Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.
Tuhan sudah berulang kali mengatakan, bahwa untuk percaya, melalui doa, iman dan perbuatan. Semua harus selaras dan saling berhubungan, karena tidak cukup dengan doa saja tanpa mengimani, karena ini sama seperti seorang atheis yang terjebak dalam bahaya besar, sehingga terpaksa dia berdoa kepada Tuhan, tetapi tanpa iman.
Bahkan ada teman yang mengatakan, saya memilih beriman saja tanpa harus berdoa atau beribadat, inipun akan mengalami kekeringan, karena bagaimana mungkin kita dapat beriman dengan baik kepada Tuhan, tetapi tidak pernah berdoa atau beribadat, karena doa adalah sarana kita berkomunikasi dengan Tuhan. Memang Dia tahu segalanya, tetapi jika kita tidak pernah mengetuk, kita tidak pernah meminta dan tidak pernah menyapa, maka segala kebutuhan dan harapan kita sebatas diketahui saja, tanpa pernah diberikan oleh Tuhan (Mat. 7:7-9).
Cukupkah itu, sudah seperti orang paling beriman, berdoa/beribadatpun sudah sering bahkan sebagai imam atau pemimpin ibadat, namun perbuatan kita jauh dari melayani sesama, mudah marah dan mendendam orang yang tidak kita sukai, bahkan menyalib orang yang lemah, miskin, tua dan sebagainya, bahkan punya prinsip SMS, senang melihat sesama susah dan susah melihat sesama senang, bahkan kerap kali mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk memusuhi secara bersama-sama, bukankah ini sama dengan sikap mengingkari Tuhan Yesus. (Mat. 5:44).
Maka tidak heran, jika begitu banyak orang yang takut akan hari kiamat atau hari penghakiman terakhir, karena memang sungguh disadarinya bahwa mereka hidup penuh dengan dosa. Hal ini tidak terbatas pada kita sebagai umat, tetapi juga para biarawan/biarawati juga, bahkan menurut saya, firman diatas lebih diutamakan untuk mereka yang mengetahui hukum Allah.
Kerap kali kita memaklumi sebuah kesalahan yang dibuat oleh biarawan/biarawati, bahkan selalu ditambahkan dengan kalimat, ”Mereka juga manusia” – menurut saya, hal ini sungguh naif, karena jika kesalahan itu merupakan hal yang umum, tentu bisa dimaklumi, tetapi jika kesalahan itu menyangkut nasib orang atau kehidupan yang berdampak sosial besar, seperti angin yang merubuhkan rumah diatas pasir yang menimbulkan kerusakan hebat, tentulah tidak dapat dimaklumkan begitu saja, apalagi kultur masyarakat kita yang masih paternalistik ini.[Samsi darmawan]
==============================================================================================
Matius 7:21-29
”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya. “
Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.