Tema kongres Ekaristi KAS: Berbagi lima roti dan dua ikan, memang bisa disebut tema yang sakti. Begitu kena dan menyentuh kedalaman nurani banyak umat KAS. Terbukti jam terbangkan meyakinkan. Kasus anak yang ijazahnya nyaris tertahan di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta bertepatan waktu menjelang KEK ternyata bisa terbang lagi. Saat itu roti dan ikannya belum mewujud begitu tapi berupa kepenuhan harapan bersekolah. Juga tentunya banyak pengalaman jam terbang tema sakti itu yang belum tersharingkan dari rekan-rekan sekalian, baru sebagian. Ada gerakan ini itu yang tergerakkan oleh tema sakti: Berbagi 5 roti dan 2 ikan.
Ini satu lagi catatan jam terbang tema sakti kita. Minggu lalu, saya ketahui ada keluarga miskin yang anaknya 4 orang. Keluarga ini tak punya rumah, tak bisa kontrak / sewa rumah sampai ditolong seorang kaya untuk tinggal di show room miliknya, sekalian jadi penjaga gratis tanpa dibayar karena sudah diberi tumpangan. Sudah diusahakan agar anak-anak bisa sekolah, tetap aja kesulitan karena bisa sekolah kalau nggak bisa makan ya lemes. Dalam proses waktu akhirnya 3 dari 4 anaknya sudah bisa ditolong keluarga lain (ini tema itu, tapi terus terang mereka yang menolong itu bukan keluarga katolik, jadi tema sakti sudah bisa menembus batas-batas yang ada). Tentunya untuk ditolong bisa diberi SEPOTONG ROTI DAN IKAN, sementara biaya sekolah fihak lain lagi yang bantu, untunglah yang ini masih warga katolik. Tema itu boleh jadi begitu sakti sampai bernuansa ekonomis dan lintas suku dan agama.
Seminggu yang lalu, keluarga miskin itu, yang sehari-hari bapaknya bekerja mencari nafkah dengan sepeda tuanya, dan meski sudah ngenjot sepeda kesana kemari, hasil yang diperoleh tidak juga mencukupi. Sampai hanya untuk hidup diri bapak itu, isterinya dan seorang anaknya yang masih tinggal dengannya, tidak cukup juga. Kadang mereka masih makan satu kali saja sehari. Komporpun sudah ikut dimakan, alias dijual dan dibelikan makanan. Nah, singkatnya, bapak itu sakit seminggu lalu. Ini berarti bisa seminggu puasa terpaksa, bukan APP lho. Eh, tema sakti itu sungguh luar biasa. Saya mengajak teman-teman sebuah lingkungan di Paroki St. Alfonsus Nandan Yogyakarta. Langkah pertama saya datang ke dapur sebuah keluarga umat, dan tanya: Apakah ada makanan yang tidak bakalan habis malam ini dan besok sudah busuk? Spontan nenek dan kakek yang saya tanya ngejawab: Niku, Der, ajeng kulo paringakan. Wah, seplastik gorengan tahu tempe. Ini gizi protein dalam imajinasi gizi di otak saya, alias ikan. E, si kakek bilang: Yo ojo kuwi thok, mbok dinehi segone. Genaplah 5 roti dan 2 ikan. Langsung saya lari ke rumah keluarga yang bapak yang sedang sakit dan isteri serta anaknya yang sudah pasrah dan puasa terpaksa. Namanya orang sakit tidak cukup hanya sehari dan tidak bisa diprogram oleh manejemen canggih bahwa besok harus sudah sembuh. Pagi hari berikutnya, saya menanyakan kepada keluarga katolik lain dan meminta kalau bisa ada nasi bungkus untuk makan dua kali saja seharinya. Wah, ternyata tema sakti itu sudah menunjam dalam di hati banyak umat Katolik. Gerakan nasi bungkus berjalan. Selama 4 hari berturut-turut, saya jadi loper (bukan loper koran) tapi loper nasi bungkus. Setelah sembuh dari sakit yang notabene adalah sakit karena kurang gizi plus flu, bapak itu bekerja lagi mengais rejekinya dari hari ke hari. Mujizat Yesus penggandaan lima roti dan dua ikan terjadi terus, dan semoga terjadi di seantero Keuskupan Agung Semarang. Aleluia, aleluia.
TERPUJILAH TUHAN YESUS YANG SABDANYA DAN HIDUPNYA TERUS HIDUP SAMPAI HARI INI DAN SELAMANYA.
Salam
Br. Yoanes FC