Fiat Voluntas Tua

Yudas, Petrus dan Kita

| 0 comments

Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.

Minggu lalu, saya terlibat dalam perbincangan dengan teman-teman yang punya perhatian pada hubungan antar agama dan kepercayaan (HAK) – saat itu mereka saling berbagi cerita, bagaimana sebagai caranya sebagai orang beriman Katolik akihirnya diterima masyarakat setempat, bahkan dihormati tanpa peduli apa agamanya. Saya mendengar cerita mereka satu persatu, sungguh salut dan luar biasa, karena saya belum tentu mampu melakukannya, bukan soal berkomunikasi, tetapi soal kesabaran mereka yang mampu melampaui banyak kendala. Dari cerita-cerita tersebut, ternyata mereka mampu menggunakan entry point baik itu karena kemampuan atau keahlian khusus, maupun karena keprihatinan atau kepedulian khusus, semuanya membutuhkan sikap kesabaran dan rendah hati. Teman-teman ini sangat menikmati pergaulan tersebut, tetapi disisi lain menyayangkan akan sikap teman-teman seiman yang kurang peduli hingga bertingkah laku yang nyeleneh, bukan saja sombong seperti Pilatus, tetapi ada juga yang seperti Yudas dan ini bisa merusak susu sebelanga.

Sesungguhnya untuk membangun HAK itu mudah, tetapi mempertahankan dan memelihara perjalanan selanjutnya harus juga diperhatikan, sehingga tidak menjadi sentarlisasi ketokohan, artinya masyarakat setempat bukan hormat pada kita sebagai orang yang beriman Katolik, tetapi kita sebagai pribadi yang punya kepedulian pada kehidupan lokal, sehingga komunitas Kristen setempat tidak dipersulit, maka persoalan yang akan timbul jika kita pergi atau tidak ditempat itu lagi. Maka pendekatan pribadi sebagai entry point adalah awal yang bagus tetapi mesti dikembangkan sebagai pendekatan komunitas, sehingga masyarakat setempat dapat merasakan kehadiran Kristus hadir sebagai rahmat dan berkat yang melimpah.

Disisi lain saya sungguh sedih, karena persoalan bangsa ini terus bergulat dengan hal-hal pribadi, karena demikian banyak Yudas-yudas yang menjual Yesus dan menjual negri ini, melupakan membangun jati diri bangsa yang berdaulat dan berwibawa untuk berdiri tegak bersama bangsa lain. serta masih banyak orang yang saling curiga pada sesamanya, selalu membedakan antara muslin-non muslim, ini semua karena kegagalan negara mendidik bangsanya sehingga besarnya sentimen rasialis antar saudara sebangsa tetap terjaga.

Saat sudah lebih dari 200 tahun atau 2 abad Gereja Katolik di Batavia yang sekarang bernama Jakarta dan berkembang menjadi Jabodetabek, ternyata masih gagal memberikan pencerahan bagi masyarakat banyak untuk tahu yang namanya agama Katolik, sudah demikian banyak sekolah dan rumah sakit dibangun, tersebar disegala hampir pelosok negri, dimana letak kesalahannya? Ternyata masih belum ada sinergi antara diantara kita sebagai pengikut Kristus. Kebiasaan kita sebagai pelayan adalah ingin memberikan yang terbaik, tetapi ukuran terbaik yang digunakan adalah ukuran sendiri tanpa peduli sesama pelayan lain, akibatnya sering terjadi konflik dan tinggallah kita sendiri. Selain itu juga kita sering lupa bahwa hidup ini sementara, perlu ada pengganti atau penerus perjuangan baik tersebut, seperti yang diteladani Yesus dalam mempersiapkan murid-muridnya, walau ada yang seperti Yudas atau seperti Petrus, jangan patah semangat atau kecewa, karena yang didahulukan adalah kehendak Allah.[Samsi Darmawan]                                                                                ================================================================== Bacaan Yohanes 13:21-33.36- 38 Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan- Nya. Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: “Tanyalah siapa yang dimaksudkan- Nya!” Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, siapakah itu?” Jawab Yesus: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya. ” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Tetapi tidak ada seorangpun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam. Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu.” Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.