“Janda ini memberi dari kekurangannya bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”
Sekretariat paroki paling sibuk kalau sudah masuk musim ‘kawin’ sejak bangunan gereja selesai direnovasi. Saat itu hanya dua paroki di Dekenat Jakarta Selatan yang gedung gerejanya menggunakan AC. Banyak sekali umat yang ingin menggunakannya untuk pernikahan, termasuk umat dari paroki tetangga. Alasan praktis karena rute kendaraan umum dan mungkin juga karena nyaman dengan adanya AC. Tapi ada juga yang mengatakan suka ikut misa di paroki kami karena misanya “pasti pas’… satu jam… halaaah….!
Dalam menghadapi umat yang ingin menggunakan fasilitas gereja, terpaksa Dewan Paroki membuat beberapa panduan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan terutama agar asset yang ada juga terpelihara. Maklum itu semua menggunakan uang umat dan harus dikembalikan bagi umat juga. Salah satunya adalah memprioritaskan penggunaannya bagi umat paroki terlebih dulu dibandingkan umat dari luar paroki. Nah yang lebih repot adalah menghadapi umat luar paroki. Lebih ribet lagi kalau yang diladeni adalah … maaf, orang kaya dan berpangkat. Waduuuh serasa koster dan semua orang itu adalah stafnya, semua harus ada dan siap melayani tuan dan nyonya. Belum lagi kalau misanya konselebrasi dengan menggunakan pastor-pastor seleb (istilah saya buat pastor yang dikenal banyak orang) atau malah mendatangkan Uskup dari luar. Padahal kita saja sering sulit mencari pastor untuk mengadakan misa. Selain itu peran WO Wedding Organizer yang mereka bayar (pasti mahal kan?) juga rada arogan karena umumnya kurang mengenal tata ibadat liturgi.
Setelah semuanya selesai jarang sekali ada yang kembali dan mengucapkan terima kasih kepada para koster, mesdinar dan para staf sekretariat yang pontang panting menyiapkan segalanya. Bisa dibandingkan kalau yang menggunakan umat kami sendiri yang ada kalanya juga dari kalangan sederhana. Orang tua mempelai bahkan pengantinnya datang kembali mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan. Terkadang yang tidak mampu pun kami sediakan koornya, buku misa dibantu untuk dicetakkan, kalau perlu rias mantennya sisan lah, yang penting peristiwa sekali seumur hidup itu menjadi kenangan yang indah. Bukan kenangan penuh hutang untuk mbayar sana sini, lho kan sekarang pesta kawin juga bisa pakai KTA Kredit Tanpa Agunan?
Kejadian di atas sejalan dengan Injil hari ini, semakin kaya rasanya semakin sulit memberi; penuh dengan perhitungan. Saya keluar segini banyak lalu saya dapat apa? Semua dihitung dengan untung rugi. Bahkan untuk berterima kasih pun rasanya berat karena dianggap sudah layak dan sepantasnya. Apalagi bicara tentang perpuluhan seperti yang menjadi tradisi dan ajaran Taurat. Si janda tidak hanya memberikan sepersepuluh bagiannya tapi apa yang tersisa saja sudah tidak cukup untuk kehidupannya.
Bila upah sehari tukang Rp 50 ribu maka memberikan Rp 5,000 saja pasti berat. Lha wong yang Rp 50 ribu perhari saja gak cukup untuk makan 5 orang apalagi untuk bayar uang sekolah dan kontrakan. Bandingkan dengan karyawan yang gajinya Rp 10.000.00,- maka memberikan 10 % nya sebesar sejuta pasti masih membuat ia hidup dengan Rp 9 juta. Tentunya iapun berpikir sejuta itu bisa buat nyicil motor kan? jadi belum tentu juga ia berikan kepada Tuhan apalagi kalau ia merasa doa-doanya tidak dijawab… wkwkwk…
Maka jangankan bicara tentang orang Farisi yang belum pernah kita jumpai, bisa jadi kita sendiri seperti orang Farisi, masih hitung-hitungan kalau memberi bagi pekerjaan Tuhan. Kita masih mikir juga kalau mau menolong orang lain, kira-kira dia bisa mengembalikan apa gak ya? Memberi hanyalah soal hati, bukan soal untung rugi. Berilah kepada orang yang tidak bisa membalas budi baik kita, sehingga kita tidak mengharapkan apa-apa darinya kecuali rasa syukur bahwa kita bisa memberi dan membantu orang lain. Padahal Tuhan kita tidak pernah hitung-hitungan dengan manusia. Yesus Kristus telah melalui sengsara , wafat dan bangkit untuk semua orang baik kaya dan miskin. BerkatNya sama dicurahkan untuk semua orang, yang jahat sekalipun, yang atheis sekalipun.
Percayalah semakin sering memberi, semakin suka cita dihati yang ditinggalkan. Semakin pelit dan penuh perhitungan, rasanya suka cita semakin jauh. Aneh ya? It happens to me too…
Bacaan Injil Luk 21:1-4
“Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”