“Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya”
Priok berdarah – sekali lagi terjadi kekerasan antara aparat dan warga di Jakarta. Diawali dengan datangnya ribuan petugas satpol PP ke kompleks makam mbah Priok yang telah berubah menjadi pemukiman padat, mengusik rasa damai tenang warga disana. Kerusuhan tidak dapat dibendung lagi, mereka datang dengan pasukan lengkap dengan peralatan tempur sedangkan warga hanya dengan tangan kosong. Walhasil, amarah meledak dan meletuplah perlawanan warga untuk mempertahankan diri dengan apa yang ada. Pembakaran mobil polisi, hujan batu dan pengeroyokan anggota satpol PP adalah akibat anarkis dari tindakan gegabah pemprov dengan menggerakkan pasukannya.
Dimana ada dialog, dimana ada musyawarah kalau emosi sudah mengepul di ubun-ubun? Inilah bahasa yang kita pakai sekarang, bahasa kekerasan. Kekerasan komunal menjadi hal yang lumrah terjadi, dan korbannya lagi-lagi anak-anak , remaja, ibu-ibu yang panik mencari anak-anaknya dan para bapak yang marah luar biasa. Dimana bisa ditemukan kebijaksanaan dalam pengerahan pasukan seperti ini? Perintah siapakah?
Memang tidak mudah menjadi pemimpin, tetapi juga tidak mudah menguasai diri dalam situasi demikian. Kekerasan pasti dilawan dengan kekerasan. Kalau bahasa ini terus menerus digunakan, tidak heran kalau desakan pembubaran satpol PP semakin keras, karena bahasa inilah yang umumnya digunakan saat berhadapan dengan warga yang umumnya rakyat kecil. Penggusuran pemukiman padat, pengosongan jalur jalan dari pedagang kaki lima, belum lagi razia ‘gepeng’ gelandangan pengemis dilakukan dengan cara-cara sapu bersih.
Semakin jauh kita dari bahasa kasih, bahasa yang dapat digunakan untuk memulai dialog, menyelesaikan masalah dengan musyawarah dan mufakat. Rasanya kita semakin jauh dari bangsa yang dikenal ramah, suka bergotong royong dan bermusyawarah.Yang ada tinggal bahasa kekerasan, pemerasan, penindasan demi kepentingan beberapa pihak.
Semoga renungan hari ini membuat kita senantiasa memelihara bahasa kasih, bahasa yang ditinggalkan dan diajarkan Kristus bagi kita. Ia datang justru karena kasihNya pada manusia, memberikan hidupNya bagi kita agar kita bisa memperoleh hidup. Kita juga perlu mengorbankan kesombongan dan keakuan diri kita, agar kita bisa lebih sering menggunakan bahasa kasih dalam berbagai situasi. Mudah? Tentu tidak, kalau mudah dari dulu pasti sudah dilakukan semua orang. Kalau mudah, tidak perlu Kristus datang kedunia untuk menyelamatkan kita. Mari kita mulai dengan diri kita sendiri untuk terus menjaga dan memelihara bahasa kasih, bukan hanya dengan yang tercinta (itu sih gampang), tetapi justru dengan mereka yang sedang menghadapi kesulitan, yang sedang memiliki masalah.
Kita sudah diselamatkan Kristus oleh pengorban dan kebangkitanNya, berikutnya adalah bagaimana kita menanggapi tawaran Kristus untuk juga mengambil bagian menyelamatkan orang-orang disekitar kita dari berbagai masalah – dimulai dengan bahasa kasih. Tidak perlu ikut mengutuk dan menghujat, karena hanya memanaskan suasana dan tidak menyelesaikan masalah.
==============================================================================================
Bacaan Injil Yoh 3:16-21
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak;tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah”