“Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”
Saat berada dalam antrian panjang ATM di Jakarta Fair, saya pernah bertemu orang yang cukup ‘nyeleneh’. Semua orang memang gelisah kalau disuruh menunggu. Tapi orang ini sungguh mengganggu, dia teriak-teriak menyuruh orang lain cepat-cepat. Berkali-kali jalan kedepan mengganggu orang yang sedang menggunakan ATM. Lalu saat ia sudah mendekati ATM, ia menendang-nendang kaki orang yang sedang sibuk didepan ATM sampai orang tersebut kesal dan membentaknya. He is so annoying!! Nah tiba gilirannya, sungguh menyebalkan.. dia berkali-kali menengok dan memelototi saya yang berdiri di belakangnya. Seolah-olah takut saya mengintip nomer PIN dan saldonya. Halaaah….! Cerita tidak berhenti disini, diantara penuh sesaknya orang di Jakarta Fair saya beberapa kali ketemu orang ini yang jalan sendirian kemana-mana (gak heranlah… siapa yang mau menemaninya?). Di stand se-li sepeda lipat saya lihat dia seperti menginterogasi si SPG sampai muka SPG yang tadinya senyum jadi kecut karena komentar-komentarnya yang sinis…. buntutnya ya gak beli juga. Dia juga membentak orang lain yang menanyakan sesuatu ke SPG yang sedang melayaninya. Hei… dia lagi layani saya, tauk!!
Saya hanya bisa mengelus dada, ada ya orang egois banget seperti ini. Jadi penasaran, bagaimana kehidupan pribadinya. Menikahkah? Apakah pasangannya bahagia? Bagaimana dengan anak-anaknya? Apakah mereka bisa menjadi a happy loving kid? Kalau dia tidak menikah, saya gak heran deh. Mungkin juga dengan tetangganya dia gak bisa akur. Lha dengan orang yang dia gak kenal aja galak banget, apalagi dengan yang sudah kenal.Tidak terbayangkan betapa terlukanya orang-orang yang berada disekitar si egois begini.Mana bisa mereka peduli dengan keadaan sekitarnya, apalagi peduli dengan orang lain.
Semakin banyak alat-alat komunikasi disekitar kita yang membuat kita semakin tidak perduli satu sama lain. Sibuk dengan diri sendiri plus alatnya plus kesibukannya. Masih ditambah dengan suksesnya KB masa lalu dimana dalam satu keluarga jumlah anak hanya dua. Dengan kesibukan seabreg, masing-masing anggota keluarga pulang kerumah larut malam. Mana sempat kenal apalagi sowan tetangga kiri kanan ya? Banyak hal akhirnya membuat kita cenderung sibuk dengan diri sendiri dan akhirnya menjadi egois, paling tidak hanya memikirkan keluarga sendiri. Padahal rahasia orang sukses justru karena mereka tidak egois, mereka mau berbagi dengan orang lain. Demikian juga bagi para pengikut Kristus, harus rela mengikuti kemana Kristus melangkah, bukan mengikuti egonya sendiri, mengikuti kemauan diri sendiri. Inilah yang harus dibunuh, keinginan memuaskan diri sendiri di atas segalanya.
Injil hari ini mengingatkan kita, bahwa Kristus telah mengorbankan diriNya bagi keselamatan orang banyak termasuk kita. Maka bila kita mengaku sebagai pengikut Kristus, kita juga harus rela berkorban menomorduakan ego kita, mengutamakan orang lain yang lebih membutuhkan pertolongan. Termasuk didalamnya menyisihkan waktu, perhatian, bukan hanya uang. Pasangan suami istri memiliki waktu dan perhatian lebih bagi pasangannya dibandingkan dengan yang bukan muhrimnya. Anak-anak mendapatkan porsi waktu istimewa dari orang tuanya, bukan dari baby sitter dan para pembantu serta sopir. Demikian juga karyawan dikantor tidak hanya diajak bicara urusan pekerjaan, tapi juga memperhatikan keluarganya. Pembantu di rumah bukan sekedar orang gajian, mereka juga manusia yang punya hati dan perasaan. Bagaimana kita perlakukan mereka akan ditiru oleh anak-anak kita.
Kepedulian satu dengan yang lain dimulai dari orang-orang disekitar kita, yang ada bersama dengan kita sehari-hari. Bagaimana kita perduli dengan orang yang tidak kita kenal, kalau dengan mereka yang sak kasur, sak dapur saja cuek bebek. Gak heran kalau bubaran Misa kita bisa melihat bagaimana keluarga satu dengan yang lain bertegur sapa, sementara keluarga lainnya dengan buru-buru masuk ke mobil dan segera membunyikan klakson ingin keluar tempat parkir. Hhhhmmm… kemana Injil yang baru didengar tadi ya? Begitu melangkah keluar gereja sudah menguap rupanya. Benih Firman Tuhan langsung menguap, belum sempat juga disambar burung gagak. Gak heran kalau anak-anaknya juga tidak perduli saat diajak jadi putra altar, lha bapak-ibunya saja tidak betah di gereja lama-lama.
Kepedulian harus ditumbuhkan dari keluarga, dari masyarakat terkecil, dari rumah. Sekolah hanya bisa meneruskan selama beberapa jam dalam sehari, tapi seterusnya orang tualah yang menjadi panutan anak-anak. Maka kebiasaan yang ada dirumah perlu ditumbuhkan agar anak-anak juga belajar perduli dengan pembantu, sopir dan (kalau ada) binatang peliharaan. Apakah satu sama lain bisa saling memperhatikan? Apa yang dilakukan kalau si pembantu sakit? Sopir tidak masuk? Siapa yang kasih makan dan ajak main Bozo, si anjing kecil ?
Kepedulian tidak bisa dibeli dan diterima dalam sekejap. Semua butuh waktu dan proses pertumbuhan. Marilah kita biasakan dengan memperhatikan sekeliling kita, jangan sampai diam-diam kita tumbuh menjadi manusia yang semakin egois terisolir dengan kesibukan sendiri. Gak ada salahnya kalau antri di ATM, kita tanya di belakang kita “maaf ya nanti saya agak lama karena harus transfer ke beberapa akun”. Gak usahlah langsung mengeluarkan mobil habis Misa, toh mobil yang didepan juga belum keluar. Apa salahnya tinggal sebentar menyapa romo, juga umat yang lain di kiri kanan kita. Senyum sedikit gak membuat kita miskin kan?
Demikian juga kehormatanpun tidak bisa dibeli, diminta bahkan diterima dengan sekejap. Kehormatan hanyalah diberikan bagi mereka yang memiliki kepedulian tinggi bagi orang lain. Tidak juga dibatasi dengan periode kepengurusan. Memangnya kalau tidak jadi pengurus dewan paroki tidak terhormat? Yang penting dimanapun kita diutus, kita harus siap memberikan diri secara total seperti Kristus. Yang lain cuma bonus. Oh ya satu lagi, rasanya gak mungkin juga kita masuk Surga sendirian, harusnya rame-rame lah. Jadi orang egois kemungkinan susah masuk Surga.
===============================================================================================
Bacaan Injil Yoh (12:24-26)
Menjelang akhir hidup-Nya, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya. Tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikuti Aku, dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”