“Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
Selepas letusan besar Merapi trafik beberapa milis langsung melompat tinggi dalam upaya penggalangan bantuan logistik serta pendirian posko-posko. Diantara ratusan email yang masuk sempat terbaca email dari romo Endra dari paroki Salam di wilayah berbahaya sbb:
Mgr, para Rama, Sr, Br, Ibu, Bapak, Sdri, Sdra… Kami di wilayah yg dekat Merapi, tengah merasakan was-was saat ini. Merapi bergemuruh. Menggetarkan pintu rumah kami. Debu bercampur air @ pasir memenuhi halaman, mobil bahkan rambut kami.
Di Salam, ada sekitar 150 pengungsi. Dan, saat ini akan bertambah lagi, ketika wilayah Mandungan dan beberapa wilayah lain mulai “turun”.
Doakan kami… doakan kami lebih keras.. Semoga “ujian” ini segera berakhir. Kami para Rama (khususnya di Salam) dan pasti banyak Rama yg lain, akan menjadi orang terakhir untuk berlari meninggalkan tempat yg tengah begetar ini…
Doakan kami.. Doakan kami lebih keras..
Bisa dibayangkan betapa beratnya dilema yang dialami para romo di wilayah bencana, mereka mengutamakan keselamatan orang lain – mereka mengupayakan berbagai cara agar umat dan masyarakat sekitarnya bisa selamat dari bencana. Mereka tidak memikirkan lagi keselamatan dirinya sendiri. Demikian juga kita ikuti berbagai kisah heroik para relawan yang rela meninggalkan tugas demi menolong orang lain yang tidak dikenalnya bahkan menembus wilayah-wilayah bencana bertaruh nyawa berkejaran dengan awan panas. Mereka semua adalah para pejuang kemanusiaan yang mengutamakan keselamatan orang lain – memastikan bahwa setiap orang yang masih bisa diselamatkan bisa memperoleh bahkan mempertahankan hidupnya dengan segala keterbatasan logistik dan medis. Tidak mudah bertahan hidup dalam suasana bencana, apalagi yang diperjuangkan adalah kehidupan orang lain. Beberapa rekan relawan sempat jatuh sakit karena debu vulkanik, bahkan sempat dirawat di rumah sakit juga. Ada relawan yang bolak-balik ke tempat pengungsian mengantar logistik, ada yang kumpul ditengah pengungsi dan bersama-sama menyanyi lagu nostalgia dan dangdutan, ada yang membawa berbagai makanan dan mainan untuk anak-anak bahkan ada beberapa rekan yang sudah berangkat dari Jakarta merayakan Idul Adha menyembelih hewan korban sambil membawa logistik di tempat pengungsian.
Ditengah berbagai bencana yang terjadi di bangsa ini, Wasior yang jauh dari pusat kota, Mentawai yang terpisah oleh laut serta letusan Merapi yang memporakporandakan kehidupan ratusan ribu orang, membuat kita harus semakin merendahkan diri kita kepada kuasa Yang Maha Tinggi. Hanya dengan kerendahan hati kita bisa melihat bagaimana besarnya penderitaan para ‘survivors’ untuk berjuang dan bertahan pada kehidupan selanjutnya. Kehilangan keluarga, kehilangan mata pencaharian, kehilangan rumah tinggal…. semuanya datang dalam hitungan hari, cukup membuat orang kehilangan semangat hidup, kehilangan harapan. Akhirnya bisa mati suri, stress berkepanjangan dan mereka yang tidak mampu bertahan lebih memilih mengakhiri hidupnya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan semangat hidup, paling tidak menemani mereka disaat getirnya kehidupan.
Marilah kita bersama-sama selain berdoa, juga berupaya dengan berbagai cara menolong orang lain menyelamatkan kehidupannya – tidak hanya bertahan hidup di bumi tapi juga memperoleh kehidupan kekal di kemudian hari. Bukan hanya menolong mereka yang kita kenal, tetapi mereka semua yang sedang mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Semangat gembala yang mencari domba yang sakit, yang terjepit, yang hilang harapan adalah semangat yang hidup diantara para relawan dalam mencari dan melayani para pengungsi – memastikan para pengungsi dapat terlayani dengan baik. Semoga semangat yang sama juga ada diantara kita semua agar tidak lelah dan tidak lengah mengenali para domba yang ‘nyaris terhilang’ diantara kita. Semangat dan ketahanan yang tinggi diperlukan untuk melayani para ‘domba’ sampai mereka menemukan kawanannya.
===============================================================================================
Bacaan Injil Luk 19:1-10
“Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”