Sebelum sampai ke kantor pagi ini, saya sempatkan mengantar hosti ke seorang oma setelah mengikuti Misa pagi. Oma yang juga teman ibu dan bude-bude, yang cukup lama terbaring sakit karena kankernya.
Saat saya datang, sang oma tersenyum lemah ditempat tidurnya, berkata ” maaf ya Nana, tante sudah tidak bisa komuni ke Gereja lagi, jadi merepotkan kamu”.
Ketulusan sang oma meluluhkan hati saya, saat dia mengatakan ” suara mu persis sekali dengan almarhum ibu mu, saya masih inget kalau ibumu berdoa. Dulu ibumu mendoakan saya, sekarang kamu yang antarkan Tuhan untuk saya”. Saya katakan, tante sudah sering mengunjungi Yesus selama ini, dan kini saatnyalah Yesus mengunjungi tante.Suatu kehormatan bagi saya bisa mengantar Yesus untuk tante.
Renungan pagi ini meneguhkan kami berdua juga, kadang saat sakit kita ingat dokter dan bergegas mencari nya, begitu sembuh kita lupa untuk berterima kasih dan kembali pada sang dokter. Ah, kan memang tugas dokter menyembuhkan, demikian dalih kita. We just take it for granted.
Hari ini Yesus mengingatkan kita, justru ungkapan syukur kita lah yang menyelamatkan kehidupan kita. Tidak hanya datang pada Yesus pada saat kita butuh pertolongan saja, bersyukurlah pada Yesus untuk setiap kesempatan, untuk setiap perjumpaan, bahkan dalam sakitnya sang oma yang sudah bertahun-tahun dideritanya.
Karena disaat ada keprihatinan, pasti ada juga rahmat Tuhan disana. Paling tidak untuk saya, yang masih belum sempurna begini kok ya diberi kepercayaan mengantarkan Tubuh Tuhan bagi seorang oma yang tidak berdaya di hari tuanya.
Marilah kita saling memperhatikan kiri dan kanan kita, mungkin sapaan dan senyuman kita dapat menyejukkan hatinya.
BacaanLukas 17,11-19Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain daripada orang asing ini?” Lalu ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
September 25, 2009 at 3:35 am
gimana caranya membawa hosti ke tempat orang??
boleh gitu??
September 25, 2009 at 10:46 am
Pertanyaan yang baik sekali mas Rivan.
Bagi kita orang katolik menerima hosti bukan hanya suatu kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan, tetapi juga merupakan suatu prosesi yang perlu dipersiapkan. Kita tidak hanya menerima ‘tubuh’Nya dalam bentuk hosti, tapi juga dalam bentuk sabda Tuhan. Maka dalam liturgi Gereja hosti bisa disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, tentunya yang sudah dibaptis katolik dan menerima komuni pertama, termasuk diluar gedung Gereja. Seperti mereka yang karena suatu hal terbaring sakit di rumah atau di rumah sakit, dan mungkin berada dibalik rumah-rumah tahanan. Mereka memang harus dilayani sebagai pemenuhan haknya sebagai warga Gereja. Walaupun demikian, pemberian hosti tidak dapat dilakukan begitu saja seperti membawakan ‘bekal’. Tetapi harus disampaikan dalam satu rangkaian ibadat sabda, menyampaikan kehadiran Kristus lewat sabdaNya dan kemudian dilengkapi dengan pemberian hosti. Oleh karenanya yang boleh memberikan hosti adalah mereka yang diberikan wewenang khusus oleh Uskup melalui pastor setempat, bilamana pastor berhalangan. Inilah salah satu partisipasi awam yang dapat dilakukan untuk melayani umat yang lain, mereka bisa dipersiapkan untuk menjadi ‘prodiakon’ yang membantu imam setempat melayani pembagian hosti. Saat ini banyak paroki menugaskan prodiakonnya baik perempuan dan laki-laki untuk melakukan tugas yang sama.
Maka bila memang anda mengetahui ada kerinduan seorang warga untuk menerima hosti tetapi memiliki kendala untuk datang mengikuti Misa, maka anda dapat menghubungi paroki setempat dimana orang tersebut berada.
Tidak dibenarkan untuk membawa hosti sendiri oleh mereka yang tidak memiliki wewenang dari uskup/pastor setempat. Karena memang ada suatu persiapan dalam proses menghantarkan hosti. Hosti yang diberikan pun hanya untuk orang sakit tersebut, dan bukan untuk anggota keluarga yang lain yang masih dapat pergi mengikuti Sakramen Ekaristi.
Dalam kesempatan mengantarkan hosti inipun prodiakon tidak berhak mewakili pastor untuk memberikan sakramen pengakuan dosa, itu hanya hak seorang tertahbis bukan awam.
Semoga penjelasan ini dapat dipahami agar kebutuhan setiap orang beriman untuk bertemu Tuhan dapat terlayani dengan baik.
September 25, 2009 at 4:39 pm
oh wow.. thanks yah mba.. blog anda ini sangat berguna.
Terima Kasih banyak yah bu Ratna.
October 2, 2009 at 4:39 pm
Terimakasih atas blog khusus nya. Saya mau minta bantuan info mungkin ada donatur atau lembaga donor Katolik yang mau mebantu penerbitan majalah mingguan Katolik dengan tujuan, selain menebar kabar gembira iman, juga mendidik umat Katolik khususnya pendidikan politik agar nantinya mereka tidak apatis dalam politik. Ada keuntungan yang bisa diperoleh untuk kelangsungan penerbiatan itu sendiri. Sehingga merasul kabar baik dan pendidikan politik umat Katolik tetap berjalan. Terimakasih atas bantuannya