“Ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus”
Wajar-wajar aja dalam dunia bisnis, politik bahkan dunia olahraga serta musik kalau semua pemain ingin menjadi nomor satu,menjadi yang terbaik di bidangnya. Tidak hanya dibutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk menjadi nomor satu, yang paling atas, tapi juga lebih sulit mempertahankan untuk tetap di atas karena yang di posisi bawah pun berusaha meraih dan menggantikan posisi puncak tersebut. Mereka yang nomor satu dianggap menguasai pasar dan medan kancah peperangan. Tapi pertanyaannya adalah dengan cara apakah mereka mencapai posisi tersebut.
Kita mungkin juga ingin anak-anak mencapai ranking satu, rata-rata orang tua sangat bangga dengan prestasi anaknya. Bisa terbayang deh, sebentar lagi saya akan berjumpa dengan para ortu yang ambil raport sebelum libur lebaran. Masing-masing pasti membanggakan anaknya. Jauh-jauh hari bahkan dari kecil kiami berdua menanamkan pentingnya sportivitas dan kejujuran serta tanggungjawab bagi anak-anak. Untuk kami berdua yang cukup sibuk, kami paham beban mereka sudah cukup berat dengan kurikulum yang ajubilah tidak manusiawi untuk anak usia mereka. Maka kami tidak pernah menuntut bahkan bertanya siapa juara dan siapa yang dapat ranking. Let just them grow become themselves. Buat apa menjadi juara dan ranking tapi kehilangan rasa senang dalam belajar, merasa terbeban dan bahkan menghalalkan segala cara untuk dapat nilai baik. Yang ada hanyalah rasa tidak mau kalah dan akhirnya iri hati.
Inilah yang dialami Herodes, yang sudah jelas posisinya sebagai raja tidak tergeserkan. Dia punya kekuasaan dan kekayaan. Dia bisa lakukan apa saja yang dia mau. Sulitnya adalah dia tidak bisa menerima kritik, dia tidak bisa melihat orang lain yang kelihatannya bakal lebih populer dari dia. Johanes pembaptis tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuasaan dan kekayaannya. Toh, ia tega menghabiskan nyawanya. Itupun belumcukup, rasa tidak ingin tersaingi pun muncul saat mendengar ada orang tenar, seorang nabi baru yang diikuti orang banyak, Yesus. Ia ingin menunjukkan kekuasaannya justru bukan dengan lawan yang sebanding, tapi rakyatnya sendiri yang notabene tanpa kekuatan dan kekayaan. Maka ia diliputi rasa ketakutan dan kecemasan senantiasa,
Keinginan nafsu seorang pemimpin tidak pernah terpuaskan bila selalu berada dipuncak, dan tidak hendak tersaingi bahkan tidak hendak tergeserkan. Padahal syaratnya jelas, maksimal 5 tahun menjadi anggota parlemen, maksimal dua periode menjadi dewan paroki, maksimal 3 tahun dalam kepengurusan ormas. Tapi toh tetap ada orang-orang yang merasa nyaman, sudah PW [Posisi Wuenak], tidak bisa dan tidak ingin melihat munculnya tokoh-tokoh kader yang baru. Apalagi didunia showbiz, bertahan setahun saja sudahbagus, maka berbagai cara dilakukan untuk bertahan : permak sana-sini, banting harga kalau sudah gaklaku, kalau perlu kawin cerai jadi berita di media. Akhirnya terjadilah yang terdahulu menjadi terakhir, yang terakhir menjadi terdahulu.
Semua ini kembali kepada kedalaman hati setiap pemimpin dimanapun dia berkarya. Baik dalam bisnis, politik, bahkan dunia hiburan sekalipun. Kalau kita berkarya dengan tulus, mengutamakan pelayanan bagi publik atau pelanggan, memberikan karya terbaik bagi bangsa, maka soal posisi itu hanya bonus. Bahkan posisi pemimpin menuntut tanggung jawab yang lebih besar, untuk mengutamakan mereka yang lebih lemah lebih penting dari keinginan diri sendiri. Kalau sudah begini, jadi pemimpin dimanapun gak usah takut, gak usah cemas seperti Herodes sehingga hati tetap sukacita dan damai sejahtera. Semua yang keluar dan terucap timbul dari hati yang tulus. Kata orang jawa timur: Gak patheken..
====================================================================
Bacaan Luk 9:7-9
“Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata: “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus” (Luk 9:7-9)