Fiat Voluntas Tua

Pembasuhan Kaki

| 0 comments

(Shalom Betawi # 9/III September 2006)

Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku (Joh 13:8) Yesus membasuh kaki Petrus

Saat perayaan Kamis Putih kita mendengar di kutipan Injil ketika Petrus menolak dibasuh kakinya oleh Tuhan Yesus. Perikop tersebut menceritakan bahwa kalau Yesus telah memberikan suatu tindakan teladan kepada para murid, mereka juga diharapkan melakukan hal yang sama seperti yang telah Ia perbuat kepada mereka (Yoh 13:15). Apakah maksud pembasuhan kaki yang diteladani Yesus?

Kehidupan bangsa Israel di jaman itu menjelaskan berbagai pengertian tentang ”hamba”. Sejak mereka hidup di tanah Mesir di jaman Yusuf dibuang saudara-saudaranya (Kej 41), bangsa Israel hidup sebagai budak, yang hidup menumpang dan dianggap warganegara kelas dua di Mesir. Mereka menerima pekerjaan apapun asal bisa dapat makanan, tidak ada pilihan lain kalau mau selamat dan bisa hidup di Mesir. Oleh karenanya mereka mau diperjualbelikan sebagai budak untuk mengurus harta kekayaan orang Mesir. Menjadi gembala adalah pekerjaan paling hina, karenanya tidak ada orang Mesir yang mau jadi gembala. Demikian juga menjadi kuli bangunan pun di lakukan bangsa Yahudi seperti kejadian Musa waktu kecil tinggal di istana Firaun.

Kisah Yusuf di rumah Potifar menunjukkan dengan jelas adanya berbagai kelas ”hamba”. Kisah Potifar adalah gambaran kehidupan orang Mesir yang sangat kaya, memiliki banyak pekerja untuk mengurus kekayaannya. Seluruh hamba pelayan ini tinggal bersama tuannya tapi dengan tugas dan fasilitas yang berbeda-beda.

1. Kelas terendah adalah hamba yang mengurus kekayaan dan harta benda seperti binatang peliharaan: kuda, unta, keledai serta kambing domba. Dari jauh mereka sudah harus siap-siap menyambut tuannya dan mengurus ”kendaraan” tersebut. Hamba seperti ini tidak boleh sembarangan berbicara dengan tuannya. Bahkan tidak boleh masuk ke dalam rumah. Urusannya hanya binatang peliharaan. Kalau sampai ada hewan peliharaan yang luka dan sakit, pasti para hamba inilah yang akan dihukum. Mungkin juga tinggalnya tidak jauh dari para binatang, sama seperti perumpamaan si anak bungsu yang memilih menjadi gembala babi agar mendapatkan makanan. Kelas yang sama juga berlaku bagi para pekerja di kebun anggur dan penabur benih di ladang gandum.

2. Kelas spesialis yang lebih tinggi dan lebih bergengsi, yaitu juru minuman dan juru makanan yang menyiapkan hidangan tuannya. Mereka tentu dibeli dengan harga lebih tinggi, karena memiliki keahlian tertentu serta mendapat fasilitas lebih baik termasuk ”seragam” yang layak karena keluar masuk dapur dan ruangan makan. Mereka punya kesempatan untuk disapa tuannya saat bersantap, tapi mereka juga punya resiko tinggi. Setiap makanan dan minuman harus mereka cicipi terlebih dulu. Kalau makanan atau minuman tersebut beracun, mereka lah yang akan jadi korbannya. Kelas ini juga termasuk para pengawas kebun anggur yang bekerja di ladang.

3. Kelas eksklusif adalah kepala rumah tangga seperti Yusuf, dia lah yang mengatur tugas para hamba pelayan dari berbagai tingkatan, baik yang di ladang sampai yang didalam rumah termasuk mengatur menu sampai belanja Rumah Tangga. Ia memiliki otoritas tertinggi, dipercaya tuannya tapi juga tentunya punya fasilitas lebih mewah dari hamba-hamba yang lain; termasuk boleh keluar masuk kamar tidur tuannya.

Walaupun demikian sedikit kesalahan saja dari para hamba tadi, cukup membuat sang tuan menghukum mereka tanpa melewati proses Pengadilan Umum. Bahkan ada petugas security khusus untuk mengurus hamba-hamba yang ’mbalelo’ untuk dibawa masuk penjara pribadi; seperti yang dialami Yusuf yang dipenjara bertahun-tahun. Sang Tuanlah yang menentukan nasib hidup matinya para hamba ini karena ia sudah membeli mereka sesuai harga ”pasar”.

Tapi ada satu jenis hamba yang sering disebut didalam berbagai perumpamaan sebagai ”hamba tak berguna”. Hamba tak berguna adalah hamba yang dimiliki sang tuan tapi tidak bisa bekerja seperti yang diharapkan bahkan untuk pekerjaan paling mudah sekalipun. Yang masuk kelas ini adalah mereka yang cacat, buta, pincang, sudah tua dan penyakitan. Mengapa ada kelas ’hamba tak berguna’ ini? Hal ini bisa terjadi mereka mengalami cacat akibat kecelakaan kerja atau penyakit; sehingga hamba-hamba ini tidak laku lagi untuk diperjualbelikan. Bahkan kalau ada di pasar budak, si bandar tidak mau menahannya lama-lama. Bisa berat di ongkos karena harus memberi tempat tinggal dan makan. Supaya ’stok’ cepat habis dan bisa ganti ’barang’ yang baru lagi, mungkin mereka sudah praktekkan strategi ”SALE” seperti di supermarket. By three get one free, beli tiga orang dapat bonus satu orang. Ya satu orang ini yang tidak layak dipekerjakan, tidak perlu dibayar. BUDAK BONUS.

Lalu apa pekerjaan mereka? Kalau urus binatang dan kebun sudah pasti mereka tidak mampu. Maka mereka tugasnya hanya disuruh menunggu tuannya di jalanan, membuka pintu dan buru-buru melepaskan sandal tuannya dan membasuh kaki tuannya. Demikian pula bilamana ada perjamuan makan, para hamba ini melayani pencucian kaki para tamu-tamu sebelum masuk rumah sebelum bersantap makan. Jangan berani-berani para hamba ini mengajak berbicara tuan atau tamunya. Menatap mata tuannya sudah cukup membuat mereka masuk penjara, dianggap menantang. Tidak tahu terima kasih, sudah diselamatkan dari pasar budak. Tindakan membasuh kaki yang dilakukan Maria untuk membasuh kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal. Ini menunjukkan betapa dia bersyukur karena Yesus yang telah membangkitkan kakaknya Lazarus dari mati.

Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku (Joh 13:8)
Sehingga kalau Yesus mengambil teladan dengan mulai membasuh kaki murud-muridNya dan meminta mereka saling membasuh kaki, hal ini dimaksudkan juga bahwa mereka perlu mengambil posisi sebagai hamba yang paling rendah tingkatannya, hamba yang tidak berguna. Bukan hamba yang punya otoritas mengatur hamba-hamba lain seperti Yusuf. Ia tidak mencari posisi untuk naik tingkat, tidak mengharapkan promosi, tapi siap melayani bahkan diperlakukan bagaimanapun oleh Tuannya dan juga tamu-tamunya, tanpa sepatah kata. Penuh rasa syukur karena telah ditebus LUNAS.

Pembasuhan kaki biasa dilakukan sebelum masuk rumah, sebelum perjamuan makan. Dapat juga dianggap sebagai syarat kelayakan sebelum menikmati jamuan makan. Ini adalah bagian tradisi orang Yahudi. Sebagai syarat kelayakan bahwa untuk menikmati perjamuan bersama Tuhan kita juga siap mengambil bagian untuk saling membasuh kaki, mau merendahkan diri dan saling melayani.

Dengan mengambil bagian dalam tiap pelayanan dalam Gereja dan dalam bidang sosial kemasyrakatan, kita semakin mengerti sikap ”melayani” yang diteladani Yesus. Sayangnya memang tidak semua murid Tuhan bisa bertahan dengan sikap tersebut. Betapa banyak para petugas liturgi, koor, pengurus lingkungan yang mundur dan memilih jadi umat yang ”baik”. Duduk manis tidak melakukan apa-apa dan menikmati ”pelayanan” para petugas lainnya. Kalau ditanya, rata-rata menjawab ” capek hati, korban perasaan, tidak dihargai, disalahkan terus….dan litani ini anda bisa teruskan sendiri.

Memang itulah yang dimaksudkan, apakah kita siap diperlakukan seperti hamba tak berguna? Sabda Tuhan selanjutnya: Aku tahu, siapa yang telah Kupilih (Yoh 13:18) Tuhan tidak pernah salah pilih, tapi mungkin kita salah menempatkan diri kita sebagai hamba yang menuntut dihargai dan dihormati; Kita lupa bahwa kita adalah hamba tidak berguna, lupa dan tidak bersyukur bahwa kita sudah ditebus dan dibayar LUNAS. Teruslah ambil bagian dalam setiap pelayanan pekerjaan TUhan, dan semoga Tuan kita suatu saat nanti berkata ”Inilah hambaKu yang setia, silahkan masuk dan bersantap bersamaKu”

Leave a Reply

Required fields are marked *.