“Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir.”
Perjamuan makan merupakan salah satu hal yang lazim dibuat untuk menungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan kasih persaudaraan dengan sesama. Malam hari ini, kita bersama-sama berkumpul untuk merayakan Kamis Putih sebagai kenangan akan Perjamuan Malam Terakhir Yesus bersama para murid-Nya, sesuai dengan perintah-Nya, “Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku” (1Kor 11:24.25). Semoga, dengan pengenangan ini, kita sungguh-sungguh mengalami dan merasakan kehadiran Kristus yang menyerahkan hidup-Nya demi keselamatan kita. Sebab, pada malam hari ini, Kristus menunjukkan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita dengan menjadi seorang hamba yang membasuh kaki para murid sebagai lambang dan teladan pelayanan kasih yang tiada tara. Dalam rupa roti dan anggur, Ia juga menyerahkan tubuh dan darah-Nya sebagai makanan dan minuman rohani bagi kita sebelum akhirnya Ia menyerahkan tubuh dan darah-Nya yang sesungguhnya di kayu salib. Semuanya itu, dilakukan demi cinta kasih-Nya yang bergitu besar kepada kita agar kita semua yang semestinya binasa akibat dosa, memperoleh penebusan dan keselamatan. Maka, marilah kita memasuki keagungan misteri ini dengan penuh hikmat seraya mempersiapkan diri kita dengan hening sejenak ..
Homili
Hidup kita ini sepertinya sangat akrab dengan yang namanya peringatan, bahkan malah tidak bisa dilepaskan. Kita mengenal berbagai macam peringatan atau ulang tahun: kelahiran, kematian, perkawinan, tahbisan, hidup membiara, pemberkatan Gereja, dll. Tentu saja, peringatan-peringatan yang sering kita sebut sebagai ulang tahun itu, tidak sekedar meng-ULANG peristiwa-peristiwa tahun silam, tetapi kita hendak memper-INGAT-i dan meng-(K)ENANG-nya agar peristiwa itu menjadi hidup kembali secara aktual dan dapat kita hayati secara baru sehingga memberikan kesegaran dan semangat baru. Dengan demikian, misalnya peringatan ulang tahun perkawinan hendaknya sungguh menyegarkan kembali janji perkawinan yang telah diucapkan sekian tahun yang lalu dan dihayati dalam proses jatuh-bangun sejak janji itu diucapkan. Demikian pula, pembaruan janji imamat seperti yang baru saja kami lakukan kemarin (Selasa, 21/4) diharapkan juga sungguh menyegarkan janji dan penghayatan imamat kami. Maka, dalam setiap peringatan dan pengenangan, biasanya akan muncul harapan-harapan dan niat baru untuk penghayatan yang lebih baik di kemudian hari.
Nah, pada malam hari ini, kita bersama-sama berkumpul di sini juga untuk melakukan peringatan dan pengenangan akan Perjamuan Malam Terakhir Tuhan kita Yesus Kristus sebagaimana Yesus sendiri juga mengenangkan Perjamuan Paskah Yahudi. Yesus adalah seorang Yahudi yang taat sehingga Ia melakukan juga Perjamuan Paskah Yahudi seperti yang diperintahkan Tuhan, “Hari ini harus menjadi hari peringatan bagimu, dan harus kamu rayakan sebagai hari raya bagi Tuhan turun-temurun” (Kel 12:14). Jadi, melalui Perjamuan Malam Terakhir itu, Yesus mengenangkan Perjamuan Paskah Yahudi sebagai peringatan atas pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Namun, pada malam itu, Yesus sekaligus membuat sesuatu yang baru dan khas, sebagaimana dikisahkan oleh Paulus dalam bacaan II. Atas roti dan anggur yang diberikan kepada para murid, Yesus mengatakan, “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu …. Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku” (1Kor 11:24.25). Jadi, yang diberikan oleh Yesus kepada para murid adalah tubuh dan darah-Nya sendiri. Dan, sambil memberikan tubuh dan darah-Nya itu, Yesus juga berpesan, “perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku” (1Kor 11:24.25). Nah, inilah yang sekarang ini kita lakukan. Saat ini, kita memperingati dan mengenangkan Tuhan kita Yesus Kristus yang menyerahkan tubuh dan darah-Nya bagi kita. Maka, marilah kita merenungkan apa yang dibuat oleh Tuhan itu dan mengambil makna sekaligus daya gunanya bagi hidup kita saat ini.
Berdasarkan kesaksian St. Paulus (bacaan II) dan St. Yohanes (Injil), dalam Perjamuan Malam Terakhir tersebut, Yesus melakukan 2 (dua) hal pokok. Hal yang pertama adalah “Tuhan Yesus, pada malam Ia diserahkan, mengambil roti dan setelah mengucap syukur atasnya, Ia memecah-mecahkan roti itu seraya berkata, ‘Inilah Tubuh-Ku, yang diserahkan bagimu; perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku!’ Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata, ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku.’” (1Kor 11:23-25). Melalui tindakan-Nya ini, Yesus mengantisipasi penyerahan diri-Nya yang akan segera terlaksana di kayu salib sekaligus menetapkan Ekaristi sebagai peringatan akan Dia. Maka, setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenangkan penyerahan diri Yesus demi keselamatan kita. Kita imani, bahwa dalam Perayaan Ekaristi, Tuhan Yesus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur. Kehadiran-Nya itu terjadi di dalam “perubahan seluruh substansi roti menjadi tubuh dan anggur menjadi darah”. Kendati, rasa dan wujudnya masih tetap roti dan anggur, tetapi sbustansinya telah menjadi tubuh dan darah Kristus. Oleh karena itu, melalui komuni suci, kita sungguh-sungguh menerima Yesus sendiri. Ia sungguh-sungguh tinggal di dalam diri kita. Konsekuensinya, kita diharapkan selalu menjadikan diri kita ini sebagai tempat yang layak untuk menerima kehadiran Tuhan dan menjadi tempat tinggal-Nya. Untuk itu, kita harus rajin membersihkan hati dan budi kita dari dosa dan hal-hal negatif lainnya. Maka, pesan dari tindakan Yesus yang pertama ini jelas: marilah kita semakin menghargai Ekaristi, semakin sering merayakannya dan jangan lupa menyediakan diri sebagai tempat yang layak untuk menerima kehadiran Tuhan.
Hal kedua yang dibuat Yesus adalah, “Ketika mereka sedang makan bersama, … bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya. Kemudian Ia menuang air ke dalam sebuah bejana, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya, lalu mengeringkannya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.” (Yoh 13:1.4-5). Yesus membasuh kaki keduabelas murid-Nya sebagai wujud kasih-Nya yang begitu besar kepada mereka. Dalam konteks ini, selain sebagai wujud pelayanan kasih, pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus juga mempunyai makna pembersihan dan pembebasan dari dosa (kotoran). Dan pesan yang hendak disampaikan Yesus melalui tindakan-Nya ini adalah, “jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberikan teladan kepadamu, supaya kamu juga buat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:14-15). Inilah tugas perutusan kita sepanjang masa: wajib saling mengasihi. Inilah tanda nyata kalau kita adalah orang Katolik sejati yang melakukan kehendak Tuhan.
Menyembung dengan yang pertama, tentang Ekaristi, setiap akhir Ekaristi, kita semua diutus: “Marilah pergi, kita diutus”. Diutus untuk apa? Untuk menghayati Ekaristi dalam hidup sehari-hari. Sebagaimana dalam Ekaristi itu, Yesus Kristus hadir dalam rupa roti yang diambil, diberkati, dipecah dan dibagikan, kita pun diutus untuk melakukan hal yang sama. Maka, marilah kita membiarkan diri kita ini diambil dan diberkati oleh Tuhan, kemudian dipecah-pecah dan dibagikan kepada sesama kita. Kita persembahkan diri kita, waktu, tenaga, kemampuan dan harta milik kita kepada Tuhan untuk diberkati, dipecah-pecahkan dan dibagikan kepada keluarga (suami/istri, anak-anak, orangtua), Gereja (lingkungan dan Paroki) dan masyarakat (RT, RW, tempat kerja, dll). Dengan demikian, kita telah melaksanakan perintah Tuhan untuk saling mengasihi.
Rm Agus Widodo Pr
==============================================================================================
Bacaan Injil Yoh(13:1-15)
Sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus sudah tahu bahwa saatnya telah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya; sekarang pun Ia mengasihi mereka dengan tak ada hingganya. Ketika mereka sedang makan bersama, setan membisikkan dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, rencana untuk mengkhianati Yesus. Yesus tahu bahwa Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya, dan bahwa Ia telah datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Maka Yesus bangun dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya. Kemudian Ia menuang air ke dalam sebuah bejana, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya, lalu mengeringkannya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang Kubuat ini, engkau sekarang belum mengerti, tetapi kelak engkau akan memahaminya.” Kata Petrus kepada-Nya, “Selama-lamanya Engkau tidak akan membasuh kakiku!” Jawab Yesus, “Jika Aku tidak membasuh kakimu, engkau tidak akan mendapat bagian bersama Aku.” Kata Petrus kepada-Nya, “Tuhan, kalau begitu, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku! Kata Yesus kepada-Nya, “Barang siapa sudah mandi, cukuplah ia membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Kamu pun sudah bersih, hanya tidak semua! Yesus tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia; karena itu Ia berkata, “Tidak semua kamu bersih.” Sesudah membasuh kaki mereka, Yesus mengenakan lagi pakaian-Nya dan duduk kembali. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengertikah kamu arti perbuatan-Ku ini? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Nah, jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberikan teladan kepadamu, supaya kamu juga buat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”