“Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti”
Rupanya antara mendengar dan mengerti jaraknya bisa jauuuuh sekali. Coba perhatikan kalau kita mendengar berbagai informasi di radio. Dari stasiun radio yang sama berkumandang ke banyak tempat. Sumbernya sama, tapi bisa diterima, dimengerti dan dipahami dengan sangat berbeda oleh pendengar2nya. Kecuali kalah bahasanya berbeda, sudah pasti yang mendengarkan harus punya bahasa alias frekwensi yang sama.
Dari stasiun radio yang sama ada yang memilih menyimak joke-jokenya, lagu-lagunya atau bahkan berita gossip artis yang sedang jadi bahan pembicaraan sang penyiar. Suara yang sama menjadi berbeda karena para pendengar punya interest dan paradigma yang berbeda. Ada yang begitu mulai sang penyiarnya berbicara, seseorang langsung pindah kanal cari stasiun radio yang memutarkan lagu-lagu saja. Atau ada yang tidak suka lagunya, langsung pindah kanal lain.
Maka sulit sekali menjadi programm director di public broadcasting kalau mereka tidak fokus pada satu segmen pendengar. Pasti sulit menyenangkan berbagai macam kelompok pendengar. Sama sulitnya dengan menyiapkan homili yang cuma 15 menit bagi seorang romo. Ia harus bisa menerjemahkan Injil hari itu yang sama-sama dibaca semua umat, semua umur agar bisa ditangkap dan dimengerti oleh umat yang beragam. Sangat beragam, bukan hanya dari umur, tapi dari jenis kelamin dan usia, dari yang bersandal jepit sampai yang punya pabrik sandal jepit. Dari yang profesinya tukang kebun sampai yang punya kebun.
Kita sebagai pendengar juga sama sulitnya bisa mengerti suatu homili yang disampaikan oleh para romo. Anda bisa dengar berbagai celoteh umat setelah misa. Kotbahnya begini lah, nanti yang lain begitulah. Kalau dibilang jangan, katanya romo sok ngatur. Kalau dikatakan sebaiknya, pesan romo dibilang tidak tegas. Kalau banyak jokenya, katanya romo tidak serius. Lha kalau tidak pakai joke, romonya spesial pengantar tidur… halaaaah…
Saya sendiri juga awalnya termasuk umat yang tidak mengerti, atau tepatnya sering sulit mengerti apa maksud homili romo. Dulu pergi ke gereja itu seperti kewajiban. Begitu mulai homili, naaaah… mulai masuk jam tidur. Mendengar sih… tapi tidak lama kemudian mendengkurrrr…Tapi sekarang anehnya siapapun romonya, apapun yang disampaikan, tidak perduli apa kata orang, saya tetap mengerti pesan-pesan yang disampaikan Injil. Cuma satu : Allah mengasihi kita. He loves us so much.
Ada perbedaan besar antara mendengar Sabda Tuhan dan mengerti serta mendengar Sabda Tuhan tapi tidak ngerti-ngerti. Betul seperti apa yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 9:18: dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Seperti ada selaput yang menutupi dan menghalangi pengertian kita akan Sabda Tuhan. Sabda Tuhan dituliskan dengan pimpinan Roh Kudus, maka untuk memahaminya pun kita harus memohon pengertian dan hikmat dari Roh Kudus. Begitu Roh Kudus memberikan karunia untuk memahami Sabda Tuhan, maka dengan serta merta pikiran kita terbuka. Ada juga yang menyebutnya karunia hikmat. Demikian pula para romo yang dengan piawai mengajarkan kita apa maksud dari sabda Tuhan, mereka juga diberikan karunia untuk mengajar sehingga kita bisa memahaminya.
Roh yang satu dan yang sama, yang memimpin seseorang untuk menuliskan Sabda Tuhan, juga Roh yang sama yang membimbing setiap orang untuk memahaminya. Sampai sekarang Roh yang sama masih bekerja agar Sabda yang terus tersebar itu menjadi benih-benih yang bisa dipahami dan dimengerti. Roh yang sama akan memampukan mereka yang menanggapi Sabda Tuhan, akan mampu berkarya sehingga berbuah berkali-kali lipat.
Tapi Roh yang sama yang bekerja sejak ribuan tahun, tetap tidak bisa bekerja maksimal bila Ia bertemu dengan hati yang keras, yang menolak bahkan tidak menghiraukan Sabda Tuhan. Ia adalah Roh yang lembut yang sabar menunggu sampai hati kita siap dan terbuka menerima Dia. Jadi gak heran kalau dari dulu kok syusyaaaaaah bener ya bisa mengerti Sabda Tuhan, rupanya saya lebih sering menggunakan usaha dan kemampuan sendiri, tetapi tidak meminta hikmat Allah dan mohon Roh Kudus untuk membimbing kepada pengertian dan pemahaman yang benar. Roh Kudus yang sama yang bekerja sejak penciptaan bumi dan alam semesta, juga menunggu waktu yang tepat untuk bisa bekerja bersama kita agar kehidupan kita berbuah terus menerus bagi Kerajaan Allah. Semoga kita menyadari setiap saat mendengarkan Sabda Tuhan, kita tidak lagi mengeraskan hati melainkan mengijinkan Roh Kudus berkarya dalam kehidupan kita.
==============================================================================================
Bacaan Injil Mat 13:18-23
Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”