Yerusalem – Emmaus Pulang Pergi (J. Adi Wardaya, SJ)
adegan lima : ADA ORANG ASING
Tiba-tiba muncul seorang asing. Mendekat dan ikut berjalan bersama. Nampaknya Ia cukup menguasai pola komunikasi. Untuk ‘ice-breaking’ Ia mendahului dengan satu pertanyaan umum sekali. “Apa yang kamu percakapkan?” (ay.17) Untung yang ditanya termasuk orang Asia. Kalau orang barat mungkin akan dijawab “it’s not your business”. Maklum orang asing!
Tapi pertanyaan kecil itu mengagetkan. Mereka terhenti. Wajah duka. Jawab mereka sinis. Mungkin heran. Kamu satu-satunya orang asing di Yerusalem yang tak tahu apa yang terjadi ? Kemudian suasana berubah menjadi semacam seminar atau diskusi sambil berjalan. Mereka mencoba menjelaskan secara rinci. siapa tokoh utama. apa yang dilakukanNya. Bagaimana kedudukan atau posisiNya dalam masyarakat. Bahkan juga di hadapan Allah. Bagaimana seluruh rakyat menaruh harapan padaNya. Tapi juga reaksi para pejabat dan ulama yang tak mereka mengerti. Tak lupa sas-sus Minggu pagi. Katanya Ia bangkit dari mati. Sulit dipercaya, sebab sumber pertama perempuan.
Mendengar ceramah bernada merendahkan itu, Ia agak mangkel juga. Ia ganti berkata dengan mengangkat mukaNya : Bodoh. Kamu sih orang keras kepala. Lamban hati! Lalu Ia dengan panjang lebar menguraikan cerita lama. Kisah-kisah yang pasti sudah sangat mereka hafal. Tentang Musa, nabi-nabi lain. Pokoknya semua yang tertulis dalam Kitab Suci tentang pemimpin mereka itu. Kalau ingin tahu apa yang sekarang terjadi, perhatikan catatan sejarah. Lihat apa yang dikatakan Musa, Yesaya, Yeremia dan lain-lain. Jangan hanya pakai hafalan.
Setelah uraian mereka ditanggapi, ada sedikit bantuan. Namun tetap ada satu pertanyaan dasar : pembebasan. Kalau bukan pembebasan dari penjajahan Romawi, lalu apa ? Sebenarnya orang asing itu telah menyodorkan arti baru. Mungkin sedikit butuh waktu untuk memahaminya. Nampaknya pembebasan mencakup semua ini : mengumpulkan kembali bersama-sama, merukunkan kembali, menyembuhkan, membuka jalan baru, memulai jaman baru yang ditandai kasih-saling memahami dan keadilan.
Sejarah selalu mencatat pengalaman manusia. Pengalaman-pengalaman itu pada suatu saat berguna, yang lain tidak. Atau pada suatu ketika orang sangat memerlukan yang ini, sedangkan yang itu belum. Berguna dan penting tidaknya, amat ditentukan oleh bagaimana kita menafsirkan. Menafsir itu tak lebih mencoba mengerti dalam situasi kongkrit sekarang. Mudahnya begini : kita coba memahami ketika peristiwa itu terjadi di saat lalu. Bagaimana yang telah terjadi itu berarti di jaman sekarang.
Kalau hanya mampu mengerti yang terjadi dulu saja, itu namanya “memetri” (bhs. Jawa, artinya kurang lebih memelihara, melestarikan). Memetri itu hanya akan membiarkan pengalaman sebagai barang antik. Artinya bagi manusia jaman sekarang???
Untuk membantu sharing :
Untuk jaman kita sekarang, pembebasanitu pembebasan dari siapa ? pembebasan dari apa ? apakah kita perlu terlibat dalam usaha pembebasan itu ? Bagaimana dengan resiko yang harus kita tanggung ?