Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.
Bacaan hari ini membuat saya merinding. Apa benar Yesus mengajarkan kepada kita untuk memutilasi diri kita sendiri, memotong tangan sendiri, memenggal kaki sendiri, dan mencungkil mata sendiri? Memangnya kita bisa autotomi seperti cicak atau kadal yang mampu menumbuhkan kembali ekornya yang dengan sengaja diputuskannya itu?
Yesus membicarakan tentang hal-hal yang dapat menyesatkan kita, tangan yang bisa berbuat dosa, kaki yang bisa membuat kita tersesat, atau mata yang bisa mengelabui. Semua perbuatan yang bisa menyesatkan itu sesungguhnya berasal dari hati kita, bukan dari organ tubuh jasmani kita. Yesus menghendaki agar kita meninggalkan semua perbuatan yang menyesatkan, yang membuat kita menjadi semakin jauh dari Allah. Yang sesungguhnya perlu diamputasi bukanlah organ tubuh kita, melainkan semua perbuatan yang menyesatkan itu. Mengamputasi perbuatan yang menyesatkan itu bukanlah pekerjaan mudah, karena kita mesti mampu melawan rasa sakit akibat kehilangan kenikmatan daging. Satu-satunya cara untuk menghidari kesakitan itu adalah dengan Sabda Allah yang merupakan “obat bius” sehingga terhindar dari rasa sakit.
Manusia mampu menyesatkan dirinya sendiri sebagaimana ia juga mampu menyesatkan orang lain. Di lingkungan keluarga, kita bisa jadi menyesatkan anak-anak kita. Di lingkungan kerja, bisa jadi juga kita menyesatkan bawahan atau teman-teman kerja kita. Jika penyesatan ini kita lakukan, pantaslah kalau batu kilangan diikatkan pada leher kita lalu dicemplungkan ke dalam laut.
Anak sulung saya adalah korban penyesatan yang telah saya perbuat. Ia saya sekolahkan dua tahun lebih cepat dari umur semestinya, bukan karena ia mampu melainkan karena ambisi saya, punya anak yang sudah masuk SD padahal umurnya belum genap lima tahun. Saya mendidiknya dengan keras. Yang saya lakukan setiap hari hanyalah mencari-cari kalau-kalau ada kesalahan yang dilakukannya. Itu saya lakukan sesungguhnya karena saya tidak siap untuk dikatakan tidak mampu mendidik anak. Saya melakukan itu untuk kepentingan diri saya sendiri, bukan untuk kepentingan anak saya.
Ketika anak saya itu mencapai usia puber, mulailah saya memetik hasil perbuatan saya. Anak saya kebingungan melihat teman-temannya yang mulai puber itu sementara ia sendiri masih ingusan yang tak mengerti apa itu puber. Ketika ia sendiri mengalami puber, ia menjadi minder karena merasa lebih muda dibandingkan teman-teman wanitanya. Setiap kali saya mesti datang ke sekolahnya untuk menerima raport, saya dipermalukan karena anak saya itu termasuk tiga besar dari belakang, nyaris tidak naik kelas. Saya bersyukur Tuhan masih memberi saya kesempatan untuk menebus kesalahan saya.
Ketika kesempatan saya berbicara dari hati ke hati dengan anak saya itu, saya ungkapkan penyesalan saya dan memohon pengampunan darinya. Saya telah berbuat kesalahan yang menyebabkan dia menjadi seperti itu. Anak saya menangis ketika saya tunjukkan puluhan buku tentang pendidikan anak yang saya beli, ia terenyuh melihat tekad saya mempelajari soal pendidikan anak sebagai upaya saya untuk menebus kesalahan saya. Cukup anak sulung saya itu saja yang menjadi korban, adik-adiknya tidak perlu mengalami yang sama dengan dia. Saya sungguh-sungguh malu, bagaimana saya bisa menjadi garam dunia kalau di keluarga sendiri saya hanyalah garam yang hambar. (Sandy Kusuma)
===============================================================================================
Bacaan Injil, Mrk 9:41-50
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.” “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam. Karena setiap orang akan digarami dengan api. Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”