“Engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu”
Apakah menjadi kaya itu berdosa sehingga si orang kaya itu masuk neraka sedangkan si Lazarus yang miskin bisa masuk surga? Apa yang dilakukan berbeda sehingga kedua orang ini mendapat tempat berbeda di akhirat? Bukan masalah uangnya karena dimana-mana uang itu netral. Uang 6,7 T tentu berbeda artinya bila digunakan untuk membangun infrastruktur di wilayah pedalaman dibandingkan ditangan para koruptor yang mengeruk uang negara lewat salah satu bank. Yang membuatnya berbeda adalah cara atau tujuan untuk menggunakannya; apakah untuk meningkatkan kesejahteraan orang banyak atau meningkatkan kesejahteraan pribadi.
Menjadi kaya dalam pandangan orang Yahudi adalah bukti dari rahmat Tuhan – baca Perjanjian Lama pada kitab Ulangan 28- kalau kita dengan sungguh memahami isi Taurat dan melakukannya maka apapun yang dilakukan berhasil. Tetapi sebaliknya kalau tidak dilakukan maka yang terjadi adalah kutuk, termasuk kutuk keturunan alias tidak punya anak. Maka dengan paham ini orang miskin dan mandul sering dianggap dikutuk Tuhan. Disisi lain, para penganut teologi kemakmuran juga beranggapan serupa – menjadi anak-anak Tuhan pasti berkelimpahan materi. Padahal dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa untuk menjadi pengikut Kristus, kita harus siap memanggul salib. Yesus Kristus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat tetapi untuk menyempurnakannya. Kita harus siap memanggul salib keinginan menggunakan kekayaan kita untuk kepentingan pribadi. Its ok to be rich, as long as we have the wisdom to use it.
Hal ini disebabkan karena kekayaan itu dapat membuat kita buta seperti orang kaya dalam perumpamaan ini, Ia tidak melihat kesulitan orang seperti Lazarus yang tinggal di depan pintu rumahnya yang setiap hari dilewatinya. Ia bisa saja menghakimi Lazarus sebagai orang miskin yang dikutuk Tuhan. Ia berpendapat si orang miskin kurang bekerja keras dan tidak taat perintah Tuhan, tidak taat hukum Taurat seperti yang ia lakukan. Iapun merasa layak menggunakan kekayaan sebagai hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri– itulah milik kepunyaannya untuk memanjakan dirinya.
Tuhan juga tidak ingin melihat kita bermalas-malasan dan berpendapat hidup biasa-biasa sajalah – tidak perlu menjadi kaya, semua juga pasti Tuhan pelihara seperti rumput diladang dan burung diudara. Kita lupa bahwa rumput diladang harus tumbuh akarnya menembus tanah bebatuan untuk mendapatkan air. Burungpun harus terus terbang mencari makanannya hari itu. Pada akhirnya waktu dan kesempatan yang ada perlu digunakan dengan bertanggungjawab, demikian juga kekayaan yang diterima sebagai konsekwensi hasil kerja usaha kita. Biarpun hanya sekian ribu ditangan, kita perlu mempertanyakan pada diri kita apakah akan digunakan untuk beli pulsa gaya-gayaan atau untuk menyicil hutang di warung. HP ditangan tukang ojek tentu berbeda dengan HP ditangan anak-anak SD – dengan membelikan HP tukang ojek ia bisa mendapat kesempatan melayani lebih banyak orang karena mudah dihubungi. Sedangkan anak SD yang membawa HP disekolah menggunakannya untuk main games ditengah pelajaran, bahkan bisa mengundang orang lain ingin mencurinya.
Semoga kita menjadi semakin arif dalam menerima segala rahmat pekerjaan dan usaha yang Tuhan berikan sebagai kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Kita juga semakin bijaksana menggunakan setiap waktu, talenta serta kekayaan yang diberikan sebagai ‘titipan’ Tuhan yang perlu dipertanggungjawabkan penggunaannya suatu hari nanti. Semoga kita memiliki kepekaan dan kepedulian mengenali Lazarus-lazarus yang tidak berdaya didepan pintu rumah kita disekitar keseharian kita. Marilah kita terlibat dengan berbagi harapan bagi mereka yang tidak berdaya melawan kemiskinan; yang berjuang menghadapi hari demi hari. Kita tingkatkan tindakan karitatif menjadi pemberdayaan yang memampukan orang-orang miskin memiliki harkat hidup selayaknya manusia. Kristus yang hidup dalam diri kita memampukan kita membangun jembatan menyeberangi jurang perbedaan menuju surga.
===============================================================================================
Bacaan Injil Luk 16:19-31
“Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.”