Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya.
Pengaruh kepala keluarga sangat besar dalam menanamkan iman, kepercayaan dan nilai-nilai luhur bagi seluruh anggota keluarganya. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat disekitar kita juga adalah cerminan bagaimana unit-unit kelompok warga terkecil, yang kita sebut keluarga, berinteraksi satu sama lain. Salah satunya fenomena di salah satu mall, yang juga sering terjadi pada insiden serupa. Saat sebuah brand sepatu plastik, yang katanya barang luar (import) mengadakan ‘sale’ besar-besaran, maka sepatu yang dibrandol diatas harga 400 bahkan sampai 900 ribu sepasang didiskon hingga seharga 100-300 ribuan. Padahal bahannya terbuat dari plastik dan diinjak2 lagi !
Hari pertama saja sudah ratusan orang antri saat mall belum dibuka. Hari kedua lebih mbludak lagi, antri dari lantai 5 sampai lantai 8. Perempuan dan laki-laki, tua-muda antri semua dengan tertib. Ternyata mereka rata-rata saudara bersaudara. Ada yang antre dengan sepupunya, dengan ibu dan tantenya bahkan dengan ayahnya ! Mereka seolah berlomba untuk mendapatkan sepatu yang ‘berkelas’ itu dengan harga ‘murah’ … kalau gak maka harus nunggu setahun lagi.
Poinnya adalah bukan masalah sepatu sebagai alas kaki, tapi yang dicari adalah ‘gengsi’ nya naik atau tidak turun karena pakai sepatu berkelas mahal tersebut. Kalau masalah sepatu memang penting, merek sudah tidak berarti lagi. Apa salahnya dengan produk sepatu dalam negeri? Nilai apa yang ingin ditanamkan para orang tua pada anak-anaknya saat membelikan sepatu bagi mereka?
Saya sendiri mengalami kesulitan setiap mencari sepatu bagi anak-anak saya. Bukan karena mencari sepatu yang mahal, tapi mencari ukuran 44-45 tidak mudah, apalagi masih harus mencari model yang tidak neko-neko warnanya, tidak pakai tali, tidak begini dan begitu… waaah… susah memang kalau ditambah soal selera. Tapi untungnya mereka tidak fanatik dengan merek sepatu, yang penting enak dipakai dan tahan lama.Ini mungkin tantangan bagi sepatu lokal agar juga meningkatkan daya saingnya.
Renungan hari ini bicara tentang seorang bapak yang sangat mengkhawatirkan kesehatan anaknya. Ia mencari yang terbaik bagi kesembuhan anaknya. Ia begitu percaya pada kearifan Yesus Kristus, sehingga ia ingin mengundang Yesus untuk menyembuhkan anaknya. Untung saja ia percaya tanpa harus membawa Yesus datang kerumahnya. Ia percaya bahwa kalau Yesus ingin anaknya sembuh, maka anaknya pasti sembuh, tanpa perlu datang. Dan memang itulah yang terjadi. Keyakinannya itu sungguh menjadi kenyataan. Dan pada saat ia melihat kesembuhan itu, iapun bersaksi pada seluruh anggota keluarganya. Mereka yang tidak bertemu Yesus, yang menunggu di rumah, menjadi percaya pada Yesus akibat kesaksian sang kepala keluarga. Nilai-nilai inilah yang ditanamkan oleh si kepala keluarga, ia minta mereka percaya pada Yesus yang telah ditemuinya dan ia minta mereka juga percaya bahwa Yesus memiliki kuasa untuk mengadakan kesembuhan dan kelepasan bagi masalah mereka. Dan akhirnya… seluruh anggota keluarganya percaya pada Yesus walaupun tidak bertemu dengan Yesus. Itulah kuasa pewartaan yang diterangi kuasa Roh Kudus.
Setiap kepala keluarga seyogyanya juga mengasah kepekaannya untuk memilih apa saja nilai-nilai yang harus ditanamkan bagi seluruh anggota keluarganya. Ia memiliki otoritas sebagai kepala keluarga, tapi ia juga harus mempertanggungjawabkan setiap akibat perbuatannya termasuk kearah mana seluruh anggota keluarganya akan dibawa serta. Apakah nilai-nilai kebersamaan, kepedulian, kerja keras itu juga ditanamkan sehingga setiap anggota keluarga memiliki kemampuan membangun ‘trust’ dari sekitarnya. Marilah kita belajar menjadi orang tua yang menundukkan diri dan meminta kebijaksanaan Tuhan dalam menanamkan nilai-nilai yang penting dipahami generasi berikutnya. Dengan demikian nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat adalah nilai-nilai yang baik yang ditanamkan dengan rasa penuh tanggungjawab.
=============================================================================================
Bacaan Injil Yoh 4:43-54
“Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Maka setelah Ia tiba di Galilea, orang-orang Galilea pun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiri pun turut ke pesta itu. Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: “Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.” Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: “Kemarin siang pukul satu demamnya hilang.” Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: “Anakmu hidup.” Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea”