Sumber: Catholic Update ©1989 – A Walk Through the Mass; www.americancatholic.org Disesuaikan dengan : 1.”Tata Perayaan Ekaristi” oleh Konferensi Waligereja Indonesia; Penerbit Kanisius; 2. Katekismus Gereja Katolik Diterjemahkan oleh YESAYA:
“Seorang yang tidak mencintai Misa, tidak mencintai Kristus. Kita wajib berupaya`menghidupkan’ Misa dengan kekhidmadan dan kekhusukan, dengan devosi dan kasih yang berkobar. Dan itulah sebabnya mengapa saya selalu beranggapan bahwa mereka yang menghendaki Misa dirayakan dengan cepat-cepat, yang bersikap acuh tak acuh, mereka belum menyadari apa makna kurban di altar.” ~ St. Josemaría Escriva de Balague
Kehidupan kita sehari-hari juga memiliki ritualnya sendiri: cara kita berjabat tangan, makan dengan sendok dan garpu, serta menjawab surat. Dan jika kita telah terbiasa melakukan suatu hal dengan cara tertentu, kita jarang bertanya mengapa kita melakukannya dengan cara demikian. Dalam Ekaristi, kita juga punya banyak ritual yang kita lakukan tanpa bertanya mengapa.
Penjelasan “ambil bagian” dalam Misa ini akan menerangkan kepada kita mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dalam Misa. Saya berharap agar penjelasan-penjelas an yang akan disampaikan berikut ini berguna bagi sebagian besar umat Katolik yang menghadiri Misa secara teratur, namun kurang memahami alasan mengapa kita melakukan berbagai tindakan ritual tertentu dalam Misa.
Apa itu Misa?
Suatu cara yang baik untuk menjelaskan Misa ialah dengan mengatakan bahwa Misa adalah mengenangkan kembali Kamis Putih, Jumat Agung dan Minggu Paskah dalam bentuk ritual (=upacara). Konsili Vatikan II mengajukan ketiga misteri ini dalam menggambarkan Misa: “Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan korban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan- Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan datang” (Sacrosanctum Concilium, #47).
“Bentuk” dasar dari ritual Misa dapat digambarkan sebagai suatu perjamuan. Bukan maksudnya untuk mengatakan bahwa Misa adalah “suatu sarapan yang lain” atau kita mengabaikan Misa sebagai korban. Bukan itu maksudnya. Akan membantu sekali jika dalam “ambil-bagian” dalam Misa, kita membayangkan Misa sebagai suatu “bentuk perjamuan”.
Ketika teman-teman berkumpul bersama untuk suatu perjamuan, mereka duduk dan bercakap-cakap: kemudian mereka menuju ke meja perjamuan, mengucap syukur, membagikan makanan serta makan dan minum, dan akhirnya undur diri dan pulang ke rumah. Dalam ambil bagian dalam Misa kita juga mengikuti pola yang sama: kita melakukan ritual dalam 1) Ritus Pembuka, 2) Liturgi Sabda, 3) Liturgi Ekaristi dan 4) Ritus Penutup. Dibuat dalam tulisan terpisah dengan judul Tahapan Misa 1-4.
*Thomas Richstatter, O.F.M., has a doctorate in theology from the Institut Catholique de Paris. A popular writer and lecturer, Father Richstatter teaches sacramental and liturgical theology at St. Meinrad (Indiana) School of Theology.