Diketik ulang dari Majalah Hidup no. 46, tanggal 15 November 2009 -Penulis : Markus Ivan
JANGAN MEMAKSAKAN LAGU-LAGU YANG BUKAN NYANYIAN LITURGI PERKAWINAN DIBAWAKAN DALAM MISA PERKAWINAN.
Demikian penegasan Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang (Komlit KAS), Pastor E. Martasudjita Pr dalam launching buku nyanyian liturgi perkawinan “Berkatilah Kami Tuhan” di Taman Komunikasi Penerbit Percetakan Kanisius Deresan, Yogyakarta, Minggu, 1 November 2009.
Acara diikuti ratusan peserta, terdiri dari aktivis bidang liturgi paroki se Kevikepan DIY, kelompok kategorial koor manten paroki maupun koor professional, perwakilan Komsos, Komlit bidang liturgi, Marriage Encounter dan calon mempelai. Dalam kesempatan itu, ditampilkan enam lagu perkawinan oleh kelompok kooor Mlenuk Voice dari Paroki Kotabaru.
Menurut Pastor Marta, Komlit tingkat nasional kini tengah berupaya menata kembali liturgi perkawinan yang amburadul dan sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Karena, lagu-lagu pop pesanan para mempelai biasanya masuk dalam Misa manten tak terbendung lagi. “Itu sebuah usaha yang tidak terpuji, karena tidak memperhatikan konteks liturgi,” katanya.
Lagu-lagu pop , tutur Pastor Marta, dikarang untuk lebih memberikan hiburan, tidak diciptakan untuk pertemuan umat dengan Tuhan. Mengganti lagu-lagu pop dengan syair-syair gerejani, selain merupakan praktik tidak terpuji, secara yuridis juga menyalahi hak cipta.
Lebih lanjut ia menyebutkan, musik dan nyanyian liturgi perkawinan hendaknya ditempatkan sebagai simbolisasi dari seluruh misteri iman yang dirayakan. “Jadi bukan merayakan cinta sepasang mempelai yang berciri romantis. Atau, istilahnya sinetronis seperti ditayangkan di sinetron-sinetron televisi, tapi yang dirayakan misteri iman, yaitu Yesus Kristus,” jelasnya.
Nyanyian liturgi perkawinan adalah bagian integral dari seluruh liturgi perkawinan. Karena itu, saat memilih nyanyian manten mesti membangun keseluruhan makna liturgi perkawinan. “bukan perkara senang atau tidak senang dengan lagu yang mengesankan bagi kedua mempelai, “ tambahnya.
Ia mengakui, godaan yang sering dialami banyak calon mempelai biasanya dalam permilihan lagu. Mereka sering tidak kritis dalam memilih syair lagu. Akibatnya, lagu pilihannya tidak mengungkapkan cinta kasih Tuhan. Kalaupun syair lagu mengungkap kisah kasih kedua mempelai, namun syarat secara keseluruhan harus tetap berpusat pada cinta kasih Tuhan.
Pada beberapa bagian, sebaiknya nyanyian perkawinan bisa dinyanyikan umat. Ini untuk menghindari kesan “show” kelompok paduan suara yang mengiriingi Misa perkawinan.
“Silakan pamer suara setelah Misa. Jangan liturgi mengabdi musik, tapi hendaknya musik yang mengabdi liturgi,” ucapnya seraya menunjuk seringnya lagu pemberkatan perkawinan, seperti janji nikah, mohon restu, pemasangan cincin diiringi lagu yang cukup lama. Akibatnya, pastor yang menikahkan terpaksa menunggu lagu selesai. Maka, muncul kesan bahwa iringan koor justru menjadi raja. “Musik seharusnya mengiringi, bukan menjadi yang pokok, “ tuturnya.
Selain itu, cita rasa umat yang mengikuti Misa pekawinan perlu diperhatikan, termasuk ngemong kelompok kecil yang hadir dalam perayaan tersebut. “Jangan menerapkan pertimbangan mayoritas, karena sistem seperti itu tidak termasuk dalam Kerajaan Allah,” terangnya.
Nyanyian liturgi perkawinan hendaknya bisa membantu atau mengarahkan umat mencapai pertemuan dengan Tuhan. Dalam Misa perkawinan , lagu profan juga tidak diperkenankan dibawakan karena lagu-lagu tersebut tidak diciptakan untuk musik liturgy.
Ketua Bidang Musik Liturgi Komlit KAS, Pastor M.Y Riawinarta Pr mengakui, tidak semua lagu cocok untuk liturgi perkawinan. Karena itu, lagu seremonial dengan lagu liturgi harus dibedakan. Disini yang berperan bisa calon mempelai sendiri, kelompok koor, dan pastor yang akan menikahkan.
“Kalau anda terlibat dalam panitia perkawinan, tolong dicek sampai pada yang datang bertugas koor nanti berapa orang,” katanya.
Pasalnya, Pastor Ria pernah diminta menikahkan melalui Misa konselebrasi. Namun, koornya hanya beranggotakan enam personil, karena kelompok koor tersebut pada saat bersamaan mendapat job di empat tempat. Maka koornya dibagi dalam empat tempat pula.
Pengalaman Pastor Robertus Suhardiyanto Pr dari Paroki Surakarta lain lagi. Tiap kali diminta memimpin Misa manten ia mangarahkan segala persiapan. “Saya koreksi teks lagu sampai titik, koma. Kalau penyampaiannya dalam suasana bersahabat, mempelai mudah menerima,” katanya. (MARKUS IVAN)
Berikut tanggapan Romo Subroto SJ terhadap artikel tersebut: