“Siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana”
Disaat sulitnya mendapatkan pekerjaan, masih ada juga para sarjana baru yang menganggur. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya iklan di media tentang dicarinya lowongan. Sayangnya yang terjadi selalu dibutuhkan mereka yang ‘berpengalaman’, tidak ada atau sedikit tawaran tersedia bagi yang ‘nol’ pengalaman. Disisi lain, para sarjana baru yang rata-rata minim pengalaman, lebih banyak memilih pekerjaan di kota besar dengan pengharapan mendapatkan penghasilan ‘besar’. Sementara teman-teman praktisi HRD mengeluhkan rendahnya etos kerja para sarjana baru, sudah dapat gaji besar, tidak bisa ‘bekerja’ plus tidak ada motivasi dan semangat kerja. Dapat tugas susah sedikit lebih banyak menolaknya. Wah, mana bisa jenis seperti ini akan ‘survive’ dalam era kompetisi global begini? Lalu mau jadi apa Indonesia kedepan?
Di banyak perusahaan besar dimana pengembangan diri menjadi utama, manusia adalah modal besar yang menentukan maju mundurnya perusahaan. Mereka bisa menginvestasikan sejumlah besar dana dan peluang bagi 10-20 % Top Performernya, karena di tangan para ‘stars’ inilah tongkat kepemimpinan organisasi akan ditentukan. Tugas mereka berat, tapi benefit dan penghasilannya tentu di atas rata-rata orang kebanyakan. Memang gak enak jadi ‘mediocre’, jadi orang rata-rata dan biasa-biasa saja. Tidak dapat kesempatan emas, juga tidak dapat fasilitas. Tetapi menjadi yang diatas rata-rata, akan banyak diberi fasilitas tapi juga akan lebih banyak juga dituntut bertanggungjawab.
Injil hari ini mengingatkan kita untuk melihat sendiri ada dimanakah posisi kita. Apakah termasuk orang yang tahu tugasnya tapi tidak berbuat apa-apa, tahu tugas dan diberi kepercayaan untuk memimpin atau masuk kategori orang yang belum tahu apa-apa. Ada lagi kelompok yang pura-pura tidak tahu tugasnya atau malah tidak mau tahu bahwa ia punya tugas berat. Tugas seorang kepala keluarga dengan satu istri dan 3 anak tentu berbeda dan lebih berat daripada mereka yang masih single, apalagi masih anak-anak. Tugas perempuan sebagai ibu dengan 5 anak tentu lebih berat dari tugas ibu membesarkan anak semata wayang. Tugas seorang pemimpin perusahaan dengan 100 karyawan, pasti lebih berat dari seorang penjual minuman ringan.
Tidak ada gunanya membandingkan hak dan kewajiban satu dengan yang lainnya karena memang tidak relevan. Kita tidak akan dituntut bertanggungjawab atas hal yang diluar wewenang kita. So, why bother, kenapa harus iri hati dengan penghasilan dan ‘berkat’ atau rahmat yang diterima orang lain? Belum tentu kita mampu menjalankan apa yang menjadi tanggungjawab mereka. Sebaliknya setiap tugas yang diberikan pasti suatu saat harus dipertanggungjawabkan. Kalau setiap karyawan diberti tugas dan target, paling tidak setahun sekali akan dilakukan penilaian kinerja. Seorang ibu akan tahu hasil kerja kerasnya mendidik anak saat anaknya berumah tangga, apakah sudah bisa mandiri atau masih ‘ngenger’. Dan pada akhirnya di saat tugas perutusan kita selesai di bumi ini, kita akan dituntut mempertanggungjawabkan segala yang telah dipercayakan pada kita termasuk waktu, talenta, harta benda bahkan termasuk orang-orang yang telah dipercayakan.
Sayangnya kita tidak akan tahu dan sulit menerka kapan saat pertanggungan jawab itu tiba. Kita tidak pernah bisa menduga saat ‘sang pemilik hidup’ kita ini akan datang dan meminta pertanggungan jawab kita. Bayangkan kalau kita tahu hidup kita tinggal 30 hari, sudah pasti kita akan melakukan apapun yang terbaik selama 30 hari. Tapi juga kalau kita tahu bahwa ‘jatah’ hidup kita masih 30 tahun, wah… sudah pasti kita tenang-tenang saja. Hidup senang-senang, makan nikmat, pesta pora dan berhura-hura karena waktunya masih panjang.
Jadi mana yang lebih baik? Memang lebih baik kita tidak tahu kapan ‘saat’ itu tiba, sehingga kita menganggap bahwa ‘today is my last day’ dan melakukan apapun yang terbaik pada hari ini seolah-olah besok kita tidak akan bertemu dengan kesempatan yang sama.Kalau bertemu dengan seseorang, anggaplah itu pertemuan terakhir sehingga kita akan melayaninya sebaik mungkin. Kalau mendapatkan kesempatan, rebutlah karena belum tentu ada kesempatan kedua termasuk kesempatan berbuat baik. Kalau ada kesempatan menolong orang, ambillah karena belum tentu ada orang lain yang akan menolong orang tersebut. Kalau ada kesempatan kesaksian, bersaksilah karena siapa tahu ada seseorang hanya memiliki satu kali kesempatan mendengarkan Kabar Baik.
Maka bagi kita yang diberi banyak talenta, banyak kesempatan, banyak teman, banyak fasilitas apalagi banyak harta dan posisi yang tinggi, harus semakin berhati-hati dan jeli melihat berbagai kesempatan. Kalau tidak maka kita akan lengah dan membuang jutaan kesempatan dan tidak pernah menggunakannya secara bertanggungjawab. Memang tidak mudah menjadi hamba yang setia manakala ‘semuanya’ ada, karena justru berkat dan rahmat bisa membuat kita lengah. Marilah kita memberikan yang terbaik dan menjadi yang paling bertanggungjawab juga, jangan mau jadi orang ‘rata-rata’ karena bisa-bisa kita menjadi lengah karenanya dan akhirnya menjadi yang terbelakang.
==============================================================================================
Bacaan Injil Luk 12:39-48
“Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan.” Kata Petrus: “Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?” Jawab Tuhan: “Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia.Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan.Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.”