“Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja…”
Reaksi orang beragam menanggapi kasus eksekusi Amrozy CS. Ada yang menolak, ada yang mengutuk tapi ada juga yang mendoakan termasuk keluarga korban Bom Bali itu sendiri. Seorang korban yang selamat bahkan masih menjalani terapi karena luka bakarnya juga tidak mendendam pada mereka. Disisi lain kematian mereka melahirkan juga semangat jihad serupa pada generasi penerusnya. Maka demikianlah lahir benih kekerasan baru akibat dari kekerasan para pelaku bom bali ini dibalas dengan kekerasan atas nama hukum oleh pemerintah.
Saya juga mengalami perasaan campur aduk; sebagai penganut kristiani saya menghargai hak hidup manusia terlepas bagaimana dia mengisi kehidupannya. Disisi lain saya juga miris membayangkan keluarga-keluarga yang kehilangan orang-orang tercinta menjadi korban bom bali. Masih ditambah lagi keluarga Amrozy CS ini yang berduka karena dipaksa menerima vonis hukuman mati. Keyakinan akan pembenaran perbuatannya hanyalah akibat fanatisme sempit yang berkawan dekat dengan kemiskinan dan kesenjangan pendidikan.
Lalu sikap apa yang sebaiknya kita ambil? Injil hari ini mengingatkan kita untuk senantiasa waspada pada setiap penyesatan. Kita perlu memelihara kemurnian dan kekudusan kita sendiri, untuk tidak larut dan tergoda dengan segala iming-iming dosa. Tidak hanya itu tapi juga berusaha menumbuhkan iman percaya yang telah ditaburkan saat kita menerima Sakramen Baptis. Tugas kita juga lah untuk saling memperhatikan pertumbuhan iman satu sama lain dari orang-orang disekitar kita.
Kita tidak bisa berdiam diri atau pura-pura tidak tahu bila seorang kerabat dan kawan kita melakukan suatu penyimpangan. Tinggal diam dan tidak menegur berarti kita setuju dengan perbuatannya, dan dengan demikian kita pun turut menanggung dosa orang itu. Maka disinipun Yesus memberi cara dan solusi terbaik dibandingkan hanya menggunjingkan mereka-mereka yang pernah berbuat dosa. Kita bisa mengajak berbicara empat mata, berdialog dan kalau perlu mengajaknya bertemu dengan pastor paroki untuk rekonsiliasi. Semua cara bisa diupayakan agar tidak satupun domba tersesat dari kawanannya.
Dalam sebuah persekutuan doa, seorang ibu yang melayani sebagai prodiakon bersaksi bagaimana sedihnya dia karena dikucilkan dan dihakimi umat sekitarnya karena dinilai tidak layak melayani Tuhan; hanya karena suaminya telah meninggalkan dia puluhan tahun yang lalu. Bukan pula keinginannya untuk ditinggalkan suami, dan karenanya perkawinannya dianggap cacad. Ini adalah contoh kawanan domba yang saling melukai satu sama lain, bukannya saling menyembuhkan dan mengasihi.
Marilah kita saling meneguhkan satu sama lain, kalaupun masih juga ada saudara yang menjauh, jangan lah bosan untuk menyapa dan mengajaknya untuk kembali. Setiap penyesalan pasti menambahkan kasih, dan komunitas yang saling mengasihi akan menumbuhkan iman percaya bagi orang-orang yang bergabung didalamnya.
=============================================================
Bacaan : Luk 17:1-6
“Yesus berkata kepada murid-murid- Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini. Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.” Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: “Tambahkanlah iman kami!” Jawab Tuhan: “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”