melalui Yesus.
Badan jasmani bisa mati tetapi jiwa tidak, artinya kematian bukan akhir dari perjalanan hidup manusia. Tuhan memberikan “upah” kepada setiap manusia, tanpa pengecualian, semua akan menerimanya. Inilah keadilan Tuhan yang hakiki, yang baik dan yang jahat akan menerima upah itu. Selanjutnya terserah kepada manusia itu sendiri untuk menentukan kapan akan menerima upah itu, apakah “in-advance”, “cash-on-delivery”, ataukah berupa “savings” yang akan dicairkan pada kehidupan setelah kematian? (Sandy Kusuma)
================================================================================================================
Bacaan Injil, Mat 11:20-24
Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya: “Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.”